2

0 0 0
                                    

Ira melempar tubuhnya diatas kasur kamarnya. Hari ini dia pulang cukup sore. Doni memaksanya untuk menemaninya latihan basket.

Pliss deh.. kaya anak TK aja minta ditemenin.

Namun doni hanya tertawa diolok seperti itu.

Siang tadi, Ira harus rela berpanas-panas ria hanya demi menunggu doni yang asik melempar-lempar bola kulit itu dengan teman temannya. Untung dia tidak sendiri. Ada putri, menejer klub basket yang cantik meskipun sikapnya tidak secantik wajahnya.

Sebagai contoh, dia hanya menjawab pertanyaan ira dengan jawaban yang pendek plus ketus saat dia bertanya kapan kegiatan ini berakhir. Selebihnya dia hanya diam sambil menatap lurus ke arah lapangan. Jadi ira pun juga memilih untuk diam.

Untungnya masih ada seorang gadis lagi yang akhirnya ira tahu bernama riris. Ternyata dia adalah pacar kapten tim basket, Toni.

Orangnya 180 derajat berbanding terbalik dengan putri. Riris berwajah manis dengan tubuh sedikit lebih pendek dibandingkan Ira yang hanya memiliki tinggi 155 cm. dia cukup ramah. Enak diajak ngobrol meskipun sesekali ira harus kaget karena riris tiba-tiba berteriak memberi semangat kekasihnya. Duh!

Kembali ke kondisinya sekarang. Di atas kasurnya ira memejamkan mata sambil mengurut kepalanya yang agak pusing. Mungkin karena kepanasan siang tadi. Ira tersenyum, ia merasa sedikit rileks dan nyaman.

BLAMM!!

Suara pintu kamar ditutup. Ira yakin, itu rio. Sepertinya, rio pun juga baru pulang dari tempat les. Ira maklum, rio pasti sedang stress-stresnya mendekati ujian umum nasional yang tinggal beberapa bulan lagi. Berbeda dengan ira, dia masih akan menempuhnya tahun depan karena dia sekarang masih kelas 2.

"ahh.. PR ku.." tiba-tiba ira ingat dengan PR matematika yang harus dikumpulkan besok.

Bukankah Rio paling jago pelajaran matematika? Atau lebih tepatnya hamper semua mata pelajaran. Ira terkekeh dengan dengan kenyataan bahwa rio memang pandai. Sebaiknya aku minta bantuan rio.

Ira tersenyum dan segera beranjak menuju meja belajarnya. Dengan semangat, ira mengambil buku dan bolpennya. Namun, tiba-tiba ada seekor kunang-kunang terbang masuk dari jendela kamar yang sengaja masih belum ditutup oleh ira.

Kunang-kunang?

Terkejut sekaligus terpesona. Mungkin itu yang dirasakan ira saat ini. Namun, tanpa ira sadari, ada sebuah rasa yang cukup sulit ira gambarkan. Bahagia? Entah mengapa terasa ada lubang di hatinya.

* * *

Rio mengusapkan handuk pada rambutnya yang basah setelah mandi. Hari ini cukup melelahkan. Setelah jam sekolah berakhir, dia masih harus pendalaman yaitu program belajar tambahan dari sekolah sebagai persiapan ujian akhir nasional. Belum cukup disitu, dia masih harus mengikuti program les privat di sebuah tempat bimbel yang cukup berkualitas di kota ini.

Bukannya dia maniak belajar.

Meskipun Rio cukup pandai dengan karunia otak yang sangat encer, dia beruasaha agar bisa meraih mimpinya dengan berusaha sangat keras. Itu hanya demi sebuah janjinya pada seorang gadis kecil bermata biru terang bertahun-tahun yang lalu.

Rio menatap layar hpnya. Dia tersenyum saat melihat foto lama sepasang anak kecil yang sedang tertawa bersama.

"cepatlah kembali..." bisik rio.

Tok! Tok! Tok!

Sebuah ketukan halus membuyarkan lamunannya.

"Rio..." panggil ira sambil mengetuk pintu.

Senyuman di wajah rio menghilang. Digantikan dengan wajahnya yang dingin menatap pintu yang ada di depannya.

"Rio... apakah kamu masih sibuk?" Tanya ira yang mulai tidak sabar karena rio tidak segera membuka pintu kamarnya.

Ira tersenyum saat pintu kamar rio terbuka. Namun senyumannya luntur saat melihat wajah rio. Busyet, aura cool nya keterlaluan. Ira mengkeret.

"ada apa?" Tanya rio dingin setelah melihat siapa orang yang berada di balik pintu tersebut.

"aku boleh masuk?" Tanya ira setelah mengumpulkan keberaniannya. Meskipun dia agak takut dengan sikap rio yang dingin seperti itu, dia masih lebih takut dengan guru matematikanya yang terkenal killer itu.

Rio tidak segera menjawab, namun sedikit menekuk wajahnya.

"umm.. anu.. aku mau minta tolong," kata ira dengan suara sedikit mencicit. Keberaniannya seketika menguap. Apa gak jadi aja ya?

"apa?" Tanya rio dengan alis yang berkerut.

Tuh kan?

"PR matematika ku.. umm.. aku sedikit kesulitan" kata ira sedikit ragu.

Rio masih terdiam sambil melirik buku yang dibawa oleh ira.

"tapi jika kamu sibuk nggak apa-apa kok. Mungkin lain kali," ira sudah bersiap kembali ke kamarnya. Namun sentuhan halus di bahunya mengejutkan ira.

"masuklah, akan ku bantu," lalu rio masuk ke dalam kamarnya. Lalu dia memakai kacamatanya yang tegeletak di meja belajarnya.

Pintu kamar masih terbuka membebaskan ira untuk segera menyusul rio masuk ke dalam. Namun dia masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. Seharusnya ira senang, namun dia sedikit ragu atau mungkin takut.

"mau sampai kapan kamu akan berdiri disana?"

Ira sedikit terkejut. "maaf,"

Rio hanya diam saat ira berjalan dengan ragu. Pandangannya seolah memperhatikan ira. Namun pikirannya terbang entah kemana saat menatap mata biru yang cerah tersebut.

* * *    

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kunang kunang (versi panjang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang