Aku Harus Memilih

18 2 0
                                    

Beberapa hari yang lalu. Aku meliha ada brosur pengumuman untuk pendaftaran beasiswa di Universitas Indonesia. Brosur pengumuman itu di tempelkan di mading sekolah yang terletak tidak jauh dari kelas ku.

Hari ini, Aku ingin mencoba bertanya kepada Pak Eko guru ku mengenai brosur pengumuman itu. Aku ingin mengetahui informasi yang lebih detail dan bagaimana caranya agar aku dapat mendaftarkan diri kesana.

Aku ingin sekali melanjutkan perguruan tinggi di UI. Karena mungkin letaknya yang tidak jauh dari rumahku dan ada jurusan kuliah yang ingin aku ambil di sana. Dan dengan itu pula. Ibuku pasti tidak akan memaksaku untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri lagi. Ya emang bagus sih sekoalah di sana, tapi aku tidak ada minat untuk sekolah kesana. Melainkan karena paksaan yang akan membawaku kesana nantinya. Menurutku, perguruan tinggi di Indonesia juga nggak kalah bagus dengan perguruan tinggi yang ada di luar negeri.

Saat bell istirahat berbunyi. Aku langsung merapikan meja dan memasukan bu ku ku yang berantakan di meja saat kelas dimulai tadi. Aku keluar dari kelas. Aku mau langsung ke ruang guru untuk mengetahui informasi tentang brosur yang ada di mading sekolahan itu.
“Ardhan!” Cintya memanggilku.
“Iya Cin?”
“Mau ke kantin nggak sama aku?”
“Aduh gimana ya? Tapi aku mau ke runag guru Cin!”
“Yah...”
“Sorry ya. Aku ke ruang guru dulu!”

Aku langsung meninggalkan Cintya yang tadi mengajakku ke kantin. Sebenarnya aku pengen ke kantin bersamanya. Namun ada yang lebih penting dari itu. Ini menyangkut masa depan ku juga.

Aku berjalan ke ruang guru. Ruang guru ku berada jauh dari kelasku. Aku harus berjalan melewati toilet dan perpustakan sekolah untuk sampai di sana. Walaupun sebenarnya ruang guru dengan kelas ku berhadapan. Namun di batasi oleh lapangan basket yang luas dan berpagar. Jadi aku harus berputar untuk sampai di sana.

Sekarang aku berada tepat di depan pintu kaca hitam yang berada di rung guruku. Aku rumayan gugup untuk masuk kesana. Tapi aku teringat dengan pepatah “Siapa yang tidak berani bertanya, maka akan tersesat di jalan.” Ya, jadi aku harus bertanya untuk mengetahui informasi detail untuk berosur itu. Aku mengintip dari pintu kaca hitam itu. Aku lihat di dalam guru ku sedang berbicara dengan seseorang yang mungkin itu tamunya. Jadi, aku harus menunggu oraang tersebut keluar dari ruangan itu. Karena tidak sopan jika aku mengganggu gurku yyang sedang menerima tamu di ruangannya itu. Apalagi tamunya nampak penting.

Sejujurnya aku kurang tau apa tujuan ku ingin melanjutkan sekolah di Universitas Indonesia. Tapi apa juga tujuan ku kalo aku di sekolahkan ke luar negeri.  Ibuku hanya ingin aku jadi pengusaha kaya dan banyak uangnya. Padalah bukan itu yang sebenarnya aku inginkan. Aku hanya ingin. Berkarya tanpa batas. Berkarya dengan rasa senang tanpa ada ikut campur tangan orang lain. Karena aku percaya hidup dengan apa yang kita cintai maka kita akan lebih mencintai hidup kita. Aku sama seklai tidak pernah mempunyai minat untuk menjadi seorang pengusaha. Aku hanya ingin membuat orang – orang yang di sekeliling ku tersenyum, tertawa, Dan lupa akan kesedihannya karena semua karya – karya.
Sudah hampir sepuluh menit aku menunggu di depan ruang guru. Orang yang bersama guruku tadi belum juga keluar dari ruangan itu. Aku terus saja memainkan kakiku. Aku ayunkan kaki ku ke depan dan belakang. Setelah itu aku lihat kembali pintu kaca berwarna hitam itu. Pintu itu terbuka dengan orang yang tadi bersama guru di dalam ruangan. Orang tersebut keluar dengan membawa bebrapa dokumen yang aku juga tidak tahu. Lalu aku buka pintu kaca hitam itu. Aku masuk ke dalam dengan rasa malu dan gugup.
“Permisi!” kata ku.

Aku berjalan ke arah guru ku yang bernama Pak Eko itu. Aku lihat Pak Eko sedang menandatangani beberapa kertas yang mungkin tadi di bawa oleh tamunya tadi yang bersamanya di dalam ruangan sebelum aku masuk.
“Pak?” sapa ku.
“Oh. Iya? Ada apa nak Ardhan?”

Aku langsung meangambil duduk tepan di depan guruku.
“Saya mau menanyakan tentang brosur pendaftaran beasiswa di Universitas Indonesia pak!” jelas ku.
“Begini nak Ardhan, Brosur itu sebenarnya sudah dari tahun kemarin. Tapi masih belum di copot juga oleh Pak Karman tukang kebun.”
“Yah... jadi tahun ini tiak ada pendaftaran beasiswa lagi ya Pak?” tanya ku sedikit kecewa.
“Pastinya ada nak Ardhan! Karena Universitas Indonesia setiap tahunnya pasti membuka pendaftaran beasiswa itu.”
“Wah... bagus kalo begitu. Lalu apa Pak syarat dan cara agara saya bisa mendaftarkan diri ke sana?”
“Syaratnya hanya satu nak Ardhan. Kamu harus mempunyai nilai yang bagus selama sekolah di SMA.”
“Maksudnya Pak!?” tanya ku bingung.
“Maksudnya nilai kamu per semester itu harus bagus – bagus dan tertinggi. Nilai itu nantinya akan di lihat dan kamu akan di tes kembali. Saya rasa kamu tidak perlu khawatir untuk ini. Karena saya lihat nilai kamu dari semester awal selalu menjadi yang tertinggi di sekolahan ini. Jadi kamu unutk UN nanti harus bisa mempertahankan atau meningkatkan menjadi lebih baik lagi. Dan untuk masalah pendaftaran. Bapak yang akan bantu kamu nanti!”
“Terimakasih banyak Pak.”
“Sama – sama.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku diam sajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang