Prolog

55 2 0
                                    

Vienna Angelica, cewek berandalan paling cerewet di muka bumi. Berpenampilan asal-asalan dan hobi-nya suka melabrak tanpa memandang bulu. Masih kelas 2 SMA. Dia sudah berani melakukan tindakan kriminal kepada kakak kelasnya sendiri, namanya Ghea Tiffani. Senior yang paling di segani oleh seluruh murid di sekolahnya. Tapi ini tidak berlaku dengan murid seperti Vienna.

Gadis itu kini sedang menatap lurus ke arah perempuan berambut ombre yang baru saja keluar dari ruangan bersama cowok yang sudah lama ini ia Incar.

Razzan Arumi. Kakak kelas yang masuk dalam golongan pertama cowok yang paling banyak di incar oleh adik kelas maupun teman seangkatannya.

Selain karna wajahnya yang ganteng. Hal yang menarik dari dirinya adalah dia sangat handal dalam bidang fotografi. Kemanapun dia pergi, selalu saja tak pernah terlepas dari kamera yang sering ia bawa.

"Masih gue liatin. Bentar lagi gue tampol tuh cabe pake gagang sapu rumah Pak Rt." gerutu Vienna sambil meremas-remas buku PR milik Beby di sebelahnya.

"Eh nyet! Kenapa harus sapunya Pak Rt sih?  Kenapa gak pake punya lo sendiri aja. Ribet amat lo!" omel Beby yang masih tak sadar bahwa bukunya kini sudah lenyek karna ulah sahabatnya sendiri. Padahal, buku itu harusnya di kumpul habis istirahat ini kepada Bu Ida. Guru matematika ter-killer mereka. Siapapun tidak ada yang berani melawan iblis satu itu.

"Liat aja gue gak pernah main-main sama omongan gue!" Setelah itu Vienna melempar dengan kesal buku milik Beby yang sudah tidak lagi berbentuk itu lalu pergi meninggalkan ketiga temannya yang masih terdiam di tempat.

"Anjirr! Buku Pr gue Viennaaaa!!!!!" teriak Beby nyaring sekali hingga seluruh murid di sekitar sana memandang ke arah mereka bertiga dengan tatapan aneh.

Loli dan Fara hanya mampu mengucapkan sepatah kata sabar untuk menenangkan sahabatnya yang mereka ketahui sebentar lagi akan mendapatkan hukuman mati dari Iblis sekolah.

Keduanya menatap nanar Beby yang hampir menangis sambil mengangkat bukunya yang sudah hancur. Jika saja Vienna bukanlah sahabatnya, gadis itu sudah pasti akan mencincang habis lalu menyumbangkan dagingnya kepada anjing-anjing kelaparan.

Bahkan, kini mereka tidak ada yang tahu kemana perginya bitch yang satu itu.

***

Nyaris semua murid yang ada di SMA Melati menjadikan Bel pulang sekolah adalah hal yang paling favorit untuk mereka dengar. Ketika bel itu sudah berbunyi, semua murid akan bersorak gembira bahkan ada yang langsung terbangun dari tidur pulasnya ketika sudah mendengar suara merdu itu. Dengan gesit mereka membereskan barang masing-masing lalu berkerumun keluar dari kelas yang penuh ujian berat bagi mereka semua.

Begitu juga Razzan, yang dengan cepat memasukan buku dan pulpen satu-satunya kedalam tas, kamera yang sering ia bawa, hanya di kalungkan di lehernya lalu ia ikut beranjak keluar dari kelas.

"Razzan! Razzan!" Panggilan dari arah belakang, suara centil dari seorang gadis membuatnya berhenti melangkah.

"Apa?" jawabnya malas ketika gadis itu sudah berdiri di hadapannya dengan cengiran di wajah.

"Gue boleh nebeng lo lagi gak? Soalnya mobil gue masih di bengkel nih. Besok baru selesai di servis." ucap cewek itu sambil memasang puppy eyes kepadanya.

Razzan mendesah, belum sempat dia menjawab. Dari arah belakang gadis itu berdiri, seorang perempuan dengan gaya songongnya berjalan ke arah mereka dan berseru keras. "Gak boleh!"

"Eh, Lo siapa? Pake ngelarang-larang gue pulang sama Razzan!" balas gadis itu dengan nada yang tak kalah tinggi.

"Dengar ya Ghea cabe!" katanya sambil mendorong dengan jarinya kepada Ghea. "emang, Razzan mau bonceng cabe busuk kaya lo itu!"

Tidak terima di perlakukan seperti itu. Ghea maju selangkah, mendorong balik adek kelasnya yang kurang ajar itu dengan cukup keras hingga dia jatuh tersungkur kelantai.

"Lo memang gak ada sopan santunnya jadi adek kelas ya, Vin!" seru Ghea sambil menunjuk ke wajah Vienna yang tersenyum licik. "Lo mau gue laporin ke kepala sekolah atas tindakan kriminal lo dulu itu!" ancamnya.

Vienna berdiri sambil mengibas-ngibaskan seragamnya dengan kencang, sengaja di hadapkan ke arah Ghea.

"Lo mau, seluruh murid tau, kalo lo itu ternyata jadi simpenannya om om genit di luar sana!" ucapnya dengan lantang.

Ghea sempat terkejut beberapa saat, lalu memandang ke arah Razzan yang hanya menatap mereka datar. Kembali kepada Vienna lagi yang sedang melipat kedua lengannya di dada.

"Heh! Jaga mulut lo ya, jangan asal ngomong!" tunjuknya.

"Gue ngomong fakta kok." jawab Vienna lagi dengan santai sambil tersenyum miring.

Di rasa tidak perlu mendengar lebih panjang lagi perdebatan mereka yang tidak penting. Razzan melesat begitu saja, pergi meninggalkan dua singa garang yang baru saja lepas dari kandangnya. Tidak mau peduli, apa yang akan terjadi selanjutnya nanti. Mau mereka cakar-cakaran, jambak-jambakan, bahkan saling bunuh sekalipun itu bukan urusannya.

Jujur, Dia pun merasa risih terus-terusan di buntuti oleh kedua mahkluk yang entah dari mana asalnya, Razzan juga tidak perduli. Bahkan, meskipun dia sudah sering menyaksikan kejadian seperti tadi. Razzan tidak pernah mengetahui atau ingin tahu nama adek kelasnya yang sangat berani itu. Dia hanya tau Ghea, karna mereka memang satu kelas.

Razzan mengambil langkah cepat, menuju motornya yang ada di parkiran dan pergi sebelum kedua gadis itu kembali menghampirinya.

My Cold Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang