Chapter 2 : You Lie,You Die

1 0 0
                                    

"we should not be angry that others hide the truth from us, when we often disguise it from them as well"


Semua kepala yang baru saja bangun tersebut secara refleks langsung menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba untuk mencari darimana asal suara menggelegar layakna guntur tersebut. Dengan mata yang masih setengah tertutup karena mereka baru bangun dari pingsannya, mereka mencoba mencari di seluruh penjuru pulau yang mereka huni.

Diantara ketiga belas orang bingung itu, nampak Edward yang sekarang sedang berdiri sambil memandang ke arah lautan biru yang membentang luas di depannya. Mata onyx tajam miliknya sudah benar-benar terbuka secara sempurna untuk bisa melihat lautan biru dengan ombak tenang yang bergulung-gulung ke arah pesisir dengan membawa buih putih. Tapi, ada yang aneh dengan semua itu.

Pria berambut raven itu pun mengangkat tangannya di atas matanya untuk menghalangi sinar matahari yang menyilaukan matanya. Dia memfokuskan onyx tajamnya itu untuk melihat apa yang berada nun jauh disana. Mungkinkah disana ada pulau lain?

"Ini aneh. Horizonnya benar-benar terlihat sempurna" Batin Edward sambil mengembalikan tangannya dan kemudian berbalik memandang ke arah pulau bagian dalam. Di pantai dengan pasir putih itu, terdapat hutan bakau yang menjulang untuk mencegah abrasi pantaidan setelah melewati hutan bakau tersebut, yang tampak hanya pepohonan raksasa dengan kegelapan yang tak tertembus oleh sinar matahari. Edward pun berlutut di pasir putih tersebut dan mengambil segenggam pasir yang berada di bawahnya dan mengamati pasir putih tersebut dengan seksama.

"Mungkinkah..." Batin Edward sembari memegang kepalanya dan kemudian menoleh ke arah kerumunan orang yang tampaknya masih berusaha untuk mencari suara yang keluar dari tempat yang gak tahu asalnya tersebut.

"Siapa yang bicara tadi?"

"Hoi...! Cepat keluar, tunjukkan wajah pengecutmu itu sekarang juga"

"Apa-apaan ini sebenernya? Cepat kemari dan jelaskan apa yang terjadi disini"

Teriakan-teriakan frustasi mulai terlontar dari mulut orang yang mencari suara tadi. Cowok berambut raven yang tadi mengamati sekitar pun nampaknya sekarang sudah selesai dengan penyelidikan sederhananya dan berjalan mendekati salah seorang dari kelompok tersebut. Dia pun berjalan menuju seorang dengan rambut Hitam panjang sepunggung yang sedang berdiri di dekatnya dengan bahasa tubuh gugup. Rambut Hitam itu sedikit berkibar ketika kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri seperti orang bingung mau berbuat apa dengan teriakan frustasi orang-orang di sekitarnya.

"Hoah...!" Gadis itu pun berbalik begitu menyadari ada sebuah tangan yang dengan lembut menyentuh pundaknya. Dan ternyata, Edward sudah berdiri di belakangnya dengan ekspresi datarnya. Mata onyx tajam miliknya menangkap lavender yang masih terlihat gugup itu. Terbukti dari berkai-kali lavender tersebut mencoba kabur dari jangkauan manik onyx Edward.

"Uhmm...! Ano, O... Oha..."

"Ga usah basa-basi" Potong Edward. Cewek itu pun langsung terdiam mendengar ucapan tegas Edward. Cowok itu pun hanya menghela nafas melihat ekspresi ketakutan dari cewek di depann

"Namaku Edward. Mengapa kau ada disini?" Tanya Edward langsung to the point pada cewek tersebut. Cewek itu pun memandang Edward dengan lavendernya yang beberapa kali berkedip tak mengerti dengan ekspresi menggemaskan. Edward pun menepuk dahinya pelan melihat cewek yang baru ditemuinya itu.

"Cakep-cakep kok lemot sih" Batin Edward. Tentu saja dia tidak ingin mengucapkan hal itu di depan cewek secantik dia, tapi hal ini juga membuat Edward semakin penasaran dengan cewek ini. Muka putih dengan ekspresi polosnya tampak sangat menggemaskan. Apalagi ditambah dengan pipinya yang terkadang merona karena malu sambil memainkan jari tangannya di depan dadanya. Kelihatan lucu seperti boneka.

Island Of TruthWhere stories live. Discover now