1: Upacara

93 28 17
                                    

Suatu kesialan bagi Bulan yang satu sekolah dengan Bintang. Bagaimana tidak? Pasalnya Bulan selama ini selalu menghindari Bintang apalagi satu sekolah.

Kenapa? Karena setiap hari Bulan tidak lepas dari gangguan Bintang. Walau tidak sekelas tetap saja, intinya dia ngeselin!

"Hai cewek, jalan kaki aja nih?" Sapa pria yang menaiki motor dengan membuka kaca helmnya.

"Lo punya mata 'kan?"

Bintang yang menimbang-nimbang akhirnya hanya mengangguk. "Mau bareng sama gue?"

Bulan memutar bola mata malas. "Makasih, ga perlu."

"Masih pagi cuek amat neng,"

"Diam lo."

"Kalau lo ga mau, ya udah gue duluan. See you ya." Balas cowok itu dengan memainkan gas motornya, yang membuat wajah Bulan terkena tonjokan dari knalpot cowok itu.

"Ihh.. sengaja banget sih lo!!"

Bulan melanjutkan perjalanannya sampai masuk ke gerbang sekolah. Ia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan.

Berhubung hari Senin, sekolahnya akan melakukan upacara pagi. Tidak lupa Bulan yang ditemani sahabatnya Tabitha. Nama sahabatnya memang mirip dengan nama belakang dirinya Sabitha.

Jawaban Mama klasik saat di tanya mengapa menamai Bulan Sabitha karena aku lahir di malam hari, tepat di saat bulan sabit nampak.

Upacara sudah dimulai. Anggota osis berkumpul, mungkin ada razia atribut. Tenang saja, Bulan dan Bitha adalah anak yang disiplin. Tidak mungkin mereka kena hukum.

"Bul, atribut lo lengkap?" tanya Bitha yang memastikan apakah atribut Bulan lengkap atau tidak.

"Lengkap dong. Nih liat," Badan Bulan menyamping ke arah Bitha agar temannya itu bisa melihat. "Coba, apa yang kurang? Lengkap kan?"

"Dasi lo mana, Bul?"

"Nih," tunjuk Bulan ke arah kerah bajunya.

"Mana?"

"Masa lo ga lihat? In--" Bulan panik saat meraba kerah baju dan tidak menemukan dasinya. "Astaga! Perasaan gue udah pake dasi. Dasi gue mana?!"

"Sstt, jangan berisik! Nanti lo ketahuan."

"Ya mau gimana lagi. Antar gue ke toilet yuk!"

"Lo mau sembunyi di sana? Ga mungkin, osisnya juga udah deket tuh."

Jantung Bulan sudah berdebar tidak karuan, telapak tangannya dingin, dahinya sudah dipenuhi keringat. "Ih gimana, Bit? Kasih solusi kek. Nanti gue di hukum suruh bersihin sampah lapangan yang lebarnya ga kira-kira, males banget."

Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, membuat Bulan terlonjak kaget dan segera memutar badan. Damn, ternyata osis!

"Dasinya mana, dek?"

"Engh, itu kak.. anu.. apaya.." jawab Bulan yang terbata sampai harus garuk kepala yang tidak gatal.

"Apa?"

"Itu.. anu.. ketinggalan. Hehe, saya di sini aja ya kak."

"Ikut saya kebelakang."

Bulan menghela nafas saat melirik sahabatnya yang melambaikan tangan. Dasar teman. Harinya hancur, karena si ketek onta, dan lupa memakai dasi sialan itu.

Osis itu berhenti dan menatap dirinya. "Kamu berdiri di sini, sampai upacara selesai. Dan kamu akan mendapat hukuman jika kabur."

Bulan hanya mengangguk lemah. Setelah osis itu pergi, Bulan hanya melamun, tidak semangat, apalagi mendengarkan pengumuman.

"Dek, jangan melamun aja." tepuk seorang cowo yang Bulan kira osis.

"Eh, iya kak. Maaf." ucapnya dengan badan yang langsung tegap.

"Bulbul ini gue pelengkap hidup lo, Bintang."

Bulan lantas membulatkan matanya. "Ngapain sih ganggu gue terus? Sana pergi!"

"Jangan gitu dong, Bulbul." ucapnya dengan tangan yang menyentuh dagu perempuan itu. "Nanti gue berpaling ke lain hati lho,"

"Ih sana! Jangan coba nyentuh gue, haram tau ga hukumnya!"

"Ish cantik-cantik galak bener,"

"Berisik lo!"

"Lagi PMS ya?"

"Bodo amat."

"Galak, jutek, cuek, som--"

Salah satu anggota osis ternyata sudah ada dibelakangnya dan mengintrupsi ucapan Bintang. "Erm.. bisa diam ga? Lagi upacara, perhatiin, jangan berisik."

"Cih.. mampus lo!" Bulan menampilkan smirknya.

"Gara-gara lo!"

"Dih, gue?" tanya Bulan yang pura-pura tidak dengar. "Ngaca, yang dari tadi berisik itu lo."

"Pokoknya salah lo!"

"Ogah!"

"Lo!"

"G."

"Heh, kalian berdua bisa diem ga sih?! Lo kelas mana?" tanya anggota osis itu melirik ke Bintang.

"Masa lo ngga tau? Satu sekolah ini juga udah pada tau kalo gue anak Sosial 2."

"Atribut lo lengkap. Ngapain kesini?!"

"Kangen nih sama pacar gue." ucapnya yang enteng sembari mengacak rambut Bulan.

Reflek Bulan menginjak kaki Bintang. Ya, cowo itu memang pantas mendapatkan injakan kakinya.

Bintang hanya meringis dan setelah itu tersenyum. "Eh, selamat jalanin hukumannya ya, Sayang."

"Najis!"

"Berhubung atribut lo lengkap, sana baris sesuai kelas lo!" bentak ketua osis cowok yang sangar.

Bintang menuruti perkataan osis itu dengan mulut komat-kamit. Balik badan sebentar, lalu memberi kiss bye pada Bulan. Benar-benar menjijikan.

Langit MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang