4. Ice Man Sehun

36 5 0
                                    

Silahkan tulis di kolom komentar untuk kritik sarannya yaa terimakasih😊😊

Riana meletakkan nampan berisi makanan dan botol obat diatas nakas disamping ranjang pasien. Maniknya masih terus melekat pada pria yang kini tengah sibuk dengan laptop dipangkuannya.

"Sehun-ssi, makananmu sudah datang. Sebaiknya kau makan saja dulu."

Riana beralih mendudukkan dirinya disofa kosong diseberang pria itu. Tidak ada tanggapan apapun, bahkan Sehun melirikpun tidak.

Sudah hampir satu jam Riana berada di ruangan Sehun dan selama satu jam itu pula Riana merasa keberadaannya hanyalah sebatas angin, nyata namun tak terlihat. Sehun sama sekali tidak peduli padanya bahkan diawal, Sehun sudah mengusir Riana secara terang-terangan.

Riana tak habis pikir, Sehun benar-benar seratus persen melenceng dari dugaannya. Selama ini yang ada dibenak Riana sosok pasiennya adalah seseorang dengan keadaan yang mengerikan karena depresi berat yang mereka alami. Tapi tidak dengan Sehun. Riana berani bertaruh, orang biasa pasti tidak akan mengira kalau laki-laki dihadapannya ini mengalami depresi berat.

Sehun berpakaian cukup tidak biasa untuk ukuran seorang pasien rumah sakit jiwa. Ia mengenakan kemeja bewarna putih yang lengannya dilipat hingga siku, dan celana berbahan kain, juga jangan lupakan jas bewarna senada dengan celananya,tergeletak disamping tubuh tegapnya.

Tubuhnya juga kokoh seperti sengaja dilatih berjam-jam digym diwaktu senggang. Wajahnya segar dengan rahang yang kokoh dan kulit seputih poselain,mulus tanpa ada sedikitpun celah cacat disana. Secara fisik tidak ada sedikitpun tanda-tanda depresi akut seperti yang diasumsikan Prof Kim,hanya saja sikapnya benar-benar sedingin batu es. Dingin dan kokoh. Sehun tidak banyak bicara. Bahkan sekali berbicara pria itu melontarkan kalimat yang sama 'Keluar, aku tidak membutuhkanmu'.

Riana menghela nafas, Sehun masih mengabaikannya sampai saat ini "Oh Sehun-ssi.. sebaiknya kau makan saja dulu, kau bisa melanjutkan melakukan itu lagi nanti."

Sehun masih bergeming, tangannya masih sibuk berkutat mengetik sesuatu dilaptopnya. Hingga ponsel Riana berdering dan Riana buru-buru menuju balkon untuk mengangkat teleponnya.

"Halo Oppa.." Sapa Riana dengan nada sumringah, senyuman mengembang dari wajanya.

"YAA?!!!Berhenti memanggilku oppa, Riana."

Riana mendengus "YA!! Kemarin kau tidak melarangku memanggilmu Oppa, Jongin."

Jongin terkekeh "Aku tidak ingin merusak moodmu.. Oh ya bagaimana pasienmu? Dia lebih tampan dariku tidak?."

Riana menghela nafas, "Tampan kurasa," jawab Riana sangsi ia melirik kearah kamar memastikkan yang dijadikan objek pembicaraan jauh darinya "-hanya saja dia benar-benar buruk." Sambung Riana setelah memastikkan keadaannya aman.

"Apanya yang buruk?" tanya jongin penasaran.

Riana menghendikkan bahu "Dia seperti es, dingin dan sangat keras kepala-" Riana menghentikan ucapannya karena mendengar Jongin tertawa diseberang sana.

"Memangnya kau pikir yang sedang kau tangani itu siapa? Lupa kalau pasien jiwa kebanyakan memang seperti itu heh?."

"Jong, aku merasa ini akan sulit," Riana menghembuskan nafas berat hingga membuat Jongin menghentikan tawanya "-dia bahkan mengusirku diawal bertemu tadi."

Dan kali ini Riana mencebik karena Jongin kembali tertawa dengan kencang, mungkin jika saat ini Riana bisa, ia akan melayangkan tinjunya pada pria berkulit cokelat eksotis itu.

"Ayolah Ri, don't dare you to give up. Katanya kau mau menghadiri upacara kelulusan bersama denganku, kalau begitu kau harus memakai toga yang sama denganku."

Chained UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang