Senin, 04 Desember 2017
04:47 pmWanita itu selalu duduk dibalik jendela. Memperhatikan rintik air yang jatuh ke bumi. Tatapannya kosong keatas sana. Tidak ada yang dilakukannya selain menatap kosong dari balik jendela kamarnya.
Tatapan kosongnya menyiratkan sesuatu. Rindu. Di dunia ini tidak ada obat rindu yang paling mujarab dari sebuah pertemuan. Tapi, wanita itu tidak memiliki kesempatan untuk sebuah pertemuan. Tidak ada lagi pertemuan untuknya dan dia yang dirinduinya. Mungkin sebab itu, genangan di sudut matanya tidak pernah mengering.
Wanita itu. Kita sebut saja dia Rindu. Rindu adalah sosok yang tidak begitu menyukai hujan, dulu. Dan sekarang, mungkin dari sekian banyak hal yang bisa dia tunggu, hujan adalah hal yang paling dia nanti kehadirannya. Dengan tatapan teduhnya dia selalu menatap kelautan langit. Saat rintik turun dan mulai gerimis dia menengadahkan tangannya sembari menutup rapat kedua matanya.
Berdoa mungkin.
Perlahan, kedua matanya terbuka lalu diedarkan pandangannya untuk mencari satu sosok. Tapi, kekecewaan yang dia tampakan saat kenyataan tak tertumpu pada apa yang dia harapkan.
Rindu pernah mengatakan; Di dunia tidak ada senjata yang paling mematikan dari sebuah harapan. Harapan adalah senjata yang paling mematikan. Saat kenyataan memberikan jawaban yang berbeda.
Apa yang Rindu harapkan? Rindu menjawab, "Payung darinya"