prolog

34 1 0
                                    

Karena sahabatlah yang mentertawakan sahabatnya ketika menangis, mengejek sahabatnya ketika menghadapi masalah, ngebentak sahabatnya ketika melakukan kesalahan. Tapi apakah sahabat meninggalkanmu karena alasan itu?

***

Tiga orang sahabat yang melakukan perjalanan liburan dari Jakarta, kota sang legenda. Yang memiliki emas tinggi menjulang yang biasa kita sebut MONAS. Menuju ke Garut.

Tujuan mereka bertiga berlibur itu berbeda-beda.
1. Bhisma Cakra Widanarta. Ia bertujuan untuk menghindari sang pacar yang menuntut ini dan itu, yang selalu menekannya, yang bisanya cuman ngomel dan ngoceh gak jelas.
"Sayang aku pengen dibeliin tas baru dong, sayang aku pengen sepatu baru dong, hp aku udh jelek nih, sayang cepet dong nikahin aku, sayang nanti aku diambil orang, sayang...sayang....bla..bla...bla.. arrggghh. Bayangin aja lo semua jadi gue. Gue masih kuliah ,uang aja gue masih minta ke ortu. Lah dia seenaknya aja minta ke gue. Gue aja gak pernah beliin tas buat nyokap gue. Belum lagi dia ngomporin ke orang tua gue supaya cepet nikahin dia sama gue. ASW INGIN KU BERKATA KASAR."

2. Gilas Badai Angkara. Si cowok playboy. Ia bertujuan untuk menghindari pacar-pacarnya yang sedang menggila. Para pacarnya bekerja sama membentuk sebuah tim untuk membekuknya. Untung saja ia bisa melarikan diri dan menyelamatkan masa depannya dari itu semua.
"Cewek-cewek gue pada tau kalau gue selingkuhin mereka, selingkuhan gue dimana-mana. Gue gak tau siapa yang udah tega ngebocorin itu semua. Yang gue tau, pasti yang udah ngebocorin itu iri sama ketampanan gue."

3. Bintang Janwar Fridama. Si jomblo akut. Tujuan utamanya berlibur yaitu supaya bisa cuci mata sama cewek-cewek di desa.
"Ya siapa tau aja ada yang kecantol sama gue. Gue kan tampan dan imut. Masa gak ada yang mau sama cowok kaya gue. Kalau disuruh milih cewek kota atau gadis desa, gue sih milihnya gadis desa, karena gadis desa itu orangnya kalem, lembut, pakaiannya sopan karena belum terkontaminasi virus barat yang pakaiannya sering nonjolin kepunyaanya. Pake rok mini sepaha aja masih bilang kepanjangan, ngehargain banget ke laki kaya gue dan gak se agresif cewek kota yang sering gue temuin. Inikan menurut pendapat gue ya, menurut  kalian sih bebas."

Kenapa mereka bertiga memilih Garut, kenapa gak ketempat lain aja gitu? Karena di Garut itu tempat kelahiran Bintang si jomblo akut.

Ketika mereka bertiga sibuk berdiskusi memilih kemana tempat liburan yang asik. Si Bintang ngotot banget mereka semua harus ke Garut. Dia gak mau tau pokoknya dia kepingin berlibur ke Garut. Kedua sahabatnya tidak bisa berkata-kata lagi, mau gak mau ya harus ke Garut. Nurutin si kutukupret Bintang.

***

Perjalanan mereka dipenuhi canda tawa, kejailan dan bullyan untuk Bintang. Karena diantara mereka bertiga Bintanglah yang paling gila.

Mereka bertiga sengaja memilih jalan melewati hutan yang masih sejuk dengan pepohonan yang masih asri, dan belum banyak tercemar polusi.

"Bintang, lo yakin tau dimana rumah kakek lo?" Tak ada jawaban dari Bintang, ataupun Cakra. Badaipun menoleh ke arah jok yang di tempatin si Bintang dan Cakra.
"Lah buset nih anak dua, enak-enakan tidur. Udh kaya supir pribadi aja gue. Ini lagi si Cakra di jok depan bukannya bantuin gue ngarahin malah kakinya dia taikin ke atas dasbor." Badai hanya bisa mengucap istighfar melihat cara tidurnya si Bintang. Mungkin sangking lelapnya tidur, dia gak kerasa kalau badannya jatuh ke bawah jok dengan posisi duduk. Mulutnya mangap, tangannya meluk boneka teddy bear berwarna pink dengan ukuran sedang bertuliskan love forever. Kalau Badai boleh bersuara, dia udah
"Sumpah bukan temen gue."

"Woii... ini gue gak tau ada dimana, lo semua malah enak- enakan tidur." Hilang kesabaran Badai.

"Woles kali Dai, lo mah emosian aja kalau deket aku tuh, kamu tuh nyakitin perasaan aku tau." Bintang berlaga dramatis dengan memelesakan mukanya seperti orang yang benar-benar tersakiti.

"Idih najis gue, amit-amit ya allah punya temen kaya dia." Sambil mengetok ngetokan tangan ke kepalanya sebanyak 3 kali.

"Bisa diem gak lo. Sekarang gue mau tanya sama lo. Sebenernya lo tau gak sih rumah kakek lo? Kita udah ngelewatin 3 hutan ko gak nyampe-nyampe juga. Kaki gue udah pegel nih"

"Badai, gue itu lahir disini, kecil juga gue disini. Jadi, gue taulah dimana rumah kakek gue. Udah sekarang lo lurus aja terus tadi lo bilangkan baru 3 hutan. Tenang aja masih ada 2 hutan lagi yang belum lo lewatin. Kalau udah semua lo lewatin, nanti bakalan ada tanjakan, lo nanjak aja. Disitu desa gue bakal keliatan ko. Kira-kira 40-an kilometer lagi deh." Tak terlewat dengan senyuman manisnya yang hampir tidak mempelihatkan mata sipitnya.

Mata Badai melebar tak percaya mendengar perkataan Bintang. Ingin sekali Badai mengahajar temannya ini. Tapi untungnya dia menahan dirinya untuk tetap sabar mengahadapi satu temannya ini.

Badai menarik nafas panjang dan memberikan senyuman pada Bintang.
"Jadi, maksud lo, desa lo itu desa terpencil gitu, pedalaman, yang orang-orangnya kampungan dan gak ada signal." Dengan suara yang sangat lembut.

"Sebenernya desa gue itu jauh dari kota Garut. Kalau mau ke kota aja kayanya ampe 2 jam deh kalau gak salah ya, gue agak lupa." Dengan watados yang biasa ia keluarkan.
*watados(Wajah tanpa Dosa)

"Cakra, gue mohon keluarin gue dari ujian hidup ini. Gue cape Cak, cape hati sama pikiran gue. Ya Allah kenapa engkau pertemukanku dengan makhluk seperti dia." Badai menunjuk Bintang.

"Yaudah kalau lo cape, biar gue aja yang nyetir. Bereskan." Timpal Cakra memberi solusi pada Badai.

"Engga...engga...engga gue gak mau Dai. Udah mending lo aja, gue gak mau mati muda. Gue belum ketemu sama jodoh gue, gue pengen ngerasain nikah dulu. Gue gak mau orang yang lagi banyak pikiran karena ditarik kawin nyetirin mobil gue." Ujar Bintang khawatir.

"Ok..ok..ok gue tetep nyetir. Puas lo. Tapi lo harus diem, gak usah ngoceh lagi. Sekali lagi lo ngoceh, tangan gue ngelayang buat ngejotos muka lo, yang lo bilang imut itu."

"Yaudah gue kan cuma nawarin aja." Ungkap Cakra santai.

"Lagian daritadi lo cuma ngelamun doang dengan pandangan kosong tau. Kan bikin gue parno jadinya." Gerutu Bintang, seperti anak monyet yang manja pada tuannya.

"Iya Cak, bener kata si Bintang. Udahlah jangan mikirin masalah lo terus, kita tuh lagi liburan harusnya lo itu seneng. Buang dulu aja masalah lo. Barangkali aja selama liburan, lo dapet jalan keluarnya." Badai mencoba membuat si Cakra lebih relax aja selama liburan.

"Thanks ya, kalian udah buat gue sedikit ngelupain masalah gue. Kalian memang sahabat gue yang paling ngertiin gue." Tulus Cakra memuji sahabatnya.

"Karena sahabatlah yang mentertawakan sahabatnya ketika menangis, mengejek sahabatnya ketika menghadapi masalah, ngebentak sahabatnya jika melakukan kesalahan. Tapi apakah sahabat meninggalkan kamu karena alasan itu? Walaupun mentertawakanmu ketika bersedih, sahabatmu itu tidak meninggalkanmu, malah menemanimu bersedih, walau tidak ikut bersedih.
Mentertawakanmu ketika bersedih bukan berarti mengejek, tapi sahabatmu itu ingin membuktikan bahwa kamu itu bisa kuat mengahadapi masalahmu." Bijak Bintang.

"Nih orang bisa bijak juga ya." Ejek Badai pada Bintang.

***

Beberapa jam kemudian.....

Mereka sampai pada tujuan. Mereka bertiga disambut baik oleh kakeknya Bintang dengan mempersiapkan acara menyambut kedatangan mereka bertiga.

Selepas acara, mereka bertiga sudah tidak bisa berkata-kata, apalagi si Badai, karena kelelahan. Semuanya tergeletak di atas karpet ruang tamu yang sudah sepi.





Apabila ada bagian yang menyinggung para reader, kalian bisa ko kasih saran atau masukkan tentang cerita ini. Langsung saja follow ig saya @renikurniaandini .
Jangan lupa vote dan komennya ya....

The Freedom of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang