Chapter 1

52 9 1
                                    

Danger.!danger.!
      "Unit satu...unit satu...lapor...markas dua... Markas dua telah diserang ..lapor ..!" tangan lelaki itu gemetara memegang ponsel.cahaya remang lampu peringatan mengelilinginya. Ia begitu panik ketika tak ada jawaban dibalik telepon.
   "Cepat..cepat.. Mereka sudah mengambil alih ruang kontrol 1 dan 2. Cepat beralih ke lorong barat markas! " tanpa ba-bi-bu para pekerja ruang kontrol 3 segera bergerak.
      BRAK!!
sol sepatu tebal itu menghantam pintu. Engselnya patah. Mata si penendang tadi menghadap kedepannya. Kosong. Hanya ada kepulan asap bekas bom yang mereka lempar tadi. Seketika pria itu meringis ketika sebuah panas melesat dibahunya. Ada yang menyerangnya dibalik kepul asap sana.
     " serang mereka " dan seluruh orang dibelakangnya berpencar
" baik letnan, dilaksanakan "
Tangan mereka bergerak mengeluarkan beberapa sulur api.
      "keluar kalian semua..markas kalian telah dikepung... "Tak ada respon dari setiap sudut ruang. Asap menutupi pandangan musuh sehingga mereka dapat berkamuflase dengan baik.
      " Baiklah, Dift, Jaen silahkan geledah tempat ini. Mereka tak akan keluar bila tak diancam"  Kedua orang yang disebut namanya berjalan tak beratur untuk menggeledah ruang kontrol 3. Dift mendekati sebuah meja yang terbalik dan lenganya mati rasa. Peluru es. Dan segera mungkin sulur tanaman berduri tajam melilit Dift. Dia mengerang. Tangannya mengambil beberapa logam dan membentuk pisau tajam.
"Aaarggghh !!" sulur itu menembus seragamnya , mencipratkan bercak darah. Lilitan sulur itu mengetat. Kakinya mati rasa. Lengannya mulai membeku. Peluru tadi beraksi ditubuhnya. Nafasnya memburu, jantungnya mulai melemah
  " Let..letnaan... Ada mereka diruangan ini.... Me..mereka aex tinggkat....3" seketika badan tegap Dift runtuh kelantai. Kepalanya membentur permukaan meja terbalik yang ada disampingnya. Nafasnya sudah hilang. Perlahan sulur sulur itu merenggang dan bergerak menjauh dari Dift.
 
      " lapor.. Kami.. Sudah meruntuhkan seorang musuh.. Bersisa 4 lagi ..lapor markas utama " penyearang tadi menyimpan pistol di sabuknya. Mata dinginnya menyapu sudut yang tertutup kelapu milik asap. Ia Aex es.
   " Leid, aku kagum dengan sulur bedurimu tadi," Leid hanya menyengir
    " itu hal yang biasa Kim, menurutku tembakanmu itu jitu sekali untuk seorang remaja perempuan sepertimu " Kim hanya membalas ucapan Leid dengan senyumannya sehingga mata birunya berbentuk sabit.
   " ayo bergegas! tim pelindung pengungsian membutuhkan bantuan kita. " Kim mengikat rambut panjangnya dan segera bergegas dangan Leid mengekor dibelakangnya.
   
      Jaen mengencangkan ikatan sepatu bootnya. Kemudian dia beranjak menuju meja layar kendali. Ia memegang Pistolnya. Jaen bukan seorang aex, ia hanya seorang medical sehingga hanya bisa merasakan keberadaan musuh ,tapi tak bisa menyerang musuh. Tangannya mulai berkeringat. Ini pertama kalinya ia mengikuti pemberonta- kan, biasanya dia hanya duduk dalam pos pertolongan pertama untuk menunggu korban datang.
       Prank!
Spontan Jaen langsung menodongkan pistolnya kearah sumber suara. Nafasnya meburu takut. Tanpa pikir lagi Jaen segera menembakan pistolnya. Dan dibalas sebuah lemparan logam panas dari balik tebalnya asap. Ia takut.' Ia tak mau mati hari ini' Itulah yang ada dipikiran Jaen.
      " letnan.. Lapor.. Saya menemukan beberapa musuh tingkat 6... Kirim bantuan.."
Letnan itu mengangguk. Dan mengarahkan jari telunjuknya kepada seorang yang ada dibelakangnya.
    " Vo ! Kau bantu Jaen dan bawa Direon sebagai bantuan " ucap letnan melalui earphone. Vo yang merupakan aex es berjalan dengan Derion- sebuah robot 8.0  buatannya sendiri- yang mengekor dibelakangnya.
       "Hola~ Jaen.. Sepertinya kau membutuhkan bantuan ku ? "Vo melambaikan tanganya ketika melihat Jaen begitu was-was dengan sekitarnya. Jaen memutar bola matnya
    " Oh tuhan salah apa aku.. Kenapa harus Vo ?! " batinnya dalam hati.
" Vo aku melacak musuh... Hanya ada tiga orang, mereka aex logam dan api.." Vo mengangguk paham
" Hmmm... Tingkat berapa mereka?"
  " menurut pemindaiku Vo, mereka semua tingkat 6"  seketika Vo nyengir.
' ini akan mudah' Batin Vo dalam hati. Dia memegang pistolnya menembakkan beberapa peluru ke sekitarnya.
   Bam !!
Dua buah ledakan kecil mengagetkan Jaen. Beberapa percikan logam yang meleleh menciprat ke arahnya.
   " What the.." hardik Jaen , kemudian mengibaskan kakinya.
  " Tuan Jaen.. Setidaknya anda mundur.. Ini akan sangat berbahaya bagi anda.." ucap Derion, saat melihat Jaen nyaris terkena serangan lawan mereka. Jaen melangkah mundur. Benar, ini sangat berbahaya baginya.
    "Hey Jaen pegang erat pistolmu, hanya untuk sekedar berjaga-jaga" teriak Vo
   Jaen mendengus seolah dia diremehkan.
Asap semakin banyak mengepul. Seluruh lawan Jaen muncul dibalik asap tebal yang berkabung itu.

      " lapor...lapor.. Ketua..ketua.. Kirimkan bantuan.. Kami tak akan berhasil melawan aex es tingkat 3 dan robot 8.0.. Lapor." seorang perempuan berambut emas itu menghubungi ketua mereka
   "Maaf Diana, markas kita sudah dikepung musuh..portal sudah ditutup...akan sangat berbahanya mengirim bala bantuan kelokasimu, sekali lagi maaf Diana" Diana menangis, badannya bersimbah darah, helm pelindungnya nyari pecah, badannya tak kuat lagi.
      'Aku akan mati dalam jiwa tenang,mati demi kedamain dimensiku" perlahan matanya mulai sayu. Kakinya gemetaran.perlahn badannya terhempas kelantai markasnya.
    " Dianaaaa !!bertahanlah.. " seorang lelaki berlari kearah Diana
     " Maaf Ted.. Aku seorang tentara aex yang lemah" tangan Diana menyentuh permukaan pipi Ted yang lecet. Lelaki itu menggeleng kuat. Perlahan tangan Diana terlepas. Tak ada denyut nadi lagi disana.
      " kumohon Kita adalah tim yang kuat, jangan tinggalkan aku dan Weil. Tolong DIANAAA!! " tangan Ted menangkup tangan Diana. Ia menangis, terdengar begitu pilu. Namun kesempatan itu diambil oleh robot 8.0 untuk membunuhnya. Tangan besi Derion berubah menjadi gergaji bundar.
    " TED !! awas dibelakangmu " teriakan Weil spontan membuat Ted menghadap kebelakang. Namun terlambat. Gergaji itu berhasil membelah badan Ted. Weil yang tak tega melihat temannya mati, segera menyerang Derion.
     " kalian sudah menghancurkan kotaku, dan sekarang kalian menghancurkan sahabatku, tak kan ku ampuni kalian " Weil dengan palak menembakkan sulur api dengan membabi buta ke arah Derion.

    Vo cengengesan saat melihat perilaku lawannya yang menyerang tak karuan kearah Derion.
' miris sekali' batinnya sembari menggelengkan kepalanya.
"Dasar kau idiot.. Jangan sok tangguh.. Rasakan ini..!!"
    Bam!!
Vo menghantam Weil dengan esnya. Mata Weil terbelalak, kakinya kaku. Nafasnya perlahan berhenti.
      " semuanya selesai letnan.. " ucap Vo melalui earphone di helmnya. Mukanya sama sekali tak rusak. Derion hanya lecet sedikit begitu juga dengan Jaen.
" kerja yang bagus Vo !"
" tidak letnan, mereka hanya orang yang tak berguna yang layak dimusnahkan" Vo tersenyum bangga dengan licik.
" Baiklah , sekarang ayo bergerak! Kita akan segera menuju pusat kendali markas!" ucap letnan
       " Lapor jendral.. Kami akan menuju pusat kendali markas musuh"
     "Diterima...habisi mereka, mereka tak pantas hidup di dimensi Costerine ini" letnan itu menjawab dengan anggukan mengerti. Mereka siap menghancurkan segalanya yang mengganggu layaknya seekor serangga.
          
                                                                       * * *

 

Albist and NeoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang