1. Feel Blue

22.8K 706 5
                                    

See Eye To Eye

Chapter 1 : Feel Blue

Feel blue : depresi

**

Angin malam berhembus menusuk tulang. Daun-daun bergoyang seiring dengan angin yang semakin kencang. Bunyi jangkrik dan hewan-hewan kecil tak membuat seorang gadis yang dua bulan lagi genap dua puluh lima tahun itu pergi meninggalkan balkon kamarnya. Wajahnya menatap ke arah langit malam yang berkelap kelip menampakkan sejuta bintang. Dari kemarin pikirannya tampak tak karuan memikirkan menu makanan di restoran miliknya. Belum selesai ia menyelesaikan masalah restorannya, ucapan maminya tadi siang membuat gadis itu tambah pusing. Apalagi masalah ini bukan masalah kecil namun menyangkut kehidupannya di kemudian hari.

Memang benar kata pepatah banyak jalan menuju Roma sama halnya bertemu pasangan hidup. Banyak cara menemukannya dan salah satunya melalui perjodohan oleh orang tua. Tak sedikit yang merasa takut dan pesimis dengan cara yang Indira anggap 'konyol' ini karena biasanya calon pasangan yang dijodohkan tak sesuai kriteria. Ada juga yang merasa gengsi dengan perjodohan. Bayangkan saja di zaman yang modern ini masih adakah perjodohan layaknya di zaman Siti Nurbaya? Lalu bagaimana dengan pendapat teman-temannya mengenai perjodohan ini?

Indira Iskandar atau kerap disapa Indi menolak mentah-mentah usulan perjodohan yang disampaikan orang tuanya tadi siang. Untuk apa perjodohan ini kalau dia yakin kalau diusianya yang masih muda masih punya banyak waktu untuk menemukan jodohnya sendiri. Lagipula ia bukan perempuan yang merasa pasrah karena usia yang sudah terbilang harus melepas masa lajang. Ingat dia adalah Indira Iskandar. Dia bukan termasuk perempuan yang tidak memiliki pilihan. Menikah sekarang atau menjomblo selamanya. Itu bukan khas seorang Indira. Ia yakin ia pasti menemukan seorang pria pilihan hidupnya sendiri dan pastinya sesuai dengan kriterianya.

"Mama, Indi gak mau. Lagipula perjodohan itu kuno banget ah. Memangnya kita hidup di zaman Siti Nurbaya apa?" ujar Indi bersikeras menolak perjodohan tersebut.

Adira, maminya Indi tidak kehabisan akal. Ia selalu saja membujuk Indi kapanpun dan dimanapun. "Kenapa kamu gak ketemu Ardian dulu? Mami yakin kamu pasti tertarik dengannya."

Indi memutar bola mata malas. Dengan cara apalagi ia menolak perjodohan ini. Mogok makan sampai kelaparan sudah, gak pulang ke rumah juga sudah, gak bicara sama orang rumah juga sudah, diam di kamar pun sudah tapi orang tuanya masih bersikeras untuk melanjutkan perjodohan ini.

Heran, yang nikah siapa sih?!

"Yaampun mi, orang mau pacaran aja ada masa PDKT nya. Lah aku nikah gak kenal sama sekali sama dia. Paling enggak setahun aku kenal gimana sifat asli si Ardi itu" kata Indi kesal.

"Lebih cepat lebih baik."kata Adira dengan slogan yang sering ia dengar. Indira yang mendengar jawaban maminya semakin kesal.

"Ini nikah loh mi bukan mainan. Minimal enam bulan pendekatan," seru Indi yang sudah tak tahu lagi bagaimana melawan ucapan maminya.

"Kamu ketemu dulu sama Ardi ya, Di. Kamu itu sudah mau dua puluh lima tahun, Di. Mami juga mau pamer ke teman-teman mami. Gak sabar gendong cucu juga" ujar Adira memelas.

Indira mengacak rambutnya kesal hingga rambutnya berantakan. Wajahnya yang biasanya ceria sekarang berantakan. Bahkan ia lupa kapan terakhir kali ia merawat wajahnya. Lagipula alasan maminya menjodohkan dirinya itu sangat klasik. Apaan tuh cuma mau pamer sama nimang cucu? Benar-benar tidak masuk akal. Apa maminya tidak mikir bagaimana perasaannya? Bagaimana kehidupan ke depannya? Kenapa maminya tidak berpikir untuk jangka panjang?

Masih banyak 'mengapa' yang terngiang dibenak Indira. Ia tidak habis pikir dari sekian banyak hal, hal ini malah terjadi pada dirinya.

"Mau ya Di" kata Adira memohon.

"Gak."ujar Indi tegas lalu meninggalkan rumah. Ingatkan ia untuk tidak datang ke rumah ini lagi sebelum orang tuanya membatalkan perjodohan konyol itu.

****

Indira tidak main-main dengan ucapannya. Delapan hari sudah Indira tidak pulang ke rumah semenjak ia menolak mentah permintaan maminya. Ia menganggap seolah tidak terjadi apa-apa. Indira pun kembali menjalankan rutinitasnya sebagai seorang chef di restorannya yang sudah ia bangun setahun yang lalu. Butuh perjuangan dan kerja keras untuk membuat restorannya sukses dan dikenal orang. Meskipun tak luput oleh nama besar Iskandar. Indira tahu bagaimana cara memanfaatkan nama keluarga dengan baik dan benar.

Joko Julio

Sis, mami masuk rumah sakit. Cepetan kesini.

Saya

Serius lo?

Jangan bercanda, anjir.

Gak lucu sumpah

Joko Julio

Idih, liat sendiri. Gue kirim tempatnya. Jangan sampai nyesel ya.

Pesan terakhir dari Joko membuat Indira ketakutan. Ia segera bergegas ke rumah sakit tempat maminya di rawat. Seperti kata Joko, Indi tidak mau menyesal kemudian hari.

Indi masuk ke ruangan maminya dan mendapati maminya sedang duduk sambil makan buah apel yang dikupas oleh Rifqi, abangnya.

"Indi..." panggil Adira menahan nangis. Indira langsung memeluk maminya.

"Kenapa bisa sakit sih mi?"tanya Indira menatap maminya khawatir. Adira mengelus kepala anaknya sayang.

"Kamu gak pulang ke rumah sih."

"Iya nanti Indi pulang....."

Asal batalkan perjodohan laknat itu!!! Lanjut Indira dalam hati.

Melihat Adira yang tersenyum lebar membuat hati Indi merasa terenyuh. Sejenak terlintas pikirannya untuk menerima saja perjodohan itu namun Indi segera menepis pikiran laknatnya itu. Hell, sampai kapanpun dia tak mau dijodohkan. Titik. Meskipun banyak orang yang mengatakan kalau perasaan tersebut tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Memang sih nggak ada yang salah dari pernyataan tersebut. Semua itu tergantung pribadi masing-masing individu. Apakah mau menikah tanpa rasa cinta atau dengan rasa cinta. Seperti kebayakan wanita di luar sana, Indira juga memimpikan memiliki pria pilihannya sendiri dan menikah dengan cinta di dalamnya.

Baru saja tadi malam sebelum tidur, Indira iseng membuka situs dampak menikah tanpa cinta dan isinya membuat Indi bergidik. Indi tidak mau kalau rumah tangganya berjalan tidak harmonis, godaan untuk selingkuh besar dan yang tidak Indira inginkan kalau sudah melibatkan anak.

"Kamu ketemu sama Ardi ya, Di" ucap maminya lagi. Indi berdecak dalam hati. Tak sengaja tatapannya bertemu dengan Rifqi. Rifqi melotot padanya untuk mengiyakan permintaan maminya.

Kampret! Kenapa gak Rifqi duluan sih yang nikah? Kenapa harus dia? Nasib jadi anak perempuan dikejar dengan penikahan. Lagipula mana katanya yang bilang kalau jadi anak bungsu itu enak? Indi malah tertekan karena orang tuanya yang memohon untuk mengabulkan permintaan mereka. Apalagi kalau dilihat ke belakang, Indi selalu mendapatkan semua yang ia mau. Keinginannya hampir selalu dipenuhi oleh orang tuanya.

Arghhh!!!!

"Mau ya Di" tanya maminya memelas.

Indi menatap wajah Adira dan Rifqi bergantian. Ada yang memelas dan ada yang mengancam. Oh, siapapun tolong Indira sekarang!!!! Ia akan memberikan uang 1 M kalau ada yang bisa membawanya kabur dalam situasi ini. Indira janji.




tbc

See Eye to EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang