01. Gadis penjual arak

73 9 2
                                    

Author's POV

PAGI ini cuaca begitu cerah. Udara semilir menggoyangkan rerumputan yang mulai menguning seirama.

"Yeppeun." celetuk gadis berkepang satu dengan gerobak kayu di belakangnya.

Gadis itu menghirup oksigen kuat dan menghembuskannya perlahan, kemudian melanjutkan perjalanan.

Guci berisi arak beras bergoyang saat ia berjalan di atas bebatuan.

"Annyeonghasimnika, Ajeossi." salamnya kepada seorang pria tua yang tengah mencicipi isi gentong berisi kecap asin.

"Oh, Sora-ssi apa kabar arak buatan kakekmu?" pria tua itu menghampiri Sora.

"Baik. Bagaimana kecap asin, Paman?" tanyanya balik.

"Haha, seperti biasa istana selalu memesan kecap asin ku dalam jumlah yang besar." jawabnya semangat.

"Omong-omong kau mau kemana?" tambahnya.

"Seperti biasa, mengirim arak beras ini ke istana. Apa Paman mau membeli satu?" tawar Sora.

Pria tua itu tertawa, "Haha, di hari secerah ini? Tentu, berikan aku satu guci, Nak. Ini uangnya,"

Sora mengambil sebuah guci dan meletakkannya di sebelah pria tua itu dan menerima sepuluh keping koin.

"Wah, setelah ini aku akan tidur nyenyak." celetuk pria tua itu mengambil sebuah gelas minum.

"Biarkan aku yang menuangkannya untukmu, Paman." Sora dengan perlahan menuangkan arak itu.

"Akhh, tidak ada arak yang lebih enak selain arak buatan kakek mu, Sora-ssi." puji pria tua itu setelah meminum arak. Semburat merah muncul dikedua pipinya.

Sora tersenyum lembut, "Gamsahamnida, Ajeossi." ia membungkuk hormat.

"Haha, baik-baik." pria tua itu kini sudah mabuk.

"Ajeossi, kalau begitu aku pergi dulu ya. Sampai jumpa!" Sora melambaikan tangan segera berjalan cepat menuju istana.

"Hati-hati!" pria tua itu melambaikan tangan dan tergeletak karena mabuk.

Sora menarik gerobak kayunya dengan semangat. Hal yang paling membuat ia senang adalah bisa masuk ke dalam istana. Ia sangat bersyukur memiliki kakek yang pandai membuat arak beras yang terkenal di seluruh penjuru negeri.

Kini, ia berdiri di depan gerbang kayu yang dijaga dua orang pengawal istana. Sora menghembuskan napas panjang; berjalan mendekati kedua penjaga pintu itu.

"Apa perlu mu kemari anak kecil?" cegah salah seorang pengawal.

"Saya kemari ingin mengirim arak beras, Tuan. Ini tanda pengenal saya." Sora menunjukkan identitas kakeknya yang terbuat dari kayu jati.

Kedua pengawal itu terkejut, "Kau cucu pembuat arak yang terkenal itu?" tanya pengawal berjenggot tipis, takjub.

"Ne, saya bahkan punya identitas khusus." Sora memperlihatkan identitas khususnya yang di respon dengan anggukan kedua pengawal itu.

"Ne Ajeossi, tadi kakek berpesan," Sora mendekat, "khusus untuk Ajeossi, akan mendapat satu guci arak beras gratis." bisik Sora.

Kedua pengawal itu mengerjap, "Benarkah?"

"Benar," Sora mengangguk yakin, "ini untuk Paman. Jangan beri tahu siapapun, arasyo?" Sora memberikan sebuah guci arak beras.

Kedua pengawal itu tersenyum senang dan segera mempersilahkan Sora masuk.

Meski ia memasuki gerbang belakang istana, Sora tetap senang bisa menginjakkan kakinya di dalam istana. Tempat tinggal raja dan para petinggi negara. Jika boleh berharap, Sora ingin sekali bertemu dengan putra mahkota.

SignalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang