Sudah.
Sudah hilang gemerlap lampu sorot panggung wisuda. Bising gemuruh suara di mikrofon yang memekak ditelinga. Membuat pusing alam semesta. Sorak sorai tepuk tangan senyum mengembang dari adik kelas, guru, tamu, serta teman angkatan yang mulai terkikis diingatan. Entah mengapa begitu membosankan bagiku. Seakan, ini adalah dejavu yang paling aku rindu.***
Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah menengah atas. Berbekal tas tempat sampah yang digambar logo sekolah, serangkaian kalung berhias bumbu dapur, serta pita merah putih sebagai hiasan sepatu pantofel baru ku yang mengkilat setelah satu jam kusikat dengan semir sepatu.
MOS, adalah salah satu ajang pengenalan lingkungan sekolah baru bagi siswa yang baru masuk. Bagi kami, yang baru saja tamat SMP, dalam masa peralihan, dan adaptasi dilingkungan yang baru, tentu saja program ini sangat membantu. Akan tetapi, sayangnya, banyak diantara senior-senior yang menjadikan adik kelas baru mereka yang polos layaknya boneka mainan. Dipermalukan, disalahkan, bahan tertawaan, serta bawahan, merupakan hal yang biasa disini. Bahkan tak jarang, menatap mereka pun bisa memicu kalimat seperti ini " Apa kamu lihat-lihat?, Berani kamu ? ". Iya, padahal melihat sesuatu adalah hak segala umat manusia dan segala bangsa.
Jarum jam bergeser tepat pada waktu 06.30. Sial, aku terlambat 30 menit. Ini semua ulah ayahku, ayahku selalu menunda-nunda sesuatu yang penting. Menyepelekan. Tak mau ambil pusing dengan aturan. Yang akhirnya berdampak padaku. Misalnya, dia tak mau bila menghadiri rapat sekolah. "Panas". Atau "Ah, bertele-tele". Namun, jika pengumuman penting, terkait dengan biaya, dia langsung geram. "Buat apa biaya itu ? Kenapa tak disosialisasikan? Itu pasti karena gurumu korup !". Dan aku hanya bisa menganga tak mengerti harus berbuat apa.
Ayah memacu motor maticnya. Berkelok melewati tikungan dengan mulusnya. Tiba digerbang sekolah, benar saja, banyak dari senior berkalung kartu identitas melotot dihadapanku. Segera diteriaki ku oleh mereka. "Woi! .cepat itu , jalannya ! lari ! Jam segini baru dateng!". Lalu apalagi katanya yang tak kuhiraukan. Kupercepat langkahku menuju lapangan upacara. Tampak wajah polos dari teman teman angkatan baruku, bersama mereka bersungut-sungut ketakutan. Samar samar kudengar senior yang sedang berceloteh menggunakan megafon didepan. Lagi-lagi kuhiraukan. Aku terfokus mencari barisan jurusan ku.
Acara MOS berlangsung 3 hari. Akan tetapi, aku sudah saja menjadi bahan pembicaraan oleh seluruh panitia senior-senior ku. Bukan, bukan karena aku yang cantik, berprestasi, atau membuat sensasi apapun. Aku pun Tak mengerti kenapa. Yang kutau adalah, karena kakakku, merupakan salah satu murid yang lumayan dikenal tegas di sekolah baruku. Aku juga pernah beberapa bertemu dengan teman-temannya. Tak heran, saat hari pertama, aku bertemu banyak orang yang kukenali. Sontak saja para senior yang lain melihat risih padaku. Dan, pantas saja aku menjadi bahan bullyan oleh panitia panitia seniorku.
Menghukumku, memaksaku, mempermainkanku, entahlah. Aku sudah hafal dengan takdir ini.
Tanpa kusadari, kisah kisah yang menyenangkan baru saja dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDLESS STORIES
Short StorySelalu ada kisah dalam luka dan canda Tersusun rapi dalam drama kehidupan Alurnya yang tak kau kenali Namun terpaksa kau ikuti