Chapter 1 | Surat Kesebelas

19 2 4
                                    

Selamat pagi, my Angel.

Sebelumnya aku mau mengucapkan terima kasih karena kamu sudah mau menyisihkan waktumu untuk membaca kesepuluh suratku dan membaca surat kesebelas sekaligus yang terakhir ini.

Iya, betul. Surat yang kamu baca ini surat yang terakhir.

Merasa senang, huh?

Lega, ya, karena aku sudah tak akan mengganggumu lagi?

Tapi, aku memiliki sebuah hadiah yang ingin kuberikan langsung untukmu. Datang, ya, nanti. Sepulang sekolah, ke danau di dekat rumahmu.

Kau akan melihatku tepat kedetik delapan kau berdiri di sana.

See you, there, my Angel.

-AN

*1*

Lagi, di laci mejaku kutemukan sebuah amplop merah. Di pojok kanan bawahnya tertulis,

Untuk, my beloved Angel.

Ceileh, pake dikasih beloved-beloved tan segala, gegayaan banget ini kerak telor satu.

Di dalamnya hanya ada kertas biasa, kutebak dia hanya merobek tepat di bagian tengah salah satu buku tulisnya. Memang nya dia tidak sayang, apa? Lagipula, ini sudah tahun ke berapa dan dia masih pake surat-suratan?

Oke, mungkin nanti saat kita bertemu harus kusarankan dia menginstal beberapa aplikasi terkini, misalnya Line atau WhatsApp. Aku juga ragu apakah dia tau kalau ada Facebook di dunia ini.

Yah, seharusnya aku tak perlu menggerutu, sih. Karna ini juga bukan pertama kalinya aku dapat surat seperti ini. Tapi, bukan maksudku untuk sombong atau apalah itu. Percaya atau tidak ini adalah surat kesebelas yang kuterima darinya. Dia, yang inisialnya AN.

AN, ya?

Biar kuingat sebentar, siapa kira-kira anak sekolah sini yang punya inisial AN?

Anggara Novrasyi? Si Ketos?

Atau Adrian Nidiandi? Si kapten basket?

Eh, tapi kan si Kacamata itu inisialnya AN juga, Aldo Niata.

"Oy, adonan tepung!"

Aku mendengus, seruan itu datang dari ambang pintu kelas, terlihat satu cowok jangkung dengan baju separuh masuk, separuh tidak.

"Apaan?!" aku melotot garang.

Memang kalau bukan si Andyas Monyet Nutrio siapa lagi yang bisa sekurang kerjaan itu turun dari lantai 2 ke lantai 1 hanya untuk ngejekin orang?

"Galak amat boskuh, lagi dapet ya?" godanya sambil noel-noel pipiku dibarengi senyum tengilnya.

"Diem, nggak?! Gue kaplok ya lo!" Aku sudah membuat gestur ingin mengaplok sesaat sebelum si Dyas Kampret ini tertawa terpingkal-pingkal.

Aku mendengus lalu tanpa sadar mengerucutkan bibir.

"Yas,"

Dyas berhenti tertawa lalu duduk di atas mejaku. Dasar kurang ajar!

"Gue dapet surat lagi," aku memulai cerita, "katanya dia pengen ketemu ntar pulang sekolah."

Sesaat setelah aku mengucapkan kalimat itu, kupikir Dyas akan membombardirku dengan sejuta kalimat larangan, tapi justru yang kudengar malah,

"Yaudah, ketemuan aja sonoh."

"Hah?"

Dyas tersenyum, bikin pipi kirinya berlubang -bukan dalam artian sebenarnya- lalu disambung dengan kalimat yang berbunyi,

"Datengin aja ngga apa-apa. Siapa tau ntar kalian berdua jodoh." katanya sambil mengedipkan sebelah matanya penuh arti.

"Minggat lo!" adalah kalimat penutup percakapan pagi itu bersama Dyas.

Eh, bentar.

Dyas.....inisial dia AN juga, 'kan?

bersambung

AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang