Lapangan padat, membentuk lautan manusia berseragam SMA. Sorak sorai terdengar riuh sejak sepuluh menit yang lalu, rasa penasaran mereka begitu kuat kala Rama, menarik seorang cewek berseragam olahraga ke tengah lapangan sekolah. Namun bising itu terhenti saat Rama mengutarakan maksudnya berdiri di tengah lapangan.
Sang gadis masih terpaku, menatap Rama bingung. Padahal sebenarnya Rama merasa sangat gugup, hari ini, ia harus mengungkapkan sesuatu yang sejak setahun terakhir ini ia simpan sendirian. Tanpa seorang pun yang tahu, termasuk gadis di hadapannya saat ini, karena yang ia sembunyikan adalah perasaannya yang tak biasa pada gadis ini.
"Lana, gue suka sama lo." Kembali sorakan itu terdengar memekakkan telinga. Sedangkan gadis yang berada di hadapan Rama menahan napas, ia mulai mengerti alasan Rama menariknya ke tengah lapangan saat jam olahraganya berlangsung. "Kelana Anggita Sherindya. Gue, Bramasta Anggara Wijaya. Mau bilang, kalau gue suka sama lo." Suara helaan nafas Rama tersamarkan oleh riuh di lapangan. "Udah lama, gue baru berani ngungkapin sekarang."
Terkejut adalah perasaan pertama yang menghampirinya, ia tahu bahwa seorang Rama adalah sosok pria idaman seluruh murid di sekolah ini, namun ia tak tahu bahwa seorang Rama justru menyukainya. Lelaki yang selama ini menjadi kebanggaan sekolah, lelaki penyandang nick name perfect di SMA Epic School, lelaki yang selalu Lana kira hanya ada dalam kisah klasik yang sering ia baca.
Lana hanya terdiam, tidak ada yang tahu bahwa jantungnya berdegup sangat kencang, seolah ingin keluar dari peraduannya. "Em, Rama." Kalimat yang ingin ia ucapkan tertelan begitu saja. Lihatlah berapa banyak pasang mata yang tertuju pada ia dan Rama.
Dalam hati Lana berharap agar ia dapat menghilang begitu saja dari situasi seperti ini, bahkan ia berdoa agar doraemon bersedia meminjaminya pintu kemana saja andalannya. Namun ia tau jika itu percuma, khayalannya tak dapat menyelamatkan ia sekarang. Jadi, ia hanya perlu menunggu.
"Lana, hari ini, gue udah ngungkapin perasaan gue. Tolong, bantu gue wujudin keinginan gue." Lana tak tenang, ia gusar. Kemudian ia kembali berharap bahwa kalimat itu tidak muncul hari ini dari mulut Rama. "Mau jadi pacar gue?"
Lapangan heboh seketika. Kemudian beberapa saat kembali berisik, bahkan lebih histeris dari sebelumnya.
"Sialan Rama gue gak boleh taken pokoknya."
"Alah tai, Rama gak boleh pacaran kalau bukan sama gue."
"Ih Rama gentle banget sih."
"Aaaaa Rama sumpah pengen gue cium, gemes banget!"
Ada yang mengumpat, ada yang memuji, bahkan ada yang histeris. Sebagian dari mereka kaum hawa, tidak rela melihat pangeran charming seantero Epic School ternyata memiliki pujaan hati. Dan kenyataan yang lebih memilukan adalah bahwa, pujaan hati Rama merupakan sosok yang dipuji seluruh penghuni sekolah SMA Epic School. Kelana Anggita Sherindya, wanita yang paling dieluh-eluhkan siswi di sekolah itu.
"Bacot lo Rama!"
"Rama anjing, berani lo ngambil cewek gue. Abis lo!"
"Woi tai. Gue sleding mampus lo!"
"Mati aja lo bocah. Cih, dasar sok ganteng. Aslinya lemah."
Jangan lupakan juga umpatan kasar dari kaum adam yang seolah terbakar api cemburu, tentu saja, sebagian dari mereka menjadikan Lana sebagai tipe idealnya.
Bagaimana, bukankah terlalu sempurna jika mereka bersatu?
Lana menelan ludah pahit kala kalimat yang ia hindari keluar begitu saja dari mulut Rama. Suara bising sontak kembali memenuhi lapangan yang cukup luas itu, mereka kompak menyerukan kata terima yang membuat Lana ingin menangis di tempat.
Baik, Rama adalah lelaki baik, memenuhi kriteria good boy yang sesungguhnya. Namun jika berbicara tentang perasaan, ia sungguh tabu, perasaannya belum siap untuk menerima Rama. Dan lagi, ia sebenarnya baru mengenal lelaki berparas tampan itu, bermula ketika mereka bertemu saat mengikuti sosialisasi di aula sekolah. Rama tiba-tiba menyapanya, kemudian berlanjut pada perkenalan-perkenalan kecil hingga mereka terlihat akrab.
"Sejak kapan?" Tanya Lana berusaha menetralkan degup jantungnya.
Rama mengulum senyum, lelaki itu nampak baik-baik saja. "Waktu MOS. Lo inget? Dulu lo pernah kena hukum kak Ghea gara-gara lo telat pas hari pertama MOS, lo disuruh nyanyi di lapangan."
Lana membasahi bibirnya yang kering. "Iya, terus?"
"Suara lo bagus. Gue suka."
"Rama, gue gak tau." Seketika desahan kecewa para penonton terdengar menyedihkan, baiklah, anggap saja mereka mewakili perasaan Rama.
"Gue tau lo bingung, lo pasti kaget." Lana mendongak kala mendengar nada suara Rama yang terdengar merasa bersalah. "Sori Lan, tapi perasaan gue gak mungkin gue pendem selamanya kan?"
Lana menggeleng spontan. "Lo gak salah, jangan salahin perasaan lo. Gue cuma gak siap Ram, gue bingung."
"Gue gak salah kan ngungkapin perasaan gue?" Rama menatap Lana dalam, mencoba tenang kala gadis itu mengangguk dengan senyuman manisnya.
"Gue yang minta maaf, gue bukan orang yang bisa nerima perasaan orang tiba-tiba. Maaf Ram." Lana menunduk, sedangkan Rama tersenyum tulus. Ia mengusap pundak gadis itu, dengan penuh perasaan.
Di tengah keramaian yang padat, seorang lelaki sedang berjalan santai di koridor sekolah, ia berhenti kala melihat kerumunan di lapangan sekolah. Ia baru tahu ketika melihat dua remaja idaman sekolah berdiri di tengah lapangan, kemudian ia mendecih remeh.
"Norak." Kemudian ia melangkah pergi meninggalkan keramaian, menuju kelasnya.
🍁🍁🍁
Haii...
Ini adalah cerita pertama yang merupakan cerita kolaborasi dari Denisa dan Baiq Anisa.
Karena ini adalah cerita gabungan dari pemikiran kita, maka tidak ada unsur plagiatisme di cerita ini.Untuk yang sudah baca cerita 'percobaan' kita ini, terimakasih sebanyak-banyaknya kami ucapkan. Semoga bisa menghibur kalian semua. Salam kenal😊
Denisa&Ica❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Gone
Teen FictionAffan Pradipta Atmadja adalah seorang cowok yang tak terlihat di sekolahnya, menurutnya menjadi pusat perhatian adalah omong kosong yang berisik. Lebih baik seperti ini, tenggelam dalam dunianya yang ia perani, tak perlu dilihat banyak orang. Berbed...