Nik sangat jengkel pada dirinya sendiri. Dia berniat untuk mengakhiri hidupnya agar tidak lagi terjerat pada pesona pria mana pun di dunia ini. Apakah Nik serius? Tentu saja tidak. Jika dia serius, harusnya dia benar-benar melompat dari kamarnya yang ada di lantai teratas hotel The Savoy dan bukannya membiarkan seorang Housekeeping untuk menariknya turun dari birai jendela. Atau saat dia menenggelamkan dirinya di laut. Baru lima menit kakinya tidak menjejak dasar pasir, dia sudah berteriak minta tolong. Atau percobaan terbarunya, dengan meminum obat tidur melebihi dosis. Tentunya itu akan berhasil kalau dia tidak mengirim pesan kematian pada ibunya dua jam sebulum dia meminumnya. Yang tentu saja ibunya datang dan menghentikannya.
Dan sekarang lagi-lagi Nik mencoba menabrakkan dirinya pada Mustang Shelby. Tapi dia jelas tidak mengambil jarak cukup dekat, sehingga orang yang mengendarai mobil itu dapat dipastikan akan berhasil berhenti tepat waktu. Semua hal tentang bunuh diri itu hanyalah sebuah omong kosong.
Tapi Nik serius tentang tidak ingin terjerat pesona seorang pria lagi.
Sayangnya dia bukan gadis yang bisa menangani hal semacam itu. Sejak pertama kali melihat pria yang hampir menabraknya dia bersumpah kalau pria itu adalah pria paling hot yang pernah dia lihat. Dan tentu saja dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak kembali terjerat oleh pesona seorang pria dan berakhir dengan duduk di kursi penumpang Mustang Shelby menuju restoran untuk makan malam yang dia yakini akan diakhiri dengan sesi ranjang.
"Jadi?" Nik melirik pria yang duduk di sampingnya saat pria itu mulai bicara. "Siapa namamu?"
"Nik, dan kau?" Nik balas bertanya dan ia tidak bisa berhenti untuk memperhatikan wajah pria itu. Dia memiliki wajah yang mempesona, dengan mulut yang seksi, hidung ramping, dan mata coklat madu yang hangat. Dan tangan Nik sangat gatal untuk menyentuh cambang yang mulai tumbuh di rahang pria itu, dia penasaran apakah itu akan terasa kasar saat mereka berciuman.
"Wow! Ini kebetulan atau takdir?" Nik mengangkat alisnya tidak paham dengan ucapan pria itu. "Aku Nic. N-I-C. Jadi Nik ... apakah Nik untuk Nikkita?"
"Nikkia. Dan Nic untuk Nicholas?"
"Yeah benar. Dan apakah kau bukan orang Inggris? Karena kau sama sekali tidak memiliki aksen British dalam suaramu." Nik mengangguk.
"Aku dari Amerika. Ibuku menikah dengan orang Inggris dan aku ingin meneruskan pendidikan di sini. Jadi di sinilah aku," jawab Nik.
Nik memang bukan orang asli Inggris. Dia baru tinggal di sana selama satu tahun karena ibunya menikahi pria London. Dan dia jelas lebih tertarik untuk melanjutkan pendidikannya di London. Tapi itu hanyalah alasan standarnya. Alasan sebenarnya adalah dia tidak bisa lagi tinggal di Massachusetts karena dia telah mengalami trauma parah di sana dan hampir menjadi gila.
Mereka berhenti di sebuah restauran yang menyediakan menu Lancashire Hotpot yang lezat dan memesannya. "Ini cocok untuk cuaca dingin," ucap Nic saat pesanan mereka datang.
Nik hanya mengangguk dan menusuk kentang di piringnya dengan garpu lalu memasukkannya ke mulut. Memejamkan mata saat bumbu yang merasuk di dalam kentang itu meledak di mulutnya. "Ini lezat. Aku suka kombinasi kentang dan dagingnya."
Meski sebenarnya Nik akan lebih suka jika dia bisa merasakan bibir Nic. Dan cambangnya. Apa Nik benar-benar baru saja memikirkan itu? Hm, dia tidak akan lolos lagi kali ini.
"Jadi Miss—"
"Bradley, Nikkia Bradley."
"Miss Bradley, kenapa kau ingin bunuh diri?" Nik seketika berhenti mengunyah dan menatap pria di depannya dengan jengkel.
"Apa pedulimu?" dengus Nik. Dia meraih gelas anggurnya dan meminumnya dalam sekali teguk.
"Bagaimana kalau kukatakan aku tertarik padamu?" ucap Nic sambil menebar senyuman mautnya.
Nik memutar bola matanya dan kembali menusuk kentangnya. "Tertarik membawaku ke ranjang?"
Nic terkekeh dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Membuat kepala mereka berdua hampir bersentuhan sekarang. Dan Nik tiba-tiba merasa terlalu gugup. Dia mulai membayangkan pria di depannya meraih dagunya, membawa bibirnya untuk bertemu dengan miliknya, melakukan ciuman panas yang liar dan basah. Nik benar-benar harus berhenti membayangkan hal-hal seperti itu.
"Apa kau tidak tertarik?" bisik Nic, napasnya yang hangat dan beraroma alkohol menerpa wajah Nik, membawa pikiran Nik kembali dari fantasi liarnya.
"Dengar Mr. Siapa pun dirimu—"
"O'Neil."
"Terserah! Aku tidak berniat terlibat hal semacam itu!" dengus Nik.
Meski dalam hati ia ingin melemparkan tubuhnya pada pria itu. Sial! Nik benar-benar menginginkannya.
"Aku pria dewasa. Kau wanita dewasa. Kita bisa melakukan ini. Ini hal yang logis dan aku yakin itu akan menyenangkan."
Mata Nik melebar dan memincing membalas tatapan Nic yang dipenuhi humor. "Kau tahu? Itu juga yang dikatakan pria pertamaku!"
"Jadi?"
"Tetap tidak. Karena waktu itu aku berakhir dengan bangun di kamar hotel sendirian dalam kondisi telanjang dan hanya mendapat secarik kertas sialan yang berisi ucapan menggelikan," dengus Nik. Jika dia mengingat waktu itu ia pasti akan mengutuk kebodohannya lagi.
"Bagaimana kalau aku tidak akan membawamu ke hotel tapi apartemenku?" ucap Nic.
"Aku pernah mendengar ucapan itu!" gerutu Nik. Dia mendesah karena gelasnya kosong jadi ia meraih botol anggur dan mengisinya lagi.
"Benarkah?"
"Ya. Dan aku tetap pada tidak. Karena waktu itu aku berakhir dengan kedatangan istrinya dan ditendang pergi." Satu lagi pengalaman yang membuat Nik hampir gila.
"Tapi aku lajang!"
"percayalah! Aku juga pernah mendengar itu!" Nik kembali pada Lancashire Hotpotnya.
"Lalu apa yang harus kulakukan untuk mendapatkanmu di ranjang?" desah Nic.
Nik mengangkat bahunya dan menyesap anggurnya lagi. "Bujuk aku!"
"Mau jadi pacarku?"
Nik tersedak mendengar pertanyaan gila itu dan menyemburkan anggur dari mulutnya tepat ke wajah Nic. "Maaf!"
"Hebat! Kau orang pertama yang menyembur wajahku dengan wine. Jadi apa sekarang kau mau jadi pacarku?"
"Bersumpahlah kalau kau belum menikah!" desak Nik.
"Ada apa dengan dirimu dan kecurigaan sudah menikah ini?" gerutu Nic.
"Aku sudah tertipu tujuh kali oleh pria beristri dan hampir gila karena itu. Yang terakhir adalah yang terburuk dan itulah alasan utama aku berada di Inggris."
Nik tidak peduli dengan mata Nic yang sekarang melebar melihatnya. Dia hanya perlu tahu kalau kali ini dia benar-benar tidak mengacaukan apapun. Tidak ada lagi penyesalan karena mengacau hidup orang lain, hubungan orang lain.
"Aku bersumpah demi harga diri dan kehormatanku, kalau aku Nicholas O'Neil adalah seorang pria lajang, belum menikah dan bebas!"
Nik tersenyum puas mendengarnya. "Sepakat."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hot Night in London (THNS #1)
Romance[COMPLETED] Sudah tersedia di Google Play Book Link dapat ditemukan pada tautan di bio WARNING KONTEN DEWASA 21+ MOHON BIJAK DALAM MEMBACA!!! Nic O'Neil sama sekali tidak mengharapkan sore hari yang berantakan setelah sehari penuh menyelesaikan lapo...