01

231 45 128
                                    

Masih teringat amat jelas dibenak Khaira Aprodhita atau yang biasa disapa Khaira tentang kejadian 2 tahun yang lalu, lebih tepatnya di taman Srigunting kawasan Kota Lama di Kota Semarang. Sore itu, ia mendapat pesan singkat dari sahabatnya -Allia Pramesti- untuk bertemu di taman dekat rumah mereka. Seperti biasa, mereka menyempatkan waktu untuk bertemu setiap liburan sekolah karena semenjak Khaira pindah ke Yogyakarta mereka sudah jarang bertemu. Kebetulan saat itu Khaira sedang berlibur di Semarang dan sangat senang ketika Allia mengajaknya untuk bertemu.

Sore pun tiba, Khaira bergegas pergi untuk menemui sahabatnya di taman. Sesampainya di sana, ia melihat sosok Allia yang sedang duduk di salah satu bangku taman dan ia segera menghampirinya untuk melepas rindu. Allia menoleh ketika ada seseorang yang berdiri di dekatnya. Khaira tersenyum, namun senyumannya diacuhkan oleh sahabatnya. Mungkin ini yang dinamakan sakit tapi tak berdarah, namun Khaira tak mempermasalahkan hal itu.

Ketika Khaira ingin duduk, Allia justru bangkit dari tempat duduknya dan menatap mata Khaira dengan tatapan yang tak dapat didefinisikan,''Ra, mulai detik ini anggap aja kita nggak pernah saling kenal dan jangan pernah sekali-kali kamu muncul di hadapanku, karena aku muak sama kamu!'' Gadis itu kemudian pergi meninggalkan Khaira tanpa mempedulikan perasaannya. Di satu sisi, Khaira masih menatap Allia hingga orang yang ditatapnya sudah menghilang.

Entah apa yang sedang terjadi kepada sahabatnya itu, hingga tak ada angin maupun hujan tiba-tiba saja ia memutuskan persahabatan yang sudah mereka jalani dari kecil. Namun, Khaira tak berhenti sampai di situ. Ia masih ingin mencari tahu alasan Allia yang memutuskan hubungan persahabatannya tanpa memberikan alasan yang jelas karena Khaira tak akan tenang jika masalah di antara mereka belum terselesaikan.

Keesokan harinya, Khaira mendatangi rumah Allia dengan maksud ingin menanyakan kejadian kemarin sore.

''Assalamu'alaikum,''

''Wa'alaikumsalam, eh cah ayu kapan balik ning Semarang?'' tanya mbah Jirah yang tak lain adalah neneknya Allia.

''Sabtu sonten mbah.'' Khaira tersenyum dan terlihat sangat manis.

''Oalahh preinan ning Semarang ya nduk? Ayo mlebu rene nduk.'' Mbah Jirah mengajak Khaira untuk masuk ke dalam rumahnya.

''Njeh mbah.'' Khaira mengekor di belakang mbah Jirah dan menatap sekitarnya yang terlihat tak ada yang berubah sedikit pun dengan rumah tersebut, masih sama seperti terakhir ia berkunjung ke rumah itu.

''Piye kabare bapak ibu? Sehat to nduk?''

''Alhamdulillah sehat mbah, mbahe pripun kabare?''

''Yo ngene iki nduk.'' Tiba-tiba mbah Jirah menepuk jidatnya seperti teringat sesuatu, ''Oh iyo, Allia ki ning rumah sakit lagi terapi opo meh disusul wae nduk? Biasane yen terapi kui suwi," tutur mbah Jirah.

''Njeh pun mbah, yen ngoten kula pamit riyen. Assalamu'alaikum.'' Khaira bangkit dari duduknya dan mencium tangan mbah Jirah.

''Wa'alaikumsalam, ati-ati yo nduk.''

Mengetahui bahwa hari ini Allia sedang terapi maka Khaira pun menyusul ke rumah sakit dan berniat untuk menemani sahabatnya. Bukan jadi rahasia lagi, Khaira mengetahui penyakit yang diderita oleh sahabatnya karena Allia sendiri yang menceritakan soal penyakitnya kepada Khaira. Allia terkena kanker darah dan sekarang sudah memasuki stadium empat, kecil kemungkinan harapan untuk ia bisa bertahan hidup terlebih lagi dokter sudah memvonis bahwa hidupnya tak akan lama lagi.

Mengetahui penyakit yang diderita Allia, sebenarnya Khaira tak ingin pindah ke Yogyakarta karena ia ingin menghabiskan waktu bersama sahabat yang amat disayanginya. Namun, ia juga tak bisa membantah keinginan orangtuanya karena sebelumnya ia pernah memohon agar tetap tinggal di Semarang dan ikut bersama budhenya tapi orangtuanya tak mengizinkan dan terpaksa ia harus mengikuti keinginan orangtuanya.

Khaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang