Dua belas hari sudah. Ini adalah hari kedua belas semenjak Jian berkunjung ke rumah sakit membesuk Erza.
Jika kembali pada dua belas hari sebelumnya maka yang ada adalah rasa kecewa dalam diri Jian.
Jian tidak ingin mengingat soal apa yang Erza ucapkan dihari itu.
Waktu itu hari Sabtu dengan sedikit hujan diluar, Jian berkunjung membesuk Erza membawa beberapa buah segar juga hati yang tidak karuan senangnya karena akan menemui Erza.
Jian datang, tapi pergi tidak lama setelah Erza mengusirnya dengan cara yang terkesan monohok.
Dia bilang, "Jian, kenalin ini Dera pacar gue--" yang bahkan Erza belum menyelesaikan kalimatnya Jian sudah merasa terusir dengan sendirinya, kakinya melangkah mundur, senyumnya memudar. Hujan diluar kian sepakat membuat suasana hatinya menjadi luar biasa kecewa.
Sudah, setelah itu Jian tidak lagi bertemu dengan Erza sampai pada hari kedua belas ini.
Juga Erza, batang hidungnya tidak pernah lagi terlihat disekolah. Memang sudah demikian sejak dulu, tapi kali ini kian bertambah, kian melunjak. Sebulan penuh anak itu tidak datang ke sekolah. Hingga sekolahpun telah bersepakat untuk mengeluarkan Erza dari Bintara.
Hingga kemudian, orang tuanya datang dari Malaysia. Berunding dengan sekolah supaya Erza tidak dikeluarkan dari sana.
Jian tahu harusnya dia tidak begini, harusnya dia tidak usah menoleh kebelakang. Ingat, dua belas hari yang lalu ia telah sepakat pada dirinya sendiri untuk tidak lagi ambil perduli soal Erza.
Nyatanya tidak, Jian masih saja emosional soal Erza. Dia bahkan turut bersedih perihal Erza yang akan dikeluarkan dari sekolah.
Rabu itu, muncullah Erza sekilas bersama kedua orang tuanya.
Wajahnya jadi kian tirus, beberapa bekas luka masih ada disana. Dia berjalan merunduk, dengan papanya disisi kanan dan mamanya disisi kiri mengapit pemuda yang terlihat lesu itu.
Hari itu seragamnya terlihat rapi, rambut Erza yang biasanya sedikit berantakan kali itu tidak lagi, rambutnya jadi klimis rapi. Semuanya menjadi lebih baik dari penampilan Erza. Hanya sayang, tidak dengan raut mendung pemuda itu.
Erza tidak menoleh bahkan meski ia sadar dan tahu Jian berada dikoridor dekat ruang kepala sekolah yang ia lewati. Tadi, ia hanya menatap sekilas mata Jian yang kemudian berlalu dengan kedua orang tuanya menuju parkiran sekolah.
Tidak ada kesepakatan tertulis tapi nyatanya kedua orang ini seperti telah setuju untuk berpura-pura tidak saling mengenal. Melihat keduanya menjadi sama-sama keras kepala Jianpun berbalik menuju kelasnya.
Ia diam, termenung sendiri. Mengoreksi kenapa dia harus menjadi seperti ini dengan Erza. Ini salah, harusnya dia tetap biasa saja dengan Erza.
Kini Jian mulai menyadari sesuatu dari kesalahan ini. Yaitu rasa cemburu.
Benarkah dia merasa cemburu perihal Erza yang telah memiliki pacar ?
Jika tidak, kenapa dia harus menjadi kekanakan begini.
Walaupun demikian, kiranya tidak berguna lagi menyadari perasaannya sekarang. Toh Erza telah menetapkan pilihannya. Rasanya dia tidak ingin berurusan lagi dengan Arjun kedua. Maksudnya, Jian tidak ingin ada diantara Erza dan pacarnya, seperti bagaimana ia dan Arjun.
Bicara soal Arjun. Jian ingat bagaimana dulu ia pertama kali bertemu dengan tidak sengaja diparkiran sekolah.
Arjun pria baik, ia selalu menempatkan Jian pada urutan pertama setelah mamanya.
Kemanapun perginya Arjun, sejauh apapun mama Arjun mendorong pemuda itu ke arah Oriza, tetap saja ia akan kembali pada Jian.
Arjun sungguh anak yang berbakti pada mamanya, dia satu-satunya pria yang mamanya bisa andalkan. Bahkan kalau boleh berganti peran, Jian akan memilih jadi mama Arjun.
Soal bagaimana pemuda itu mengalah pada pilihannya atas kemauan mamanya. Arjun tahu, mamanya telah cukup menderita dengan pilihannya hidup bersama papa Arjun.
Orang yang namanya enggan Arjun sebut dengan kata 'papa'. Atas penderitaan mamanya Arjun bersungguh menuruti semua kemauan mamanya.
Termasuk berpacaran dengan Oriza, anak orang kaya ibukota. Dan atas rasa patuhnya pada mama, Arjun mengorbankan cintanya.
Juga Jian, baginya Arjun adalah cinta pertama yang tidak berhasil.
Ia pikir selama ini hatinya telah dibawa pergi oleh Arjun. Nyatanya tidak. Hatinya tetap diruangnya, yang kadang terombang ambing oleh ombak yang bernama Erza dan Fano.
Ini adalah ombak terbesarnya yang mulai menggoyahkan hati Jian. Ombak yang mulai ia sadari kedatangannya. Ombak kuat bernama Erza.
Tidak bertemu dengan Erza, tidak saling sapa dengan Erza dan bahkan mengetahui kenyataan bahwa Erza telah menjatuhkan hatinya pada orang lain membuat hati Jian tidak nyaman. Disanalah ombaknya, ombak yang mulai mengetuk kesadaran Jian akan arti Erza bagi dirinya.
📍📍📍
a/n :
Wagelaseehh ..berat banget.
Sekilas side story Jian-Arjun : Kasih yang tak sampai..uuutayang tayang..cup cup cup...Tinggal 3 chapter terakhir.
Harus ada atau nggak ada squel ?
Kalau mau ada squel, coba kasih gue alasan yang masuk akal soal kenapa gue harus bikin squelnya ? Haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivals - Kwon Hyunbin |END✓
Teen FictionFano si raja matematika sudah pasti jadi pertimbangan yang bagus untuk setiap perempuan. Lalu Juan, dia adalah incaran setiap siswi Bintara. Tidak jauh berbeda dengan Arjun, anak mama yang ramah dengan segala kebaikan hatinya. Dari ketiganya, mereka...