Kisah ini bermula saat aku menemukan buku catatan suami ku yang terjatuh di dalam mobil. Ku ambil kertas yang terselip diantara lembar-kertas itu.
Nampakya suami ku habis meneranfer sejumlah uang kepada perempuan jumlahnya pun sama seperti yang ia berikan setiap bulan dan tanggalnya pun sama saat ia meneransfer ke rekeningku.
Nampaknya suami sering meneransfer uang keperempuan itu.
Aku pun segera mendatangi rumah ibu dan menceritakan semua hal itu kepada ibu namun ibu hanya terdian tanpa berkata apa-apa."Kamu...kenapa ada masalah biasanya hanya cerita lewat telefon ada apa nak?" Ucap ibuku sambil mencoba menenangkanku.
Sampai Ayahku datang dan ikut angkat suara kutatap wajah ayah yang teduh dan bijaksana sambil mendengarkan pesanya. Diluar dugaan awal ayah malah membela suamiku dan perempuan itu. Rasa marah pun semakin menjadi-jadi.
"Nak...kamu tak perlu tau untuk siapa uang itu. Uang itu adalah hak suamimu hak mu adalah melayaninya tanpa harus ikut campur urusanya"ucap ayah dengan nada lembut.
"Tapi yah...aku istrinya aku berhak tau siapa perempuan yang selama ini menerima separuh uang gaji suami ku"
Ucapku sambil menunduk."Tak sehrusnya kau tau semua apa yang suami mu lakukan"
"Ayah....aku ini istrinya aku juga berhak tau apa yang suamiku perbuat"ucapku dengan nada keras dan menangis.
Memang awalnya ayah tak mau menceritakan hal ini kepadaku."Baik lah ayah akan ceritakan semua ini padamu Nak...taukah..kamu siapa perempuan yang setiap bulan suami transfer itu?" Tanya ayah yang sudah mulai menitihkan air mata.
Aku hanya bisa menggelengkan kepela dan menangis di pelukan ibu."Suami tak pernah absen mengirim uang pada perempuan itu karena suami mu sangat sayang pada perempuan itu. Ia memberikan sebagian gajinya untuk memenuhi kehidupanya"
Jawab ayah sambil mengusap air mata yang mengalir membasahi pipinya."Lalu siapa peremepuan itu yah?"pintaku dengan nada marah.
"Dia adalah mertuamu, ibu dari suami mu. Suamimu mengirimkan sebagian uangnya untuk menghidupi mereka"
"Lalau kenapa tidak bilang sama saya?"
"Karena suami mu tau...kamu tidak suka dengan ibu mertua mu itu dan jika kamu tau maka kamu tidak akan mengizinkan suamimu untuk mengirim uang itu,suami mu menceritakan semuanya kepada Ayah karena ia tau sikapmu yang egois itu tak bisa di rubah dengan instan" ucap Ayah sambil mengusap air mata yang terus mengalir.
Aku hanya terdiam."Kamu selalu merasa tak nyamankan berada di sana (di rumah mertuanya)karena rumahnya sempit, kotor dan anak-anak mu selalu menangis bila berada di sana.
Kau selalu menuntut suami mu untuk memberikan rumah yang besar dan nyaman lalu bagaimana ibu mu yang tinggal di rumah yang sempit bukankah ia juga merasakan apa yang kamu rasakan disana?"
Tangisku melai pecah.
"Ia..ibu dari suamimu ia bekerja keras hingga bisa membuat suamimu menjadi seorang sarjana dan mendapat pekerjaan dengan mudah dan mendapatkan segala apa yang ia inginkan.
Ia tak penah menuntut imbalan dari mu atau suami mu,bantu suami mu untuk berbakti pada orang tuanya.
Suamimu mengirim uang itu setiap bulan dan taukah kamu ibu mu hanya mengambil sebagian kecil uang itu dan sisanya untuk ia sedehkan kepada fakir miskin, janda-janda" aku hanya bisa terdiam lama hingga ayah meninggalkan ku bersama ibu di ruang tamu.
Benar aku memang orang yang egois selalu menuntut banyak pada suami dan uang yang ia berikan selalu kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupku yang tinggi sedangkan ibu mertuaku yang mendapat uang yang sama bisa menyisihkan sebagian untuknorang lain.
Sejak saat itu aku tak pernah mengeluh atas apa yang aku dapat dari suamiku dan aku berusaha membantu suami ku untuk berbakti pada ibunya.
Suatu hari aku mengajak suami ku kerumah ibu dengan membawa banyak bingisan dan hadiah.
"Mas...bisa antarkan aku kerumah ibu?"
"Kenapa tiba-tiba kamu mau kerumah ibu? Bukankah kamu selalu mengeluh jika berada disana?"
"Itu dulu...sebelum aku tau semuanya"
Suami ku hanya tersenyum dan memeluku dengan erat sambil berlinangan air mata.
Wahai para ukhty...bantulah para suami untuk berbakti pada ibunya karena surganya berada disana.