Tentang Aku

63 8 0
                                    

Ah, sudah pagi. Malas sebenarnya. Harus menyiapkan buku dan bersiap untuk sekolah. Aku harus pergi melihat sekaligus bergabung bersama orang-orang yang sibuk dengan rutinitasnya. Duduk terdiam dalam kurungan tembok berbentuk kubus yang konon katanya bernama kelas. Membosankan sekali kegiatanku selama ini.

Kalau teman-temanku punya suatu lingkaran "klick" yang disana mereka bisa bertukar pikiran, bercanda, jalan bareng, curhat tentang ini itu. Berbeda denganku. Aku ini cuma apa, sih.

Belajar di kelas bagiku hanya buang-buang waktu. Lagipula kalau aku belajar, siapa yang akan bangga atas apa yang ku capai?

***

Seusai berpakaian seragam, perlahan kakiku melangkah keluar ruangan. Kotor. Pandanganku saat pertama melihat ruangan di depan pintu kamarku. Ruangan yang seharusnya menjadi tempat kami menonton televisi atau sekedar berbincang ria. Namun, aku tidak tahu kapan tepatnya ruangan ini beralih fungsi menjadi tempat yang penuh kesunyian saat pagi dan keributan saat sore sampai malam.

Kepada siapa aku akan pamit berangkat sekolah? Tidak ada. Ayah dan ibuku ke mana aku pun tak tahu. Satu-satunya hal yang biasa aku lakukan adalah melangkah dengan tidak semangat menuju sekolah.

***

Pukul 06.30, akhirnya aku sampai di depan gerbang sekolah tempatku menuntut ilmu. Terkadang aku suka bingung, mengapa ilmu harus dituntut padahal ia tidak salah. Mengapa ia harus dicari padahal ia tidak hilang. Pernah aku dengar seseorang berkata, "Kamu sekolah bukan buat cari ilmu. Kalau kamu pikir ilmu-ilmu yang kau tuntut sekarang tak berguna, terserah saja. Tapi yang harus kamu tahu adalah, yang penting dalam bersekolah adalah terbiasa disiplin dan terbiasa ditempa dengan berbagai persoalan. Itu yang penting."

Tetapi, entah kenapa aku tidak terpengaruh atas kata-kata orang lain sekalipun dalam masyarakat, orang-orang menganggap itu baik.

Batu. Kata orang aku itu batu. Tidak pernah mendengar apa yang orang lain katakan tentang hidupku. Terkadang aku juga berpikir, mengapa mereka sesempat itu menilai hidupku. Menilai orang yang bahkan mereka tidak paham bagaimana seluk-beluknya. Asal saja menilai.

.
.
.

Brukk

"Woi, bisa liat gak, sih?" Kata cowok itu sembari menatapku. Seolah menantang.

"Bisa kok." Aku berusaha tidak peduli. Lagipula aku tidak salah, kan? Aku kan tidak sengaja. Tanpa menoleh ke arahnya, aku berjalan begitu saja dari hadapannya.

"Dasar cewek batu!" Pekiknya dengan nada tinggi.

Haha, sudah biasa. Terus saja mengataiku seperti itu. Kalian memang benar. Aku memang batu. Kata hatiku.

Sambil berjalan memasuki kelas, aku memakai earphone. Biar kata-kata mereka tentangku tidak terdengar. Aku lelah.

~~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara Kita dan CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang