Ayah

7 1 0
                                    

Dulu sewaktu kecil aku selalu berpikir bahwa Ayahku adalah pembela ketika Ibu melarang kami melakukan sesuatu.

Ketika digendongnya, dunia terlihat sangat besar untuk tubuhku yang kecil. Tidak puas dengan semua itu.

Ayah ingin aku melihat dunia yang lebih besar.

Dia menaikkanku diatas bahu kekar khas kuli batubaranya.

Kakiku gemetar, dunia ini terlihat makin besar bagiku yang berada diatas Ayah. Ayah mengelusnya, menenangkanku,  meyakinkanku bahwa aku aman diatasnya. Aku percaya Ayahku.

Tubuhku bertumbuh. Ayah tidak lagi memanggulku dibahunya. Dia menggandengku disampingnya. Bercerita tentang masa mudanya yang jaya dulu. Aku yang mengidolakan Ayah sangat senang dengan cerita-cerita Ayah.

Tapi jalan yang aku dan Ayah lalui mulai berlumpur.

Ayah ingin tetap menggenggam tanganku. Aku melepaskannya. Ayah akan terus terjatuh jika ia terus menggenggam tanganku. Dia membutuhkan kedua tangannya agar bisa seimbang.

Tapi Ayah, terus berusaha menggapai tanganku. Ia menungguku agar kami bisa berjuang bersama melewati jalan yang berlumpur itu.

Aku, yang makin bertumbuh besar pikiran dan tubuhnya, tidak mau lagi dituntun Ayah. Memalukan! Aku ingin Ayah melihat apa yang bisa kulakukan sendirian. Aku tidak lagi melihat Ayah. Mataku fokus didepan, dimana jalan aspal sudah terlihat jelas. Tapi,

Aku jatuh.

Hanya 5 langkah lagi aku berhasil. Lelah yang sedari tadi tertahan mulai muncul ke permukaan.

Sayup-sayup kudengar teriakan Ayah menyemangatiku.

Ayah, yang sedari tadi mengamatiku, sudah tertanam setengah badannya dilumpur.

Aku berteriak akan mencari cara menyelamatkannya ketika sudah sampai di jalan aspal.

Sedetik. Kurasa selama sedetik aku melihat Ayah tersenyum. Ia kembali berteriak menyemangati 5 langkahku yang tertunda tadi.

Kupacu langkahku.
1..
AYOOOO TERUUUUSS SEDIKIT LAGI NAAK

2..
KAU PASTI BISA NAAAKK

3...
MAJUU NAAAK

4...
NAAAAKKK

5...

AYAAAH AKU BERHASIL! AYAAAAH!

Tapi tidak ada teriakan balasan dari Ayah.
Tidak terlihat lagi wajah Ayah diantara lumpur itu.
Teriakan Ayah sudah didengar bulat bulat oleh lumpur itu.

Terbersit dibenakku pada masa itu bahwa inilah saatnya Ayah tidak bisa menenangkanku dan meyakinkanku.

Aku melanjutkan langkahku.
Sendirian. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Singa KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang