2. Modus

22 0 0
                                    

Setelah menjadi stalker dadakan, akhirnya gue mendapatkan biodata lengkap dan akurat tentang bocah ganteng tiang listrik. Hingga sekarang gue lagi olahraga pagi paling ekstrem, ya, karena gue mendadak jadi stalker gue jadi kelupaan ngerjain tugas dari Bu Yatni guru Kimia yang aduhai, tatapannya bisa ngebunuh orang.

'Ayo Zer, lo bisa!'

Gue menyemangati diri gue sendiri, 2 menit lagi bel masuk dan jam pertama adalah kelas Bu Yatni, alamak.

Tepat bel masuk berbunyi, Gue menghela nafas lega, selesai tepat waktu. Perlu diketahui, gue sekarang lagi bangga dengan diri gue sendiri, sobat. Walaupun hasil contekan sih. Iya, gue tau gue gak pinter pinter amat, juga gak goblok goblok banget, semuanya kaya udah sedengan aja gitu. Makanya idup gue flat. Tapi gue bersyukur, katanya orang yang bersyukur maka akan ditambahlan nikmatnya. Seperti sekarang ini.

Galih.

Namanya, gue heran banget badannya tinggi banget namanya cuma Galih doang.

Gaada hubungannya, kayak gue sama dia.

Garing.

Yap, dia sedang berdiri di depan kelas gue sambil bawa kerdus ditangannya. Tentunya bareng sama Bu Yatni dan satu temannya sepertinya. iya, dia itu pengurus OSIS jadi gak heran dia aktif banget, ngider sana sini.

Memang, pagi pagi kalau liat yang bening-bening gitu bawaannya pengen melek mulu.

Bu Yatni duduk di tempatnya, "mm-hmm, jadi saya disini ingin meminta bantuan dana untuk perayaan ulang tahun sekolah kita." Ucap Galih sambil melirik teman disampingnya.

"Yaelah, ngeluarin duit mulu nih."

Pletak

Bagus, tepat sasaran. Gue melemparkan botol le minerale yang udah kosong ke tempat Reksa berada. Yuhu, berandalan kelas nomer dua setelah El si Aremania. Yang sayangnya si Reksa adalah sahabat gue bahkan dia sodara gue entah dari mana.

El dan Reksa melotot marah.
karena mereka sebangku jadinya melototnya barengan deh. Maafkan aku ya sobat sobatku, ini demi masa depanku bersama pangeran. Argh.

"Heh, ini tuh buat sekolah tau!"

"Halah, palingan lo juga bayarnya barengan sama gue."

Subhanallah,

"You know me so well, tapi sekarang gue mau bayar sendiri!"

Galih bersama temannya berkeliling, menghampiri setiap meja dengan menyodorkan kardus yang dibawanya. Gue merogoh saku memilah uang kertas yang hanya ada dua lembar bernominal masing masing Rp10.0000 saja.

Bokek maksimal, tapi demi pencitraan depan pangeran gue siap ngelakuin apapun. meskipun harus menyebrangi samudra, mendaki bukit dan melewati lembah.

Gue, hanya diam dan menunduk ketika Galih udah di depan meja gue, menyodorkan kerdus yang sudah terisi setengahnya. Awalnya gue mau say hi, sok asik gitu. Tapi pas dia udah di depan gue, lidah gue mendadak kelu, gue jadi ngerasa gak punya muka. Malu, gue malu.

Gue menunduk sambil memasukkan selembar uang ke dalam kerdus, diikuti Yona.

Gue gak pintar menebak, tapi gak tau kenapa gue ngerasa kalau Galih menatap gue sebelum melangkah keluar kelas. Gue hanya menunduk, gak seberani itu untuk mendongak melihatnya. Dan gak tau kenapa gue bisa menjadi begini, seorang pemalu yang gak percaya diri. Padahal kata mama, gue harus berani. Gue gak boleh jadi pemalu atau penakut, karena keberanian membuka banyak pintu. Yah, nasihat mama yang satu ini kagak gue pakai dulu ya. Maafkeun aku mamaque.

Pala gue yang udah pusing makin pusing setelah pelajaran kimia yang amat sangat gue benci. Apa lagi Bu Yatni yang mengajar. Astaghfirullah, entar gak barokah ilmu gue lagi kalau begini.

Jam ke dua diisi dengan pelajaran matematika yang amat sangat gue benci juga setelah kimia. Dengan kapasitas otak gue yang pas pas an, gue gak bakal bisa nangkep pelajaran matematika. Kali aja, setelah ber pusing pusing ria dengan kimia, kemudian dilanjut dengan matematika yang rumusnya sangat berkelit kelit. Membikin emosi djiwa saja. Lagian kenapa juga setelah kimia harus matematika, seenggaknya setelah kimia olahraga kek. Bisa refreshing  dan cuci mata ngeliat cogan - cogan.

Surga dunia bagi para siswa dan siswi, termasuk gue. Waktu istirahat telah tiba. Ketika seisi kelas termasuk Yona pergi melipir ke kantin, gue masih mendekam di kelas. Gue gedek kalau harus berdesak desakan di kantin, apalagi kalau udah kedorong sana sini eh ternyata makanannya pada abis, inginku teriakkkk, ingingku menangiss. Tapi katanya bakal indah pada waktunya. Jhahaha, Sebel. Gue lelah berjuang mulu, syukur syukur gue kayak Katniss Everdeen yang adohai, idungnya mancung dan tetap ayu meskipun gak mandi berhari hari sementara gue yakin keringatnya banyak banget.

Lah kalau gue? Laler pada seneng nempel sama gue kali.

Palingan ntar lagi Yona bawain gue semangkuk cilot yang super duper pedas kuadrat yang selalu berakhir sama gue. Gue pecinta makanan pedas, walaupun gue gak menampik jikalau dikasih makanan yang sweet sweet kayak gue gini lah.

"Papasan sama Yona gak Rek?" Gue bertanya pada Reksa yang baru memasuki kelas sambil membawa beng beng ditangannya.

Reksa menggeleng, kemudian mengangguk.

Jadi kesel. Gue melayangkan pandangan menusuk pada Reksa beberapa saat ia tersenyum jahil.

"Lagi ngantri di kantin sono."

Gue mengangguk, kemudian berjalan keluar kelas untuk mencuci tangan di kran depan kelas.

Gue melupakan segalanya ketika mata gue yang sucih ini menangkap sosok Galih yang tengah berbincang bincang dengan temannya melewati kelas gue sambil sesekali senyum.

Ayy. Gatau jantung gue udah kelojotan bengini yak.

Gue berdehem, berpura pura batuk. Dan demi apa dia noleh!

DEMI APA!

Dia noleh sambil senyum ke gue!!

Ceilehh, gue masih nafas gak nih ya?

Etdahh, jantung gue!



Xoxo:D

LITTLE DO YOU KNOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang