Kalau Rangga punya Cinta, maka Arash punya Pelita.
Hal tersebut seperti doktrin yang akan selalu tercantum dalam ingatan semua penghuni Angkasa. Dimana ada Arash disitu ada Pelita.
Pasangan yang selalu membuat iri siapapun yang melihatnya. Ibaratnya seperti raja dan ratu, pangeran dan puteri, Habibie dan Ainun—jika di Indonesia. Julukan tersebut di berikan oleh siswi Angkasa yang mencantumkan diri sebagai penggemar Arash dan Pelita. Sweet couple, Perfect couple—kata mereka.
Semua percaya jika tidak ada laki-laki tampan tanpa seorang perempuan yang rupawan. Mereka—penghuni Angkasa bahkan menjadikan pasangan tersebut sebagai tolak ukur untuk memulai hubungan.
Bagi murid perempuan, wajib hukumnya memiliki pacar seperti Arash. Tidak apa-apa walau tak tampan Arash yang penting sifatnya se-penyayang Arash, se-manis Arash, dan se-pengertian Arash.
Dan bagi murid laki-laki, wajib hukumnya memiliki pacar sec-antik Pelita, se-mulus Pelita, dan se-rupawan Pelita.
"Kalau Arash jomblo, Angkasa bisa runtuh karena cewek-cewek sibuk ngejar dia dan membuat diri sesempurna mungkin." Kata salah satu penggila Arash.
Padahal, mereka tahu bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Arash sendiri terlalu cuek dengan segala hal yang berada di sekelilingnya. Dia tidak pernah peduli dengan segala pembicaraan yang menurutnya justru kurang kerjaan. Iya, untuk apa membicarakan seseorang yang tidak pernah mengenalmu sedikitpun? Arash memang tidak se-peduli itu untuk mengingat siapa-siapa saja yang pernah dia ajak bicara.
"Kalau aja pas pembagian muka gue paling depan bukan malah Arash, betapa nikmatnya hidup gue." Tungkas Rolan. Cowok dengan kepala pelontos itu memandang iri pada Arash yang justru kelewat kalem.
"Punya cewek cantik, tajir, bodi aduhai yang bikin pusing tujuh keliling tapi seringnya nggak dimanfaatin, kurang apa lagi lo, bro?"
Arash hanya melirik sekilas kemudian berlalu sembari membawa baki penuh makanan. Rolan berdecak lalu mengambil asal baki yang tersedia di depannya.
"Punya gue!" Kata seorang cowok berkacamata yang menghadang tubuh Rolan.
Rolan hanya menyengir kuda, "pesen lagi jangan kayak orang susah." Katanya yang membuat cowok berkacamata itu memutar matanya.
Arash memilih duduk di sudut dekat jendela. Ia meletakan makanannya.
"Makasih, sayang."
"Hm."
Meraih pipet minuman, Arash melihat Rolan yang terlalu rusuh karena memperebutkan tempat duduk dengan cewek yang duduk di depan Pelita.
"Masa iya gue makan di depan Arash, gak napsu lah gue." Rolan menggeser tubuh cewek yang tidak sebanding dengannya itu.
"Dasar jones gatel!" Cibir Fanya.
"Heh, diemnya ya lo, jelek aja belagu." Rolan dan mulut blongnya memang sangat menyebalkan.
Fanya langsung diam, menunduk dan memakan makanannya dengan tenang. Siapa yang tahu jika perkataan Rolan itu menampar keras harga dirinya sebagai perempuan.
"Rolan rambut, bisa kan mulut lo disaring dulu." Tegur Arash tegas.
Rolan hanya berdecak dan memilih menatap Pelita dengan senyum yang di buat se memesona mungkin. Padahal yang terlihat justru biasa saja.
"Awas tuh gigi kering." Cibir Pelita karena tak terima sahabatnya dijelek-jelekkan.
Pelita lalu meraih botol sambal untuk dituangkan ke dalam mangkuk baksonya, dia sangat suka memakai sambal yang banyak hingga kuahnya memerah.
"Jangan banyak-banyak." Kecuali sudah mendengar perintah yang satu ini, maka Pelita harus mengurungkan niatnya untuk menuang lebih banyak sambal tersebut.
"Nanti sakit lagi perutnya." Dan kalau sudah begini, Pelita yang tadinya cemberut kini tersenyum sembari menatap Arash.
"Kalau aku sakit kan ada kamu yang rawat." Ucapnya sambil mengaduk bakso miliknya.
"Aku bukan dokter."
Pelita hanya mengangkat bahunya dan menyantap makan siangnya dengan tenang. "Tapi kamu selalu jagain aku pas aku sakit. Buat aku kamu dokter sekaligus obat paling ampuh sih."
Arash hanya tersenyum simpul menanggapi kalimat tersebut. Ia kemudian menoleh saat Pelita menepuk bahunya.
Cup.
"Aku sayang kamu."
Seketika Arash berhenti mengunyah karena terlalu terkejut. Sementara Pelita langsung menunduk malu. Semburat merah terlihat jelas merona di pipinya.
Ini pertama kalinya Pelita berani mencium Arash di depan umum. Apalagi setelah itu Rolan dan Fanya tersedak makanannya.
Butuh beberapa detik untuk Arash tersadar dari rasa terkejutnya.
"Lain kali jangan kayak gitu." Kata Arash dengan raut tenangnya. Pelita langsung terlihat murung karena ternyata tanggapan Arash tidak sesuai dengan pemikirannya.
"Aku nggak mau nama kamu jadi jelek cuma karena hal tadi." Dan Pelita lupa jika Arash adalah laki-laki yang tidak pernah membuatnya kecewa. Sedikitpun.
Arash mengacak rambut Pelita hanya untuk membuatnya berantakan dan Pelita senang akan hal itu. Sesaat pandangannya menangkap bayangan seseorang.
Seseorang yang sedang tersenyum padanya dari jauh, seseorang yang setelah itu membalikkan badan dan pergi dari tempatnya berdiri tadi.
Arash lupa ada hati yang harus dia jaga.
***
Satu kata untuk Arash...
Vote and comment ya
Terimakasih sudah membaca🙏
Semoga lancar deh nulis cerita mereka ini💃
KAMU SEDANG MEMBACA
Arash (ON GOING)
Ficção AdolescenteYou are the most beautiful gift from God for me -Arash Ashadewa- *** Copyright©2018 ARASH by Anputri Publish pada tanggal 3 Mei 2018