Dandelion mengerjapkan matanya pelan. Dia merasa berada diatas ranjang yang empuk dan hangat. Ini bukan kamarnya. Dandelion yakin itu. Gadis itu tidak mempunyai ranjang seperti ini. Lalu dimana dia sekarang?.
Seingatnya sebelum Dandelion pingsan dia berada dipinggir danau yang letaknya tidak jauh dari rumah. Danau yang dikenal warga setempat sebagai danau angker. Dandelion yang merasa penasaran akhirnya mendatangi danau itu. Dan setelahnya, Dandelion tidak mengingat apapun.
Ceklek
Mendengar suara pintu dibuka membuat Dandelion mengalihkan pandangannya kearah pintu. Disana, seorang wanita cantik masuk dan menghampiri Dandelion. Yang membuat Dandelion heran, pakaian yang dikenakan wanita itu sangat kuno. Wanita itu mengenakan gaun berwarna biru panjang mencapai mata kaki.
"Ternyata kau sudah bangun. Apa ada yang sakit?" Wanita itu tersenyum lembut yang membuat Dandelion merasa nyaman.
"Sudah nyonya. Terimakasih sudah menolong ku." Dandelion melihat pancaran sinar keibuan dimata wanita itu. Mengingatkan Dandelion pada ibunya. Ibunya pasti tengah khwatir karena Dandelion belum pulang.
"Ini dimana nyonya?" Dandelion bertanya sembari melihat keadaan sekitar. Sinar jingga sudah mulai terlihat, yang menandakan sebentar lagi malam akan tiba. Dia harus cepat pulang.
"Jangan panggil aku nyonya. Cukup panggil aku bibi Iris. Kau sekarang berada di Atlantis." Mata Dandelion membelalak kaget. Atlantis?. Kota yang hilang itu?.
"Anda jangan bercanda." Dandelion tertawa hambar. Tidak mungkin dkrinya berada di Atlantis. Tidak mungkin.
"Aku tidak bercanda. Kau memang berada di Atlantis." Mendengar suara tegas Iris membuat Dandelion menitikkan air mata.
Bagaimana dia bisa pulang?.
"Lalu, bagaimana aku bisa pulang bibi?" Dandelion menghapus air matanya. Dia tidak boleh cengeng.
Bibi Iris terseyum lalu mengusap kepala Dandelion dengan lembut.
"Kau tidak bisa pulang, nak. Ini rumahmu. Mulai saat ini, kau anggota keluarga ini."***
Pagi ini Dandelion di sibukkan dengan menyiapkan makanan untuk anggota keluarga yang lain. Meskipun ada maid, namun Dandelion memilih untuk membantu mereka. Dandelion sadar diri. Dia hanya menumpang dirumah ini.
Yang baru Dandelion sadari, ternyata keluarga barunya merupakan salah satu keluarga terpandang didesa ini. Dandelion mengetahuinya dari Bibi Rose, kepala maid disini. Beliau sudah mengabdi dikeluarga ini sejak 50 tahun yang lalu.
Tepukkan dibahunya membuat Dandelion tersadar dari lamunannya. Dandelion tersenyum ketika melihat Bibi Iris dan Paman Gustavo sudah duduk dimeja makan.
"Deli, bibi kan sudah mengatakan nya. Kau tidak perlu ikut membantu para maid disini. Mulai sekarang kau anggota keluarga ini." Paman Gustavo tersenyum lembut kearah Dandelion.
"Tidak apa - apa paman. Toh juga ini bukan pekerjaan yang sulit. Aku akan merasa bosan jika tidak melakukan apapun."
Bibi Iris menghela nafas mendengar penuturan Dandelion. Gadis ini benar - benar keras kepala. Bibi Iris dan Paman Gustavo tidak bisa menghalangi Dandelion.
"Yasudah, sekarang kau duduk dan kita akan sarapan bersama."
Dandelion menganggukkan kepalanya lalu duduk disamping Bibi Iris. Dandelion merasa nyaman bersama keluarga barunya. Meskipun dia merindukkan ibunya, namun Dandelion tidak bisa berbuat banyak. Ini sudah takdirnya berada disini.
***
To be continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER WORLD
FantasySemua terasa rumit saat tiba - tiba aku terbangun di tempat asing. Tempat dimana semua makhluk yang dianggap mitos ada disini. Tempat dimana banyak misteri di dalamnya. - Dandelion Quinina