Tiga (Novel Version)

165K 11.1K 124
                                    

"Sasa, kamu dengar Mas, nggak?" Suara Arion terdengar di seberang sana.

"Dengar, Mas. Ini Sasa lagi sarapan. Mas ngapain sih, telepon Sasa pagi-pagi?"

"Kamu kerja apa? Di mana? Jangan aneh-aneh, Sa. Jakarta itu kota besar, banyak orang jahatnya di sana."

"Mas tenang aja, kerjaan Sasa aman, kok. Lagian kan Sasa udah bilang, kalau Sasa nggak kerja, Sasa nggak bisa makan lagi."

"Mas kan juga udah bilang, kamu di mana biar Mas samperin. Mas janji nggak akan bilang sama Om soal keberadaan kamu. Kamu mau kabur sampe berapa lama Mas nggak masalah. Tapi kamu nggak usah kerja. Diam aja di indekos biar Mas yang biayain hidup kamu."

"Kalau gitu kapan Sasa dewasanya? Sasa mau belajar hidup mandiri, Mas. Pokoknya Mas Arion jangan khawatir, Sasa pasti baik-baik aja. Kalau Sasa butuh bantuan, Sasa pasti langsung hubungin Mas. Udah ya, Mas. Sasa buru buru nih, mau berangkat kerja." Clarissa segera menutup panggilannya tanpa mendengar balasan dari sepupunya itu. 

Semenjak menerima pesan bahwa Sasa pergi dari rumah, Arion tidak henti-hentinya menghubungi setiap hari. Pagi, siang, malam, seperti jadwal minum obat. Tidak henti hentinya juga Arion menanyakan lokasi indekosnya.  Clarissa  sengaja tidak bilang. Clarissa yakin setelah dia mengatakan di mana lokasi indekosnya, dirinya akan menemukan Papa dan Clarinna berada di depan pintu keesokan harinya.

Clarissa menyelesaikan sarapan paginya dengan tergesa. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai asisten seorang Daniel. Dari artikel yang banyak ia baca semalam, Daniel sebenarnya tidak semenyeramkan yang Tara ucapkan. Artikel yang ia baca banyak menyebutkan bahwa Daniel sangat ramah kepada fansnya. Itu tidak buruk, kan?

Setelah sepiring nasi goreng sudah berpindah ke dalam perutnya, dengan segera Clarissa beranjak menuju apartemen milik Daniel. Sepanjang berdiri di dalam transJakarta, Clarissa sibuk berpikir tentang kehidupannya selanjutnya. Kini setelah ia memutuskan untuk kabur dari kehidupannya yang cukup layak bahkan berlebih, ia malah menjadi seorang asisten yang menurutnya sama saja seperti seorang pembantu.

Jadi, apakah ia menyesal sekarang?

Tidak!

Ini lebih baik daripada menjadi bayang-bayang Clarinna yang sempurna. Clarinna memang sempurna dan sangat berbeda dengan dirinya. Clarinna pintar, banyak teman, mudah bergaul, dan banyak kelebihan lainnya yang tidak dimiliki seorang Clarissa yang terlampau tertutup dan cuek dalam menghadapi kehidupannya. Selain pandai dengan wajan dan spatula, Clarissa tidak memiliki kelebihan lain.

Jika Clarinna adalah seorang yang sangat pengertian dan peka terhadap lingkungan sekitarnya, berbeda dengan Clarissa yang terlampau tidak acuh. Bahkan sangat tidak acuh sampai-sampai ketika seorang anak kecil menangis karena mobil-mobilannya terlindas oleh sepatu kets milik Clarissa, gadis itu hanya berlalu, lanjut berjalan memutari taman dengan es krim yang sedang dinikmatinya.

Jika Clarinna hampir mengenal seluruh siswa di sekolahnya, berbeda dengan Clarissa yang bahkan hanya mengenal teman sekelasnya. Itu pun tidak bisa dibilang mengenal. Clarissa hanya tahu namanya karena setiap guru yang akan mengajar mengabsen siswanya satu per satu.

Clarinna memiliki banyak teman dalam hidupnya. Siapa pun akan mudah akrab dengan Clarinna yang ramah dan pandai bergaul. Berbeda dengan dirinya yang tak memiliki teman satu pun. Ya, satu pun!

Mengingat kenyataan itu membuat Clarissa meringis.

Ia meratapi kehidupannya yang sangat berbanding terbalik dengan Clarinna. Dari sekolah dasar, Clarissa sibuk dengan dunianya sendiri—tumpukan novel yang selalu dibawanya ke mana-mana. Melupakan lingkungan sekitar yang harusnya ia perhatikan. Clarinna selalu terang-terangan mengutuk sifat Clarissa itu. Clarinna bilang, Clarissa punya dunianya sendiri dan tak mau keluar dari zona nyamannya. Itulah yang membuat dirinya seakan-akan terisolasi dari dunia luar. Karena tindakannya yang mengisolasi dirinya sendiri. 

Romankasa [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang