Satu.

29 4 2
                                    

Brukk!!

"Jalan tuh pake kaki, bukan pake mulut. Ngunyah aja sih kerjanya."
Omel gadis bertubuh mungil dengan hijab coklatnya.

"Aduh naa, masih pagi tauu jangan marah-marah aja kerjanya." balas lelaki yang menabraknya. Arga.

Lelaki tengil nan jail yang hidup dalam kehidupan ratna, yang tragisnya adalah teman dekatnya sejak sekolah menengah atas.

"Gue ga ada waktu ya ga, buat adu argumen sama lo."

"Iya gue tau, waktu lo kan cuma buat kelas psikologi lo itu. Biar dapet gelar terus praktek di RSJ terdekat." Kekeh arga.

"Hmm."

"Na, emangnya apa sih enaknya jadi psikolog? Susah tau, gajinya juga ga seberapa sama kerja keras lo. Kerjanya di RSJ, nanti kalo lo ketularan gila gimana na? Ehh tunggu, lo mah kan udah gila ya naa? Ckck."

"Enak aja lo ngomong gue gila, lo kali yang gila. Ganggu hidup orang mulu kerjaannya kayak hidupnya udah beres aja." Sikut ratna.

"Eh na, tapi yang gue omongin tadi ada benernya juga na. Maksud gue pikirin lagi aja, kali aja lo mau ngubah pikiran buat pindah jurusan jadi anak komunikasi sama kayak gua."

"Yee, gue ga sebodoh itu ya ga, bilang aja lo tuh pengen gue masuk jurusan lo, biar satu kelas. terus nanti gue disuruh jadi pembantu lo deh buat ngerjain tugas lo, enggak, enggak, enak aja."

"Tapi gue serius na, emang apa sih yang bikin lo tertarik buat masuk psikolog?"

Ratna menatap arga. Pertanyaan itu membuat dirinya sendiri bertanya kepada hatinya. Kenapa harus psikolog? Kenapa harus mengikuti sarannya? Kenapa harus pertanyaan itu yang keluar dari mulut arga?

Berbagai pertanyaan muncul dalam benak ratna, namun gadis itu malah tidak ingin ambil pusing dengan pertanyaan arga walau hatinya berdesir kencang dengan pertanyaan barusan. Namun ratna bukanlah gadis yang terbuka, drama adalah keunggulannya dan ekspresi wajahnya benar-benar sangat membantunya dalam kebohongan hidupnya.

"Ya, ya, ya gue cuma, pengen ban-"

"Oh, iya iya gue tau kok lo cuma pengen ikut jadi orang gila kan di RSJ? Biar pasien RSJ ada temen baru disana. Gue ngerti kok na, mulia banget ya hati lo. Oiya na gue ada kelas nih, gue cabut duluan ya na? See you." arga tertawa sambil berlari kecil menghindar dari kepalan tangan yang mulai terangkat tinggi dengan tambahan tatapan tajam milik ratna.

Ratna tersenyum miris sekilas.
"Tapi kenyataannya lo gak tau apa-apa ga tentang gue, buktinya lo masih gak tau kan apa yang gue rasain saat ini sampe lo nanya gitu ke gue. Padahal lo udah tau jawabannya. Gue cinta psikolog ga, karna gue masih sayang sama diri gue sendiri. Gue cuma ingin mempelajari menyembuhkan luka itu ga, rasa sakit itu masih menjalar."

Ratna menggigit bibirnya, memejamkan matanya. Menahan isak tangis yang berteriak ingin kebebasan. Kaki kecilnya mulai berlari menuju taman belakang kampus yang kini tak bersisa manusia kecuali ratna.

Kini gadis periang nan cantik tak lagi seperti biasanya wajahnya terlihat mendung dengan air mata yang mengintip di sudut matanya, hidungnya yang mancung kini hanya memperlihatkan merahnya menahan tangis-tangis yang benar-benar keluar sedikit demi sedikit.

Dan semesta sangat berbaik hati hari ini, mendatangkan hujan sebagai penutup kesedihan gadis periang itu. Memasang topeng gadis yang kini sudah benar-benar mendung. Kejadian 5 tahun silam terbayang di benaknya, seperti kaset rusak yang selalu memutar episode-episodenya walau berantakan.

Hanya dengan pertanyaan sepele tentang jurusannya, ia membuat bibirnya berdarah deras dengan gigitannya, membuat matanya sembap dengan kenangan yang diingatnya dan mulai luruh bersama runtuhnya air mata, dan yang pastinya membuat luka gores baru dihatinya sebagai pengganti luka gores lama yang bahkan belum kering sepenuhnya.

***

"lo anak yang penakut na."

"sayangnya gue bukan seorang anak."

"terus apa dong nana maunya? Kucing aja ya, kan lucu ada buntutnya?"

"seorang anak pasti punya ayah dan ibu lih, kayak lo. Sedangkan gue-" tubuhnya bergetar, gadis kecil dengan laki-laki yg lebih tinggi  beberapa senti darinya sekarang tengah memeluk gadisnya, memberikan kekuatan untuk terus melanjutkan hidup yg dipenuhi oleh hal-hal yang tak terduga. Dan menyakitkan.

"Namun sayang, sekuat apapun kalian, kalian hanyalah manusia biasa, yang hanya mampu menenangkan diri kalian sebentar. Bahkan kalimat penenang itu serta pelukan hangat lo cuma berlaku selama 4 tahun aja jaa."

"AKH!! Kenapa gue harus inget lo ja."

Ratna mendesah pelan, mengusap sebagian wajahnya yang kini telah basah terkena air hujan serta air matanya yang mengalir deras persis seperti hujan yang kini turun depan matanya.

***

"Gue tau kok na, maaf gue nanya kayak gitu, cuma pengen tau seberapa berartinya dia. Tapi ternyata emang masih berarti ya na, sampe kata-kata dia aja masih lo lakuin sampe sekarang. Gue pura-pura gatau karena  bukannya manusia kalo ada masalah terus ditanya permasalahannya kadang malah makin rumit ya? Jadi gue pikir ini bukan saat yang tepat, lo juga butuh waktu buat sendiri dulu na." batin arga.

***

Okdh, maap ajani kalo ga jelas.
Makasi udah baca.
Vote+coment?
Kritik jgn sungkan kakak.
See you -adsss.

Vivere.Where stories live. Discover now