Jejak

8 0 0
                                    

Di sore hari, saat mata sudah mulai sayup karena perkuliahan yang sangat padat dari pukul 07.00 WIB. "Aku tak ingin ini berlangsung lebih lama lagi", pikirku dalam hati dengan suasana kacau. Hujan gerimis menambah suasana sepi sore itu. Kampus sudah mulai sepi, suara Mahasiswa di luar kelas juga tak lagi terdengar, hanya suara Dosen, gerakan kakiku dan gretakan tangan beberapa Mahasiswa yang sudah lelah dengan perkuliahan. Hingga Dosen memberikan penutup yang tak pernah kulupa dalam hidupku.

"Kalian boleh hidup tanpa makan, dan kalian pasti juga akan kesulitan jika hidup tanpa air. Tapi, hidup kalian tak akan berarti tanpa harapan". Begitulah kiranya beliau mengucapkan, dengan penuh penekanan dan pesan aku sadar beberapa menit yang lalu, atau beberapa detik yang lalu aku telah menyerah untuk memperbaiki diriku. Aku telah lelah berharap bahwa aku mampu melewati semua yang hadir kepadaku. Begitulah aku disadarkan dengan berbagai kemalasanku.

Suara lantunan ayat Al-Qur'an yang selalu dikumandangkan menjelang maghrib terasa nyaman didengar. Koridor kampus benar-benar sepi saat itu. Hanya beberapa mahasiswa berjalan keluar sambil sesekali berbincang dan bergurau untuk melepas penat. Pintu depan lobby gedung juga telah ditutup. Kami yang pulang terakhir harus melewati pintu belakang. Terlihat penjaga gedung lengkap dengan jaket dan helm yang ia kenakan bersiap untuk pulang. ia rela menunggu kami selesai  dengan menanti redanya hujan gerimis sore itu.

Aku suka bau basah hujan, aku suka rintikan demi rintikan gerimis yang katanya membuat kepala pusing, aku suka pohon-pohon yang terlihat gembira karena basah hujan, aku juga suka suara gerimis yang teratur memecah hening namun membawa  sepi. Aku tak tau yang lain, tapi aku suka suasana ini.

"ir, pulang dulu ya....", begitulah teman-teman berpamitan satu persatu kala mereka sudah siap dengan sepeda motor lengkap jas hujan. Aku melambaikan tangan serta berdo'a mereka  selamat hingga tujuan. Dan aku kembali berjalan dengan tenang lalu menaiki sepeda kesayangan. Sepedaku melaju pelan, sengaja, agar lebih lama menikmati suasana sepi ini. begitulah aku dengan kecintaanku terhadap suasana sepi. sepi yang membawaku kepada ingatan-ingatan konyol dan menyedihkan bagi orang lain. yang juga membawaku kepada ingatan satu semester yang lalu. kala aku bertemu dia yang bahkan saat ini aku tak tau bagaimana.

Pernahkah merasa bahagia hanya dengan melihat story instagramnya ? pernahkah merasa sangat bahagia hanya dengan mendengar musik yang dia putar dan itu kau ketahui melalui story instagramnya pula ? pernahkah mengakui bahwa penjelasannya sangat rumit dan aneh tapi tetap menyukai saat dia berbicara ?pernahkan senang melihat rambut yang berantakan sedang selama ini mencintai kerapian ? dan pernahkah-pernahkan yang lainnya ? pernah yang sungguh bertabrakan dengan kesenangan, kebiasaan dan selera yang dengan tegas dibatasi, lalu seakan melupakan pernah mengatakan batasan-batasan tersebut dengan menyetujui apa yang ada pada dirinya dan menganggap itu sebuah keindahan ? apakah nama yang tepat untuk ini ?

Bagiku melihatmu sesulit melihat pagi. Sulit menerima kenyataan bahwa hari sudah pagi. Tak mampu menerima kenyataan bahwa itu pagi di hari senin. Dan Berat karena itu pagi. Seperti Berat karena itu kamu. Begitulah kiranya aku dalam melihatmu. Sampai saat ini aku tak tau ini apa dan nama yang tepat apa ? pikiranku terus melayang jauh kearah beberapa bulan yang lalu yang sempat membuatku bahagia ketika hendak berangkat kuliah. membuatku menunggu dan menghitung hari dimana aku bisa melihatnya. dan menghitung jam pergantian kuliah dimana aku bisa menatapnya.

aku telah keluar melewati gerbang kampus. aku sudah basah kuyup saat itu. tapi aku tak peduli. aku menyusuri jalanan perumahan dengan pohon-pohon rindang disamping jalan, benar-benar suasana yang tak ingin kulepaskan. hingga aku kembali melihatnya, kembali, ditempat yang tak kuduga dan dengan keadaan yang tak kuharapkan. aku tak yakin dia mengingatku, oh tidak, aku tak yakin dia pernah melihatku sebelumnya. aku tak yakin dia memperhatikan dengan seksama. Gerimis yang tadinya amat aku nikmati berubah semakin deras kurasa hingga aku tak henti mengayuh sepeda dan berlari jauh. sore itu, aku tak tau harus bahagia atau malu dengan penampilanku.

aku segera mandi dan membersihkan tubuhku. meski dalam keadaan begitu, aku tetap tak bisa menghilangkan bagaimana pikiran dia mengenai diriku sore ini. aku berharap dia melihat, benar ingin dia melihat bahwa itu aku. tapi apa daya, rasanya tak mungkin bagiku. dan ditengah hujan yang semakin mengguyur deras rumah-rumah, aku mengguyurkan badanku dibawah shower dengan pikiran melayang entah kemana. Kau memang telah beralari jauh menuju banyak tempat dan bertemu banyak orang, namun jejakmu, jejakmu di kelas, jejakmu di pos kamling perumahan, dan jejakmu dihatiku belum pernah pergi bersama ragamu.




You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 21, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Melawan PagiWhere stories live. Discover now