Bab 1 : Sekolah Baru

93 13 31
                                    

Membaca pikiran bukan sebuah kelebihan, tapi penyakit.

~ Lovepon ~

Ruangan kelas itu tampak menyeramkan bagiku, selalu seperti ini saat pertama masuk ke sekolah baru. Aku dituntun oleh Pak Joko Susilo masuk ke kelas, aku tau namanya dari papan nama di baju bagian dada sebelah kirinya.

Aku menarik napas panjang lalu mencoba memperkenalkan diri dihadapan para siswa dan siswi yang sedari tadi menatapku.

"Namaku Lovepon, salam kenal."

Hanya itu yang bisa aku katakan, karena aku benar-benar tidak ingin berteman dengan siapapun, bukan karena aku sombong tapi aku tidak ingin menyakiti mereka.

Anak ini akan sangat menyusahkanku.

Aku mendengar Pak Joko mengatakan itu, meskipun wajahnya masih tersenyum ke arahku.

"Maaf jika aku menyusahkanmu Pak Joko."

Pak Joko menatapku heran, dan aku berusaha untuk tidak peduli.

Aku mencari tempat duduk kosong di bagian belakang, aku tau jika itu tidak sopan, karena Pak Joko belum menyuruhku duduk, tapi sepertinya Pak Joko masih mematung karena bingung dengan ucapanku.

Dia perempuan yang diusir ayahnya kan?

Dia anak yang dibuang.

Oh jadi anak ini yang membuat orangtuanya bercerai.

Dia pasti kesepian.

Sangat sombong.

Dia manis tapi menyeramkan.

Dia seperti monster.

Begitulah suara-suara yang sering aku dengar, sampai aku lelah mendengarnya. Bukankah sudah aku bilang, kalau membaca pikiran tidak menyenangkan.

Kalian akan mendengar ucapan-ucapan yang tidak mengenakan di telinga, seperti yang saat ini aku dengar.

Aku meletakkan tas di atas meja, lalu duduk di sebelah laki-laki yang sedang memejamkan matanya, dengan kedua tangan dilipat di atas meja seakan menopang kepalanya, aku berusaha untuk cuek.

***

"Hei, kau gadis yang bisa membaca pikiran 'kan?" tanya seorang perempuan berambut panjang yang saat ini ada didepanku.

"Iya," jawabku pendek.

Aku yakin dia hanya bohong.

"Aku tidak bohong," sanggahku, namun mataku kembali menatap buku komik doraemon.

"Kau mau jadi temanku?" tanya perempuan itu lagi.

Saat aku menjadi temannya, aku akan mengatakan ke semua orang kalau dia berbohong.

Sudah aku duga, jika dia tidak berniat berteman denganku, dia hanya ingin semua orang semakin membenciku.

"Kau tidak perlu berteman denganku, aku tidak butuh teman," lantangku.

"Kau ini! Aku-"

"Sudahlah Anna, jangan ganggu dia," potong laki-laki di sebelahku.

"Tapi Riyan, dia itu-"

"Cukup Anna, aku mau tidur."

Laki-laki itu kembali memejamkan matanya, sebenarnya apa yang dia lakukan di sekolah? Hanya tidur? Sayang sekali aku tidak mampu membaca pikiran orang tidur.

Siapa nama lelaki ini tadi? Ah iya Riyan, aku harus berterimakasih nanti.

~Bersambung~

Terimakasih sudah membaca,
Jangan lupa vote dan comment.

Sal-cin

Lovepon

TIME OUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang