AKAR 1

48 12 18
                                    

Selamat membaca....

Suara bel alarm semakin nyaring kala jarum jam menunjukan pukul 06.00 pagi, tapi tak sedikit pun mengusik sosok gadis berkulit putih yang  terpejam di tempat tidur dengan boneka sapi dan selimut menempel padanya. Ia masih terlelap, merasakan kehangatan sinar matahari pagi yang menelusup ke dalam ruangan melalui celah jendela kaca kamarnya.

Bel alarm masih setia berbunyi, mengiang ke seluruh penjuru ruangan berharap sang pemiliknya terbangun dan kembali menjalani hidup di hari baru yang cerah layaknya langit musim panas. Namun, musim panas yang mungkin berbeda dari musim panas orang-orang lainnya.

Tak lama, gadis itu terbangun, ah, lebih tepatnya ia sudah merasa cukup terganggu dengan suara itu atau bahkan ia sudah hafal dengan deringan yang setiap pagi selalu memecahkan kedamaian saat hari hendak memulai. Pelan tangannya terangkat, bergerak menjelajahi nakas dan mencari-cari benda yang sedari tadi tak kunjung berhenti berdering. Agaknya ia ingin sekali melempar benda itu ketika sudah dalam genggamannya, tapi niatnya seketika lenyap saat mengetahui pukul berapa sekarang ini.

"Oh God! Kesiangan lagi, dasar kebo!" rutuknya pada diri sendiri. Sejurus kemudian, Keyra bangkit meninggalkan tempat tidurnya dan berlari kalang kabut layaknya maling kotak amal yang tertangkap basah dan dikejar massa. Ia lalu menarik handuk yang tergantung di pintu kamar dan mengambil seragam dari dalam almarinya. Sayangnya, belum sempat ia mengambil seragam, ternyata handuk yang ia tarik justru terbelah menjadi dua, dengan kata lain robek. Tak sampai di situ, saat ia berlari ke arah lemari untuk mengambil handuk baru, ia malah terjatuh sebab selimut yang menjuntai ke lantai melilit di kakinya. Wajahnya semakin berkerut kelimpungan mengingat waktu sekolah hampir masuk, sedangkan dirinya masih dalam keadaan porak poranda.

Keyra bangkit dan kembali berlari, berjingkrak, melompat-lompat, berguling, tiarap, ah tidak, itu terlalu berlebihan. Ia lalu masuk ke dalam kamar mandi setelah segala keriwehan itu teratasi.

Tak lebih sepuluh menit, Keyra keluar dari balik pintu kamar mandi, rapi dengan mengenakan setelan seragam identitas sekolah kebanggaanya, SMA Bhakti Alatas. Ia tampak lebih segar, sehingga bibir ranum dan sorot mata cokelatnya terlihat lebih jelas.

Sembari ia terus mengusap rambut basahnya dengan handuk-supaya cepat kering-ia berjalan menuju meja riasnya yang tampak seperti bukan meja rias sebab tak sedikit pun alat make up nampak berbaris, terkecuali hanya sekotak bedak bayi dan pelembab bibir juga parfum yang biasa ia tenteng di dalam tasnya.

Apakah Keyra tomboy? Tidak, ia memang gadis yang tidak suka berhias, apalagi seperti remaja gadis umumnya yang suka sekali shopping, memikirkan fashion kekinian, dan hanya mampu menghamburkan uang orang tua mereka tanpa berpikir betapa susahnya orang tua mereka mencari uang untuk menghidupi anak-anaknya, yang terkadang sampai mengorbankan family time mereka. Bukan, Keyra bukan remaja seperti itu. Dia gadis yang sederhana, sangat sangat sederhana.

"Selamat pagi pemenang, semoga hari ini hari keberuntungan lo," sapanya pada diri sendiri lalu tersenyum manis pada bayangan dirinya di depan cermin.

"Oke, lima belas menit lagi," ujarnya ketika melirik jam tangan yang sudah melingkar di tangan kirinya. Cepat-cepat ia mengikat rambut seadanya, lalu mengambil tas sekolah yang sudah ia persiapkan semalam meskipun tubuhnya merasa sangat lelah.

Keyra bergegas membuka pintu kamarnya dan keluar lalu menuruni tangga yang menghubungkan lantai atas dengan lantai bawah. Ya, rumah Keyra memiliki dua lantai, tidak begitu mewah, tetapi terdapat taman sederhana yang menghiasi di samping rumahnya. Sebenarnya rumah itu merupakan warisan dari neneknya, dan Keyra baru pindah kesini saat ia mulai masuk SMA.

Hampir usai dirinya menuruni satu anak tangga terakhir, tapi tiba-tiba langkahnya terhenti. Di hadapannya, berdiri seorang wanita yang sangat ia sayang, nampak lemah dan tak bersemangat, tengah menyiapkan sarapan di ruang makan. Entah bagaimana tatapan itu dapat diartikan. Sorot matanya mengisyarat dua makna yang bertolak belakang, benci namun sayang.

Benci sebab wanita yang telah mengandungnya itu tidak pernah memberi kasih sayang pada dirinya lagi semenjak peristiwa itu terjadi. Namun bagaimana pun, Keyra tetap sayang padanya. Dengan langkah gontai, Keyra melajukan kakinya.

"Bun ... Keyra berangkat sekolah dulu," katanya yang kemudian meraih tangan kanan sang Bunda dan menciumnya pelan.

Beberapa saat, wanita itu tak merespon apapun, hanya diam memandang lurus ke depan seperti biasanya. Namun, saat Keyra hendak keluar mulutnya berbicara yang tentu saja Keyra tak menduganya.

"Keyra ...," panggilnya yang membuat langkah Keyra terhenti.

"Sarapan dulu nak!" pintanya datar dengan suara lembut nan ramah tapi tersirat kosong tanpa makna, sulit diartikan.

Mendengar kalimat tersebut, Keyra masih terpaku, merasakan sesak yang mulai menghimpit dalam dadanya, ingin sekali ia menangis seketika, tapi ia tidak ingin terlihat lemah di depan sang Bunda. Keyra menarik nafas dalam, mencoba menenangkan perasaan yang mulai membumbung naik, kemudian ia berbalik.

"Keyra sarapan di sekolah aja, Bun," tuturnya halus dengan seulas senyum terbit di wajahnya.

Keyra berlalu meninggalkan ibunya. Tanpa ia sadari, terlihat sebuah senyuman kecil dari wajah sang Bunda. Meskipun tipis, tetapi itulah yang selama ini ia rindukan. Keyra ingin melihat senyuman Bunda kembali.

Karena semua itu telah hilang sejak kehancuran keluarga kami, sebab pria brengsek yang terpaksa harus aku panggil Papa.

°°°

Detik jarum jam yang terus berputar membuat Keyra semakin resah gundah gulana. Jika saja kejadian tadi tidak ada seperti hari-hari biasanya-keluar kamar, menuruni tangga, keluar rumah, berlari ke halte-pasti kini ia sudah menaiki bus yang biasa ia tumpangi. Tidak seperti sekarang ini, ia masih menunggu bus selanjutnya tiba. Padahal tadi hanya lewat beberapa menit saja, tak lebih dari dua menit.

"Ah, itu dia!" gumamnya demikian melihat bus yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang.

Keyra naik dengan terburu-buru, bahkan hampir saja ia jatuh jika tidak ada seseorang yang menarik lengannya, membantunya masuk ke dalam bus.

"Terima kasih," ucapnya pada sosok laki-laki bertopi yang berbaik hati menolong dirinya. Keyra sempat heran dengan laki-laki tersebut, sebab ia hanya mengangguk pelan dan seakan menghindar darinya. Wajahnya saja ia tak mampu melihatnya dengan jelas akibat topi yang ia pakai, tentu saja membuat rasa penasaran timbul.

Namun Keyra justru membuang jauh rasa penasarannya, mencoba tidak peduli karena harusnya yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya nanti ia masuk sekolah tepat.

Kakinya tak bisa berhenti bergerak cepat, menandakan rasa gugup akan terlambat mengalir di sekujur tubuhnya. Ia terus melirik jam yang melingkar di tangan kirinya, sambil sesekali menatap ke arah luar dan memperhatikan jalanan dari jendela kaca bus.

Seperti sudah menjadi kebiasaan bagi Keyra, berangkat sekolah di waktu yang mepet. Namun itu bukan karena semata-mata ia tergolong seperti anak bandel yang lain, sebab ia punya alasan. Alasan yang sudah sering ditolelir oleh guru-guru di sekolahnya. Masalahnya, bukan pada guru-guru di sekolah, tapi ada pada pintu gerbang yang otomatis!

"Pak, SMA Alatas!" seru Keyra saat bus hampir mendekati area sekolahnya, sembari bangkit dari kursinya dengan cekatan Keyra segera turun dari bus.

"Mampus gue!" Keyra benar-benar mengutuk dirinya sendiri dan merasa hari ini bukanlah hari keberuntunganya.

Ia berlari sekuat tenaga menghampiri gerbang yang beberapa detik lagi menutup. Tidak peduli dengan samping kanan kirinya, Keyra terus berlari kencang seperti harimau mengejar mangsanya. Tipis harapannya untuk berhasil masuk. Dengan segala energi yang tersisa ia mampu berhasil melewati dan boom! Langkah akhir tak semulus harapan, Keyra terjatuh setelah bertabrakan dengan seseorang yang ternyata melakukan hal yang sama dengannya.

Tak hanya itu, pelipis yang membentur pintu gerbang menjadikan rasa pusing merasuk dalam kepala. Hingga segalanya terasa berputar dan buram sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri.

***

Terimakasih telah membaca chapter pertama ini, semoga menikmati.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya ... :)

AKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang