Part 3

13.5K 1.2K 39
                                    

Lia sedang sibuk menyusun schedule Aksa yang begitu padat akhir-akhir ini. Banyaknya penawaran lahan dari beberapa makelar tanah, membuat Lia harus menyusun jadwal agar tidak saling tumpang tindih.

Biasanya Aksa suka terlebih dahulu mengecek pangsa pasar langsung ke lapangan secara pribadi, daripada hanya mendengar dari mulut manis dari para makelar tanah.

Belakangan ini perusahaan mereka sedang gencar-gencarnya membangun kompleks perumahan elit, dibandingkan dengan membangun apartemen-apartemen. Mengingat di setiap launching kompleks perumahan, pasti langsung sold out tanpa menyisakan barang satu unit pun.

Oleh karena itu tentu dibutuhkan lahan-lahan kosong yang lebih luas untuk bisa membangunnya. Dan di sinilah peran para makelar-makelar tanah itu memang mutlak di butuhkan.

Drrttt... drttt... drttt...

Ponsel Lia bergetar. Nama Tante Nabila tampak di layar ponselnya.

"Iya Tan, tumben menelepon Lia pada jam segini. Biasa 'kan jam segini Tante masih mengajar."

Tante nabila adalah satu-satunya orang yang sudah dianggap saudara oleh ibunya. Entah sudah berapa puluh kali Tante Nabila menolong ibunya, baik secara materi maupun moril. Oleh karena itu Lia menganggap kalau tante Nabila adalah sebagai pengganti mamanya sendiri.

"Ini sedang jam istirahat kok, Lia. Sebenarnya Tante tidak mau membuat Lia susah. Tetapi Tante memang sudah tidak bisa lagi menyembunyikan hal ini dari Lia lebih lama lagi."

Alarm tidak enak langsung berdering secara otomatis di kepala Lia. Sepertinya akan ada masalah besar yang akan diberitahukan oleh Tante Nabila.

"Ada masalah apa, Tan?" Lia mulai gelisah mendengar suara Tante Nabila yang terdengar mulai bergelombang.

"Begini, Lia. Sebenarnya beberapa tahun lalu, ibumu pernah mengalami kesulitan keuangan, dan meminjam sejumlah besar uang kepada Tante. Dan Tante pada waktu itu memberikan uang pensiun Om Teguh pada ibumu tanpa sepengetahuan Om.

Kemarin si Om pingsan di rumah, Lia. Menurut dokter, Om Teguh terkena kanker otak stadium tiga. Om Teguh harus segera dikemo untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kankernya, agar tidak menyebar ke organ-organ tubuh yang lain."

Suara Tante Nabila kini sudah diwarnai oleh isak tangis. Ya Tuhan, kasihan sekali Om Teguh. Om Teguh adalah sosok pengganti ayah dalam hidup Lia. Om Teguh yang sabar dan kebapakan, telah lama mengisi sosok ayah yang kosong dalam hidupnya.

Om Tegug lah orang pertama yang mengajaknya ke taman bermain, saat sekolahnya dulu menyelenggarakan acara piknik di hari ayah.  Om Teguh juga yang selalu menghiburnya jikalau teman-teman sekolahnya selalu mengata-ngatainya sebagai anak haram.

Mereka semua lupa pada kenyataan bahwa ia tidak pernah menginginkan keadaan yang seperti ini. Siapa sih yang ingin lahir dan kemudian di cap menjadi anak haram? Tidak ada, Lia yakin. Tetapi lagi-lagi tidak ada yang peduli. Yang mereka tahu adalah kalau kelakuan ibunya itu hina, dan ia adalah anak hasil zina. Dan ia harus menerima hujatan itu terus menerus seumur hidup hidupnya.

"Dan Tan—Tante sangat membutuhkan uang itu untuk biaya pengobatan Om Teguh saat ini. Maaf ya, Lia. Bukan maksud Tante untuk memaksa. Tetapi keadaan Om lah yang membuat Tante khawatir."

Suara tantenya membuat lamunan Lia buyar dan kembali ke alam nyata.

"Ya ampun, Tante. Kenapa harus minta maaf. Kan itu memang kewajiban Lia untuk membayar semua hutang-hutang ibu. Berapa jumlah uang yang dulu di pinjam oleh ibu, Tan?"

"Dua ratus juta, Lia. Dan minggu depan adalah jadwal pertama kemo Om Teguh."

"Ok Tante. Beri Lia waktu seminggu ya, Tan? Dan semoga Om Teguh bisa sembuh seperti sedia kala, aamin."

C A M E L I A Baca Part Lengkapnya Di Karyakarsa, Innovel, KBMappTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang