Part - 3

29.2K 1.5K 26
                                    

Suara kicauan burung membangunkan gadis itu dari tidurnya. Perlahan ia membuka kelopak matanya dan duduk bersender di kepala ranjang. Ia meregangkan otot-otot nya yang terasa pegal.

"Aww!" lirihnya ketika luka di lengannya terasa sakit. Dia diam sejenak memperhatikan lengannya yang sudah di obati dan di balut dengan perban.

'Siapa yang mengobati lukaku?'batin Cara.

Cara masih diam memperhatikan lengannya. Dia baru ingat bahwa ia semalam di lukai oleh Russel dan ia pingsan dan tidak mengingat apapun setelah itu.
Dia beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini hari Minggu jadi ia punya banyak waktu senggang. Setelah selesai membersihkan diri dan berpakaian,Cara pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Sarapannya telah selesai,Cara duduk di sofa sambil menatap layar televisi di hadapannya. Hari ini ia tidak punya rencana untuk pergi jalan-jalan atau menghabiskan waktu di luar rumah.
Cara memegang remot tv dan menekan tombol remot beberapa kali untuk mencari acara yang bagus.

'Sangat membosankan' gumam Cara.

Akhirnya Cara mematikan tv karena tidak ada acara atau film yang bagus. Ia pergi ke kamar nya dan mengambil novel di rak buku. Menghabiskan waktu sendirian sudah sering ia lakukan.

"Sepertinya aku harus membeli beberapa novel baru" ucapnya pada diri sendiri.

 Cara mengambil jacket dan kunci mobil,ia bergegas keluar rumah. Setelah ia mengunci pintu ia langsung masuk ke mobil dan menuju ke toko buku langganannya.

***

"Hai,Cara,lama tidak bertemu," ucap Diana-penjaga toko buku.

"Hai,Di." jawab Cara dengan senyuman.

Ia berbincang sebentar dengan Diana,setelah itu Cara langsung memilih-milih novel terbaru yang ada di toko buku tersebut. Membaca novel adalah salah satu hobinya. Setiap bulan ia pasti membeli banyak novel. Karena saat ia bosan yang di lakukannya yaitu membaca novel. Ia juga tidak tanggung-tanggung membeli novel. Sekali beli paling sedikit lima novel yang ia beli. Ya itulah hobinya.

Kali ini ia hanya membeli empat novel,karena novel yang menarik baginya hanya ada empat. Cara segera ke kasir dan membayar belanjaannya.

"Terima kasih," ucap Cara pada kasir.

Drrtt drrtt

Ponsel Cara bergetar. Panggilan dari Lidya. Ia langsung menggeser tombol hijau yang ada di layar.

"Ya,Lidya. Ada apa?" tanya Cara.

"Kau sedang ada dimana? Bisakah kita bertemu? Sudah lama kita tidak mengobrol berdua,jadi aku ingin bertemu denganmu,"

"Aku sedang di toko buku. Tentu saja bisa kita bertemu,"

"Baiklah,ingin bertemu dimana?

"Kita bertemu di cafe dekat toko buku langgananku. Aku akan menunggumu di sana."

"Okay,aku segera kesana."

Setelah selesai berbicara dengan Lidya,Cara langsung mematikan panggilannya. Ia berjalan kaki ke cafe tersebut karena jarak cafe dan toko buku hanya berselang dua toko.

***

"Baiklah aku akan pulang,sampai jumpa lain waktu." ucap Cara pada Lidya.

"Ok,hati-hati di jalan. See you!"

Setelah beberapa jam mengobrol dengan Lidya,Cara memutuskan untuk pulang. Hari sudah sore dan matahari segera terbenam. Lidya teman satu-satu nya yang dekat dengan Cara. Ia berbagi cerita dan berbagi suka duka dengan Lidya. Sebenarnya ia mempunyai banyak teman,tapi hanya Lidya yang sangat dekat dan sangat mengerti pada dirinya.

Cara berjalan ke arah tempat mobilnya terparkir.
"Hei! Apa yang kau lakukan pada mobilku?!" Cara berteriak ketika melihat seseorang berjongkok di samping mobilnya yang melakukan sesuatu pada ban mobilnya.
Ia segera menghampiri orang tersebut,dan orang itu langsung pergi meninggalkan Cara.

"Astaga! Dia membuat ban mobilku bocor,"

Orang tadi menancapkan paku pada ban mobil Cara. Entah apa tujuannya melakukakan itu. Cara langsung menghubungi montir mobil untuk memperbaiki ban mobilnya yang bocor. Ia tidak bisa pulang mengendarai mobilnya dengan keadaan mobilnya seperti itu.
Tak lama kemudian seorang montir datang.

"Nanti jika sudah selesai,bapak hubungi saya saja. Hari sudah mulai gelap." ucapnya pada montir tersebut.

"Baik nona."

***
Cara pulang kerumah menggunakan taksi. Sekarang sudah pukul 7 malam. Tadi sebelum ia pulang,ia mampir sebentar ke supermarket membeli beberapa barang keperluannya.

Dia mengambil kunci rumah dari tasnya dan segera membuka pintu rumah. Ketika ia menutup pintu dan ingin menguncinya,tiba-tiba ada yang menahan pintunya. Cara terkejut dan ia melihat seorang pria berdiri di depan pintu rumahnya.

"Hei! Apa yang ka--" ternyata pria itu Russel.

"Russel?" Cara langsung menutup pintu. Tapi pintunya lagi-lagi di tahan oleh Russel.

"Buka pintunya!" ucap Russel setengan berteriak.

Ketakutan mengampiri diri Cara. Dia takut akan ada hal buruk yang terjadi. Ia terus mencoba untuk menutup pintunya. Kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan pria yang ada di depan pintu rumahnya.

'Apa yang dia inginkan dariku? Ya Tuhan tolong aku! '  batin Cara.

Cara berhasil mengunci pintunya. Ia merasa lega. Ketika ia membalikkan badan dan ingin melangkahkan kakinya,Russel berteriak membuat Cara berbalik menghadap pintu.

"Buka pintunya atau akan aku dobrak!" Russel berteriak.

"Tidak akan! Pergilah dari sini. Dasar orang gila!"

Hening. Tidak ada suara Russel  lagi berteriak. Mungkin dia sudah pergi. Baguslah jika dia sudah pergi. Cara akan aman dan tidak perlu takut lagi. Siapa yang tidak takut pada orang asing seperti Russel?

Cara tersenyum karena tidak ada lagi Russel yang mencoba untuk membuka pintunya.

Brukk

Senyuman Cara seketika memudar karena pintu berhasil terbuka. Russel membuka pintu dengan sekali dobrakan. Cara sangat takut. Ia meraba-raba isi tasnya dan mencari ponselnya. Ia ingin menghubungi Lidya untuk meminta bantuan.

"Mencoba untuk meminta bantuan?" Cara melotot ketika Russel mengambil ponsel dari genggamannya dan melemparkannya ke sembarang arah.

"Kenapa kau selalu menggangguku?" Cara bertanya dengan lembut. Ia berpura-pura tidak takut dan tetap tenang.

"Aku hanya ingin bermain denganmu? Apa tidak boleh?" Russel tersenyum miring.

Cara diam. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Bodoh! Seharusnya ia lari bukan? Cara berbalik dan ia berlari menuju kamarnya. Mungkin disana sedikit aman.

"Jangan mencoba lari dariku!" Russel berteriak dan menyusul Cara yang berlari.

Dia langsung mencengkram pergelangan tangan Cara dan membalikkan badannya sehingga mereka berhadapan. Cara benar-benar ketakutan sekarang. Keringat mulai membasahi wajahnya.

"Jangan berteriak! Atau aku akan menusuk tenggorokanmu!" dia tersenyum melihat Cara yang ketakutan.

"Aku ingin kau merasakan sakitnya," dia mengeluarkan pisau lipat dari saku jaket nya.

"Kenapa kau melakukan ini?" tany Cara dengan hati-hati.

"Karena aku ingin," tatapannya tajam ke arah Cara.

***

TBC

Ann-

PSIKOPAT [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang