Nicholas

16.7K 457 14
                                    

Hal pertama yang dipikirkan Nic begitu mendengar kata sepakat dari Nik adalah bagaimana cara dia membawa gadis itu secepatnya ke apartemennya. Sebenarnya Nic bukanlah seorang pria berengsek, tapi sulit untuk menahan diri jika kau berada di dekat gadis yang benar-benar menarik. Itu adalah reaksi paling sederhana dari pria.

"Bisakah kita pergi sekarang?" Nic tidak bermaksud membuat suaranya terdengar terlalu serak dan berhasrat tapi seluruh tubuhnya mengkhianatinya. Dia benar-benar menginginkan gadis itu, ingin bibirnya bertemu dengan bibir merah itu, ingin jarinya melilit di rambut biru itu, ingin kulitnya bersentuhan dengan kulit putih itu.

"Kau belum menyentuh makananmu," ucap Nik.

"Aku ingin makanan lain," balasnya. Dia mengamati tubuh gadis di depannya dan ketika melihat kedua pipi itu merona itu membuat semuanya semakin parah. Dan dia yakin dia tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi dengan celananya.

"Makanan seperti apa?"

Nic memunculkan seringai hiu-nya dan sekali lagi mencondongkan tubuh ke depan, matanya lurus menatap mata abu-abu Nikkia yang sekarang melebar. "Kamu."

Untuk beberapa alasan Nic tidak tahu kenapa Nik melepaskan hembusan napas dengan kasar. Karena berhasrat atau marah? Meski dia yakin kalau itu lebih condong ke hasrat, karena mata Nik sekarang dipenuhi cahaya yang sulit diartikan sebagai reaksi dari kemarahan. Dan bagaimana cara Nik menjilat bibirnya, itu benar-benar membuat Nic gila karena sekarang dia sangat menginginkan bibir itu. Sekarang. Di sini. Di tempat umum. Sial!

"Apa kau ingin terus duduk di sini atau mengangkat pantat sialan seksimu dari kursi itu?" ucapan Nik sukses memuat Nic terlonjak. Dan yang Nic tahu dia menarik dagu Nik dan ia mencondongkan tubuhnya lebih jauh lagi untuk menyeberangi meja. Bibirnya menekan bibir merah muda yang sejak tadi mengacaukan pikirannya dan ia bersumpah kalau itu lebih baik dari yang dapat ia bayangkan.

Itu terasa lembut dan manis dengan sedikit rasa Lancashire Hotpot dan anggur merah yang lezat. Dan itu terasa lebih baik lagi saat Nik mulai melawan gerakan bibirnya, saat lidah mereka saling bertarung dan saat gigi mereka saling menarik bibir yang lain. Setelah ciuman manis yang terasa seperti selamanya, Nicholas menarik dirinya dan sekarang dia jelas tidak bisa mengabaikan tatapan mencela dari tiap pengunjung yang terarah pada mereka.

Bukannya dia benar-benar peduli dengan tatapan orang-orang itu, dia sama sekali tidak menyesal sudah mencium Nik di sini, menurutnya itu sebanding dengan rasa bibir yang terasa terlalu menyenangkan. Dan sekarang dia mulai membayangkan jika miliknya yang berada di dalam mulut cantik itu. Dan wajah merah Nik sama sekali tidak membantunya, itu hanya membuatnya menjadi lebih bersemangat.

"Apartemen-ku? Sekarang?" tanya Nic. Kali ini dia tidak lagi repot- repot menyembunyikan hasrat dalam suaranya.

"Oke. Kapan pun kau siap," balas Nikkia. Dia merapikan tepian gaunnya.

Nicholas sebenarnya sedikit heran kenapa gadis itu memakai mini dress di cuaca seperti ini dan bahkan dia tidak memakai mantel. Jadi ketika dia selesai membayar dengan kartu kreditnya dan membimbing Nik keluar dari restoran, dia melepas jas-nya dan menyampirkannya ke bahu Nik.

"Kenapa kau memakai pakaian seperti ini?" tanya Nicholas saat gadis itu memberinya tatapan aneh.

"Cara bunuh diri yang lain," jawab Nik. Dia mengedikkan bahunya.

"Kau ingin mati karena hipotermia?" Nicholas membuka pintu mobilnya dan gadis itu masuk. Dia buru-buru berbalik dan masuk ke kursi pengemudi. Menyalakan mobilnya dan menghidupkan mesin penghangat. "Kenapa kau begitu ingin bunuh diri?"

"Kau terlalu banyak bertanya, untuk pria yang baru saja menjadi kekasihku beberapa menit yang lalu," gerutu Nik.

"Aku tidak akan banyak bertanya jika bisa melakukan hal lain." Nicholas menyeringai dan matanya jatuh pada belahan dada Nik yang mengintip dari atasan gaunnya. Dia tidak mungkin tidak memperhatikan itu. Dia sudah terlalu menginginkannya.

Nik memerah lagi. "Kau tahu? Mobil ini seksi, apa menurutmu kita bisa ...."

"Kau tidak akan menyarankan itu!" potong Nicholas. Napasnya memburu, dia jelas tahu apa yang akan diusulkan Nik dan tidak akan dapat menolaknya jika benar-benar mendengarnya.

"Kenapa tidak?" ucap Nik, menantangnya. Tangannya menyilang di bawah dadanya dan itu membuat payudaranya seperti akan melompat keluar dari gaun itu.

Nicholas harus mengutuk dirinya karena saat ini dia sudah berpikir untuk merobek gaun sialan itu, mendorong Nik membentur pintunya dan menyetubuhinya dengan keras. Dan jika dia benar-benar melakukan itu, dia akan menjadi pria sialan berengsek karena meniduri wanita yang baru dikenalnya beberapa jam lalu di mobilnya. Dia tidak bisa melakukan itu, dia menghargai keindahan, dan dia tidak berniat sedikit pun untuk memperlakukan Nikkia lebih dari kurang hormat.

"Karena aku sudah membayangkan untuk memilikimu di sofaku yang pertama. Membuatmu telanjang dan terlentang di sana, menyetubuhimu hingga kau menjeritkan namaku dengan keras saat kau klimaks!" desis Nicholas di sela napasnya yang berat. Nik membelalakkan matanya dan rona merah itu semakin menyebar ke seluruh wajahnya.

Nicholas jadi berpikir, apakah dia juga merah di sana? Dan pemikiran itu sama sekali tidak membantunya untuk meredam gairah yang membakarnya.

***

The Hot Night in London (THNS #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang