Memang kenapa sih?

11.2K 693 21
                                    

"Memang kenapa sih?"

"Kok kenapa sih, Mbak?!" tanya Marsya sewot.

Dia mulai lagi dengan aksinya. Mondar-mandir di depan Anita, Ibu dan Bapak yang duduk santai di karpet, menonton televisi. Masrya menjabarkan kembali hasil yang dia dengar dari bisik-bisik tetangga. Dia mengangkat jari-jariny di depan wajah Anita.

"Mbak Anit dibilang perawan tua, suka pilih-pilih cowo, gak laku, level ketinggian, dan lain-lain... Dan lain-lain pokoknya!"

Anita menyuap katom, saling lempar lirikan dengan ibu dan bapak, entah sudah berapa kali Marsya, adik yang terpaut tiga belas tahun dengannya itu sewot dengan gossip tetangga, padahal Anita sendiri, yang menjadi bahan obrolan belum pernah mendengar hal itu, atau tidak terdengar, atau pura-pura tidak dengar atau tidak peduli yang membuatnya menjadi tuli pada kalimat-kalimat negatif yang ditujukan padanya.

"Mbak?!" sentak Marsya.

Anita menarik napas dalam, mengubah posisi tiduran dipangkuan ibu menjadi duduk memeluk bantal sofa, menatap Marsya sambil mengunyah.

"Ya udah..."

"Ya udah? Mbak mau..." potong Marsya berbinar.

"...Mbak pikir-pikir dulu," lanjut Anita, membuat binar senang di mata Marsya seketika hilang.

Marsya berdecak, menjatuhkan tubuhnya di sofa samping Bapak, menutup wajahnya dengan sebelah lengan, "aku tuh capek... sedih... setiap hari ada aja yang jelekin mbak Anit, padahal mereka gak tahu apa-apa soal mbak Anit..."

Anita dan ibunya saling lirik, mengulum senyum. Ujung-ujungnya pasti begitu, Marsya dan dramanya.

"Kenapa gak coba aja solusi yang dikasih Marsya, Nit?" tanya Ibu.

"Iya apa susahnya sih nyoba solusi yang aku kasih?" sentak Marsya seraya kembali berdiri, menatap Anita serius, merasa didukung Ibu.

Anita menatap ibu dan Marsya bergantian, mendengus geli, "gak ah, solusi yang kamu kasih berpotensi mendatangkan masalah."

"Masalah apa sih, Mbak?" kata Marsya, jatuh duduk di karpet menatap Anita, memelas, "aku cuma mau Mbak kenalan sama cowo kenalan aku..."

"Cowo kenalan kamu?" alis Anita menukik tajam, "sejak kapan kamu punya kenalan cowo?"

"Sejak aku denger gossip-gossip tentang Mbak, aku jadi banyak kenalan cowo buat dikenalin ke Mbak."

Anita mengerdikan bahu, "makasih, tapi Mbak bisa cari sendiri."

"Kapan Mbak carinya?"

"Nanti."

"Nanti kapan?"

"Ya nanti."

"Tuhkan...." tuduh Marsya dengan jari menunjuk, "Pak, tolongin Marsya dong, Pak," Marsya merengek, menjedotkan keningnya kelengan Bapak, "bujuk mbak Anit, Pak, ini kan demi kebaikan Mbak Anit juga..."

Anita dan Bapak bertukar pandang, sebenarnya, ada sedikit kekhawatiran jika Bapak mendukung solusi konyol yang diberikan Marsya...

"Nit..." mula Bapak.

Anita menahan napas.

"...kenapa tidak coba saja solusi yang diberi Marsya? Bapak pikir juga ada baiknya sih kamu mulai pikir-pikir buat cari calon, sudah kepala tiga sudah pas untuk punya pasangan."

"Hm..." Ibu bergumam, "ada benernya juga ya, Pak, kepala tiga udah harusnya punya suami ya, Pak?"

Bapak mengangguk setuju. Marsya malah sudah manggut-manggut dengan senyum penuh persekongkolan.

Mapan ✔ (Versi Cetak ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang