2. Kesalahan Masa Lalu

1.2K 74 17
                                    

"Meskipun banyak orang yang membencimu, janganlah menundukkan pandanganmu. Karena itu bisa menjadi senjata mereka untuk mengalahkanmu."

*****

Baru saja motornya memasuki garasi rumahnya, Aldi disuguhi pemandangan yang tidak ia harapkan. Melihat mamanya ditarik rambutnya oleh papanya. Mata Aldi terus mengawasi sampai papanya menendang mamanya, barulah Aldi turun dari motornya. Ia berlari kencang dan langsung melindungi mamanya. Punggung Aldi mendapatkan tendangan kencang karena melindungi mamanya. Ia meringis kesakitan. Aldi tidak bisa membayangkan jika mamanya yang menerima ini semua.

"Mas sudah ...sudah. Cukup! Jangan sakiti Aldi!" ucap mamanya di sela-sela tangisannya. Tangannya mendekap tubuh anaknya yang kian melemas. Bisa ia rasakan tulang dipunggung Aldi berbunyi.

"Biarkan Ma. Asal jangan Mama yang sakit," ucap Aldi lemas. Matanya sudah semakin berat. Punggungnya seakan remuk dan tubuhnya tidak lagi terasa. "Maafin Aldi, Ma."

Sekarang Aldi benar-benar tidak sadarkan diri. Tian, papanya baru berhenti saat dirasa ia sudah cukup memberi pelajaran kepada anak dan istrinya.

"Urus anak ini!" bentaknya. Tian masuk ke mobilnya dan pergi dari rumah.

Fara, Mama Aldi mencoba bangun dan mencari kunci mobil di dalam rumah. Kondisi Aldi tidak bisa dibilang baik. Ia membutuhkan perawatan medis.

"Mari Nyonya saya bantu," ucap Pak Hasan. Ia satpam di rumah itu. Ia merasa kasihan terhadap Fara dan Aldi. Kedua majikannya itu selalu menjadi korban dari kemarahan Tian. Entah sebab apa Pak Hasan tidak mau tau karena ia hanya seorang satpam.

*****

"Mana sih! Kemarin bilang iya. Sekarang gue harus nunggu kan!" Katrina mengerucutkan bibirnya sambil memegangi ponselnya. Memang ia tidak punya kontak Aldi. Katrina juga tidak tau kalau Aldi tidak masuk sekolah. Dan dia merasa tidak perlu tau karena Katrina hanya butuh kehadiran Aldi di pesta pernikahan Ber malam nanti.

"Bego!" Katrina menepuk keningnya. "Jangan-jangan dia bohong, ya ampun bego banget sih gue."

Katrina menghentakkan kakinya dan membuka pintu mobil dengan kasar. Wajahnya merah padam menahan kesal. Baru pertama kalinya ia percaya tidak akan dikecewakan laki-laki, sekarang harus menelan hal itu.

Terdengar ketukan dari kaca mobil. Seorang cowok dengan rambut klimis.

"Apa!" Bentak Katrina. Yang mengetok kaca tadi adalah kakak kelasnya. Namun Katrina tidak peduli.

"Aldi masuk rumah sakit." Cowok itu berlalu.

"What the fuck man! Rumah sakit mana?" teriak Katrina. Kepalanya menyembul di kaca mobil.

Cowok tadi berbalik, wajahnya menyiratkan ketidaktahuan. "Gue gak tau."

Bukan Katrina jika langsung menyerah. Dia keluar dari mobil dan menghadang jalan kakak kelas tadi. "Tau dari mana kalau gue nunggu Aldi? Lo siapa dia?"

Rizki, teman sekelas Aldi yang juga dikenal introvert. Tetapi itu hanya topeng belaka. Sama halnya seperti Aldi.

"Aldi cuma pesen itu. Kata dia, lo nggak perlu ke rumah sakit."

"Gimana sih! Dia udah janji kemarin." Katrina menatap langit kemudian mengembuskan napasnya. "Bilang sama dia. Pulang dari rumah sakit akan berurusan sama gue."

Rizki mengangguk dan pergi. Meninggalkan Katrina dengan kekesalan dan sedikit rasa penasaran.

Kemarin Aldi baik-baik saja. Bahkan Katrina yakin tidak ada yang salah dengan cowok itu. Setaunya Aldi tidak punya penyakit jantung sehingga harus berobat mendadak. Atau Aldi hanya mempermainkannya?

"Eh Kutil ngapain lo bengong!"

Katrina memutar bola matanya. Lamunannya buyar karena Naya menepuk pundaknya. Disusul dua sahabatnya yang lain.

"Tumben lo nggak cabut duluan." Cellyn, melemparkan botol air kosong ke dalam tong sampah.

"Nunggu gebetan baru? Berapa sih jumlah gebetan lo?" Kali ini Edel ikut andil. Katrina ya Katrina. Tidak jauh dari sifat playgirlnya.

"Gue harus gimana? Nanti malam pernikahan Kak Ber. Lo semua tau kan?"

"Enggak," jawab ketiga sahabatnya bersamaan.

"Terserah kalian tau apa nggak. Gue nggak mau dijodohin Cell." Katrina bergelayut di lengan Cellyn seperti kukang dengan ranting pohon.

Edel dan Naya menggelengkan kepalanya. Beginilah Katrina jika sudah tidak bisa menghadapi masalahnya. Dia bisa semanja kukang dan menggelikan seperti cacing kepanasan.

"Oke, nggak ada pilihan lain. Lo bawa Mike aja," putus Naya.

Tidak salahkan Katrina membawa Mike? Cowok yang menurut Katrina setengah cewek? Memang sih Mike sahabatnya, tapi kan-

"Bawa Mike atau dijodohin?" Edel mengerlingkan matanya.

*****

Suasana gedung pernikahan Ber sangatlah ramai dan meriah. Hiasan bertema mewah memenuhi setiap sudutnya. Ber memang menyukai sesuatu yang gemilang. Berbeda dengan Katrina, gadis itu suka sesuatu yang biasa asal berwarna pink.

Jauh dari keramaian, Katrina dengan dress selutut berwarna pink dan rambut yang dicurly, membuatnya tampak seperti wanita tionghoa sesungguhnya. Dia berdiri tepat di sebelah gedung yang merupakan tempat parkiran mobil untuk para tamu.

Dari sepenglihatannya, para tamu termasuk kaum berkelas. Dilihat dari pakaian dan mobil mereka. Apalagi Papa Katrina merupakan pemilik rumah sakit ternama di Jakarta. Membuat semua tamu berasal dari keluarga kaya raya. Ketiga orangtua sahabatnya juga ikut. Mereka juga termasuk kolega bisnis papanya.

Saat ini adalah saat yang paling menegangkan di hidup Katrina. Dia tidak mau dijodohkan. Katrina ingin mengatakan kalau ia tidak bisa seperti Ber. Tapi semua itu akan mempermalukan kedua orangtuanya.

Dengan langkah lunglai, Katrina berjalan masuk ke gedung. Matanya bersiborok dengan mata Berlian. Wanita itu tampak senang sekali melihat Katrina berjalan sendirian tanpa pasangan, sesuai harapannya.

Di atas panggung, sudah berdiri keluarga besarnya yang akan berfoto bersama. Juga berdiri laki-laki yang akan dijodohkan dengan Katrina. Memang dia tampan, tapi tampan tidak menjamin kebahagiaan bukan?

Katrina menarik napasnya dalam-dalam. Ia harus berani naik atau keluarga besarnya semakin mempermalukannya. Seperti anak buangan yang tidak dianggap. Semua keluarganya bersinar, berkilauan dengan permata dan intan yang menghiasi pakaian serta aksesoris mereka.

Di pijakan pertama, Katrina menatap bawah. Ia sungguh butuh tangan yang bisa menggenggamnya. Menguatkannya bahwa ia bisa hidup di tengah-tengah orang yang membencinya.

"Jangan menatap bawah kalau lo mau dihargai seseorang. Tegakkan dagu dan tersenyum. Dengan begitu mereka akan surut dengan sendirinya." Katrina menoleh mendengar suara itu. Betapa kagetnya karena Aldi datang dengan wajah yang lebam.

"Nggak ada persyaratan untuk wajah gue kan?"

Seiring dengan langkahnya, Katrina tersenyum kecil. Masih ada orang yang bersamanya, walau semuanya hanya pura-pura.











An:

Akhirnya aku bisa nulis lagi. Kesibukan mulai menurun. Dan semoga aja aku bisa lancar nulis kedepannya.

Jangan lupa untuk vote dan komen ya.

Different Pain (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang