Bagian 1

17 2 0
                                    

“Bismillahirrohmanirrohim ~
Banyu iku ringkese mung dadi loro ~~ Peretalane banyu iki dadi loro “

Sang fajar pun belum memuali keelokan dirinya, namun alunan nadhom indah dari para ukhti sudah mulai menggema. Alunan indah yang melebihi indahnya biola yang mengalun dengan sendu.
Pondok Putri Al-Mukaromah Madiun adalah sumber alunan nadhom nan indah di pagi hari tersebut. Nadhom yang tiada henti mereka lantunkan di setiap paginya. Mungkin bagi kalian sudah pernah mendengar nadhom ini, nadhom “syi’ir pasolatan” yang hampir dipelajari banyak santri pemula, bukan karena para ukhti ini  pemula sehingga harus melantunkan nadhom itu, mereka selalu melantunkan nadhom ini agar mereka tidak lupa dengan nadhom ini.
Bisa karena terbiasa adalah hal yang wajib dilakukan para ukhti santriwati pondok Al-Mukaromah ini.

“Subkhanakallohuma Wabihamdika, Ashadu ‘ala ila haila anta..
Astaghfiruka wa atubu ilaik,…..”

Para santriwati ini berhamburan keluar setelah kegiatan pagi hari ini ditutup dengan do’a “Kafarotul Majlis” . mereka berebutan keluar dari masjid karena mereka harus mengantri untuk mandi pagi seusai nadhoman yang dilakukannya.

Seorang santriwati berjalan gontai menuju gotak(bahasa awamnya adalah kamar/asrama) nya.
Ia duduk dengan wajah tertunduk di pojok kamar. Tiba-tiba ia menangis. 4 orang santriwati memasuki gotak itu, gotak yang bernama Al-Baqoroh  dan langsung merangkul ukhti yang sedang menangis tadi.

“tidak papa, nis.. kita ada buat kamu kok.” Ucap seorang dari keempat gadis remaja itu.
“iya, nis.. kamu harus semangat” ucap yang seorang lainnya yang memiliki badan gemuk.

Perlahan santriwati yang menangis tadi mendongakkan kepalanya. Ia tersenyum dan mencoba menyeka air mata yang membasahi wajahnya.

3 Jam sebelum Ukhti Menangis….

“Bangun.. Bangun… Bangun… !!!” teriak seorang kakak pengasuh yang berkeliling ke setiap gotak pondok. Teriakan yang semakin lama terasa semakin keras. Teriakan itu semakin keras begitu sampai didepan gotak Al-Baqoroh.

“Bangunn… Bangun.. !!!”
Kakak itu menggoyang-goyangkan badan-badan para juniornya yang sebenarnya telah bangun namun mata enggan terbuka karena dinginnya malam itu.

“Anisa Amatulloh, kamu dipanggil bu nyai.. buruan bangun..” ucap kakak itu sembari menarik selimut Anisa.
“Ini masih malam, Kak Um.. jangan bohong deh…” ucap Anisa masih dengan mata tertutup sembari menarik kembali selimutnya.
“Kak Um nggak bohong loh yaa.. jangan nyesel kalo bu nyai marah-marah sama kamu..” ucap Kak Um kemudian berlalu dan kembali ke tugasnya membangunkan santriwati yang lain.

Anisa pun bangun dari tidurnya. Ia masih dalam keadaan duduk di atas karpet nya. Dengan sekuat tenaga ia mencoba membelalakkan matanya yang terasa sangat berat itu. Mungkin ia baru tidur 2 jam yang lalu karena harus mengikuti Syawir (mengulangi pelajaran yang sudah di berikan, biasanya nambal kitab yang belum dimaknani). Ia edarkan pandangan ke sekelilingnya. Teman-temannya ada yang sudah bangun namun sengaja berdiam diri saja karena rasa kantuknya.

Anisa bangkit dari duduknya menuju tempat wudhu, ia basuh mukanya dengan air suci itu. Air yang benar-benar mampu menjadi obat kantuk buatnya. Ia kembali ke gotak dan membangunkan teman-temannya yang masih dalam alam mimpi yang indah.

Di gotak Al-Baqoroh terdiri dari 5 orang santriwati, begitupun dengan gotak-gotak yang lainnya. Gotak Al-Baqoroh berisi anak-anak yang sudah cukup lama mukim di pondok Al-Mukaromah. Salah satunya Siti Karimah, santriwati yang biasa dipanggil kakak oleh teman-teman segotaknya itu, Kak Siti sudah 7 tahun di pondok tersebut. Anisa sendiri sudah 3 tahun berada di pondok itu. Pondok putri Al-Karomah sudah seperti rumah kedua bagi mereka, tempat dimana mereka berjuang bersama, tertawa bersama, berbagi kesedihan bersama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Biarkan Hati Yang BerfikirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang