Empat.

11 2 0
                                    


"Arga!"

Waduh nenek lampir tuh, batin arga yang merasa terpanggil.

"Woy, denger gak?" Ucapku kesal.

"Iya, iya, kenapa sih?" Ucapnya malas.

"Anterin gue ya? Ke toko buku bentar aja." Ucapku memelas.

"GAK!"

"Orang pelit sih biasanya harus disambit nih."

"Apaansi, gue sibuk ngerti?"

"Pliss, gue traktir donat deh."

"Ngapain murahan."

"Awas lu minta traktir J.CO malem-malem setelah liat story gua penuh donat lucu."

Aku pergi.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

"Naa."

"Kenapa? Tadi gamau kan!" Aku sedikit berteriak.

Pura-pura ngambek seru nih, jual mahal dikit biar gak dimurahin.

"Gue anterin deh."

"Kuponnya sudah hangus, tidak usah memanggil."

"Gue ikhlas."

"Kalau begitu cepat kesana sebelum mengantri."

"Memang, toko bukunya ramai?"

"Bukan toko bukunya, tapi J.CO nya."

"gue ikhlas kok."

"Lah, lo pikir gue terpaksa?" Aku mulai kesal.

***

"Mencari apa sih na? Sudah 6 buku yang gue pegang."

"Sabar, 1 buku lagi."

"Buku apa? Biar gue bantu cari."

"Tidak usah, tidak akan ketemu."

Aku terus mencari setiap sudut rak, memastikan tidak ada satu buku yang tidak aku perhatikan. Sampai mataku terbelalak melihat buku yang sudah aku cari selama 2 bulan terakhir.

"Sudah selesai, ayo ke kasir."

"Sebentar, aku harus cari buku teknologi terbaru dulu."

"Gue punya, tidak usah sungkan untuk meminjamnya."

"Tumben."

"Bukan punyaku, punya kakak."

"Gajadi deh na." Arga merengut kesal.

Kakakku, namanya Mita. terkenal pelit sejagat raya jika bukan dengan orang terdekatnya.
Galak serta tegas itu kesan pertama dari manusia yang mengenalnya.
Menjuarai taekwondo se-indonesia saat umurnya bahkan masih 10 tahun dan se-asia saat umurnya 17 tahun.
Tak suka menyelesaikan masalah dengan kepala dingin karena dia tidak suka es kelapa katanya, dia hanya suka susu jahe dengan ketan putih. Sungguh, bagian itu aku juga tidak mengerti. Tapi dia bilang sendiri.

"Aku sedang meminjamnya, tenang saja." Ujarku sambil tertawa.

"Baiklah."

***

"Tidak mau kutraktir, tapi makan 2 lusin sendiri. Bahkan aku hanya memesan cappucino." Ucapku menyindir.

"Katanya kamu ikhlas." Kekehnya.

"Katanya kamu juga ikhlas." Balasku kesal.

"Baiklah aku kalah, aku tak kuasa melihat donat itu." Ujarnya sambil meringis.

Derum motor arga kini sudah meninggalkan tanah rumahku. Kini tersisa aku yang masih menghirup udara sore di jakarta yang penuh polusi. Tak masalah menghirup polusi yang menyesakkan, sudah sering menghirup yang lebih sesak, jadi tak usah khawatir.

***

"Aku ketoilet ga."

"Iya."

Brukk!!

"Ma-maaf mas tadi tidak sengaja." Ujar waiter yang menabrak meja arga.

"Iya gapapa mba."

"Saya bantu mas."

Waiter itu hendak mengambil kantong belanja ratna dari toko buku tadi, aku menolaknya. Kurasa dia sedang banyak pekerjaan dan banyak pikiran kutebak, jadi aku membiarkannya pergi. Aku mengambil satu per satu buku yang terjatuh hingga menemukan suatu buku yang menarik perhatianku. Aku terdiam membeku. Jadi buku ini yang? Buku ini yang dicari ratna habis-habisan?

Sepanjang perjalanan tadi, aku masih kerap memikirkannya. Buku itu membuatku melupakan tugas-tugas yang menumpuk untuk beberapa saat (terkecuali donat). Pertanyaan demi pertanyaan muncul dibenakku, aku ingin bertanya tetapi aku tidak ingin ceroboh dalam hal ini. Lagipula aku tidak boleh egois bukan? Memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan perasaan ratna jika pertanyaan itu muncul dari mulutku yang seenaknya itu.

"Aku harus tau sendiri tentang hal itu, secepatnya." Ujarku pelan

Dan ketika itu motorku sudah melaju kencang meninggalkan perumahan anggrek setelah memulangkan ratna kerumahnya dengan selamat.

***

Makasi udah baca,
Maaf kalo gak jelas.
Vote+coment jgn sungkan.
See you -adsss.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 05, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Vivere.Where stories live. Discover now