Ale's Day

10.9K 894 593
                                    

Seminggu ini kuping Ale terasa pengang karena rengekan Erisha yang minta pulang ke Jakarta. Cewek itu sudah tidak ada kuliah, hanya tinggal mengerjakan skripsi. Jadi bisa pulang ke Jakarta kapanpun. Masalahnya adalah Erisha tak mau pulang ke Jakarta sendiri dan meminta untuk diantar Ale.

Ale jelas heran, Erisha yang hampir empat tahun pulang ke Jakarta dengan aman pakai travel, sekarang malah merengek minta diantar. Bukannya Ale tidak mau, toh dia sudah tak terhitung pulang ke Jakarta bareng Erisha juga. Yang Ale permasalahkan adalah paksaan Erisha yang tidak masuk akal ini.

"Biasanya juga kita balik ke Jakarta bareng, kan?" seluruh tubuh Erisha kini menghadap Ale yang tengah fokus menyetir.

"Iya, Rish," jawab Ale sabar. "Tapi minggu depan nggak bisa. Hari kerja, lagi. Aku udah ada kerjaan."

"Ale nggak mau nganterin aku lagi?"

Lah, lah, mulai nih Erisha melancarkan jurus ngambeknya.

Ale melirik Erisha lalu menggeleng samar. "Bukan nggak mau. Tapi nggak bisa," ucapnya lagi.

Erisha menghela napas keras lalu memanyunkan bibirnya.

Ale melirik pacarnya lagi. "Emang kenapa kalau naik travel? Aku anterin sampai poolnya, deh."

"Nggak mau. Maunya pulang sama Ale!"

"Hari Rabu?"

"Iya!"

Ini juga yang diherankan Ale, Erisha minta pulang hari Rabu. Tumben banget, biasanya dia pulang tiap weekend. Tapi mengingat Erisha sudah tak ada kuliah, jadi Ale menganggapnya wajar kalau memang dia mau pulang kapanpun.

Tapi bukan hari Rabu.

Dari tujuh hari dalam seminggu, kenapa juga Erisha minta pulang hari Rabu? Ngotot pula! Seolah-olah hari selain Rabu sangat merugikan bagi cewek itu. Padahal dari jauh-jauh hari pula Ale sudah menolak permintaan Erisha dengan alasan pekerjaan. Lensproject harus syuting video promosi sebuah kafe, dan dari jadwal yang sudah disusun timnya, Rabu adalah hari yang dipilih untuk syuting.

"Rish, aku bener-bener nggak bisa hari Rabu. Kamis pagi aja, gimana? Jam 6 pagi kita berangkat," Ale memberikan penawaran lagi.

Erisha menggeleng kuat-kuat. "Hari Kamis aku udah ada janji sama Mama. Kalau nggak ada janji sih aku nggak bakal sengotot ini!"

Ale mengatupkan bibir. Oke, Erisha mulai emosi rupanya.

"Kan aku udah bilang dari kemarin kalau aku ada kerjaan hari Rabu," tetap sabar, Ale kembali memberkan pengertian.

"Biasanya juga bisa ganti hari, kan? Kak Raymond bisa mindahin jadwalnya, kan?"

Erisha tidak salah, memang. Tapi yang tidak dimengerti Erisha adalah pemindahan jadwal syuting bisa dilakukan kalau pihak klien belum menyepakati hari. Tapi ini, baik Lensproject dan klien sudah sepakat hari Rabu. Tak ada gugatan.

"Nggak bisa, Erisha. Jadwalnya udah nggak bisa diganti."

"Terus aku pulang gimana? Sendirian?"

Dahi Ale berkerut. Biasanya juga Erisha pulang sendirian, kan? Bareng Ale kebetulan jadwal pulang mereka sama.

"Lagian kenapa, sih, nggak mau pakai travel?" tanya Ale.

Erisha melipat tangan di depan dada. Kerutan di dahinya menegaskan kalau dia sudah benar-benar kesal pada Ale. "Maunya pulang sama Ale. Kamu habis wisuda malah makin sibuk, malah jarang pulang juga. Terus aku yang lagi punya banyak waktu pulang malah pulang sendirian. Ale emang nggak mau pulang bareng aku lagi?"

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang