MOVE ON?

69 5 2
                                    

Bagiku, cinta bukan lagi apa-apa. Ia tak lagi punya kuasa atas segalanya.

Untukku, hati itu sudah mati. Ia tak lagi punya ruang untuk disakiti.

Lalu seseorang datang dengan segenggam harapan.

Berusaha mencari celah dari biik jantungku yang tertutup rapat.

Lantas, haruskah ku buka kembali?

****

Oktober 2014

Bulan Oktober bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia belajar-mengajar sepertiku, menjadi salah satu bulan yang sangat sibuk. Bagaimana tidak, bulan ini, kami para pengajar wajib mempersiapkan pelaksanaan Ujian Tengan Semester (UTS), termasuk di dalamnya membuat kisi-kisi dan naskah soal. Belum lagi, bulan ini adalah bulan yang istimewa bagi dunia bahasa, bulan bahasa. Tentu saja hal itu membuat kesibukanku berlipat ganda. Selain harus mempersiapkan UTS, aku pun harus mengelola kegiatan untuk menyambut bulan bahasa tersebut.

" Jadi, gitu ya, anak-anak. Setiap perlombaan harus dipersiapkan dengan matang dari segala aspek. Oh ya, jangan lupa membuat surat permohonan untuk menjadi jurinya, ya,San. " Aku tengah berada di ruang OSIS bersama dengan para panitia bulan bahasa.

" Siap, Bu. Insha Alloh semua bisa berjalan dengan lancar, " ujar Sani, sang ketua OSIS, meyakinkan.

" Kalau begitu, Ibu percayakan pada kalian, ya. Kalau ada apa-apa segera koordinasikan dengan Ibu. Besok kita mulai mendekor, OK? "

" OK bu, siap! " jawab mereka, kompak.

Setelah merasa cukup memberikan pengarahan pada anak-anak yang tergabung dalam panitia, aku pun pamit. Aku harus bergegas kembali ke habitatku di ruang guru. Pembuatan soal masih setengah jalan, dan itu cukup membuatku kelabakan.

Ku pacu langkah dengan cepat. Ruang OSIS yang berada jauh di lantai 2, memaksaku untuk berolahraga turun-naik tangga.

" Hey....hati-hati dong, jalannya. " Suara seseorang mengejutkanku.

" Ya ampun Kris, ngagetin aja. " Aku terkejut melihat Kristo yang sudah berdiri di depanku.

" Kamu yang jalannya ngelamun aja, jadi gak sadar ada orang lain. Inget non, ini tangga, kalau gak hati-hati, terjungkal Anda. " Kristo tertawa renyah.

Aku pun ikut tertawa mendengar ucapannya.

" Iya sorry, aku buru-buru soalnya. Bikin soal belum kelar, nih. "

" Pasti keteter gara-gara nyiapin acara buat bulan bahasa juga, ya? " tanyanya, menyelidik.

" Ya kurang lebih gitu deh, " jawabku sembari mengangkat bahu.

" Mau kubantu? " tawar Kristo.

" Seriusan? Bukannya kamu juga lagi sibuk nyiapin anak-anak yang mau seleksi olimpiade biologi? " tanyaku, bingung.

" Udah beres, ko. Nih, aku baru selesai dari LAB. "

Senyumku mengembang. Ada sedikit kelegaan tatkala Kristo mau membantu. Persiapan bulan bahasa memang cukup menyita waktu. Aku didaulat untuk menjadi pembina acara, sementara rekan-rekan yang lain menjadi juri dan panitia. Tanggung jawab ini mau tak mau membuat kegiatanku amat padat, dan terus terang saja aku kewalahan.

" Aku mau ke kelas dulu, nanti selesai ngajar, aku bantu, ya. " ujar Kristo menenangkan.

" Oke, thanks ya, " kataku seraya mengembangkan senyum.

Memoar Ihwal KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang