Berkemas lalu pindah

12 1 0
                                    

       Senja mendadak keruh. Semburat jingganya mengeluh. Peluh mengaduh, melekat disekujur tubuh yang kaku. Terdiam terpaku menatap samar-samar gemintang bersanding dengan lambaian mentari. Cahaya terakhirnya berbisik melewati rumpun daun menembus kaca menerpa debu.

***
        " 5 menit lagi kita harus kumpul didepan gedung utama !" Teriak ketua  rombongan kami. Aku dan ketiga temanku masih berkutat dengan kertas dan pena, sedang yang lain mulai memilah-milah sesuatu. Pikirannya buntu. Terkadang kulihat beberapa temanku, yang malah terpaku melihat orang berlalu lalang memasuki acara. Aku mengusap peluh. Sudah semakin senja. Target kami untuk memposting berita semakin sedikit. Ketua tim gemetar gemas melihat kami para junior yang kewalahan menyusun berita. Matanya melotot, sesekali membenarkan jas almamaternya. Tak lupa memeriksa hasil dokumentasi sore ini. Aku semakin mengeluh, siapa kira bisa jadi serumit ini?.
       Semester kedua, setelah upacara HUT selesai, tak banyak yang kukerjakan di pasukan pengibar, kami hanya melakukan beberapa latihan yang membosankan. Lama berjalan, satu demi satu mereka rapuh, mulai pergi entah kemana. Alasan demi alasan untuk keluar silih berganti. Lalu dimulailah perekrutan ekstrakulikuler organisasi yang menurutku cukup beragam saat itu. Entah kenapa aku memilih bidang seni Dan jurnalistik. Memang menyenangkan bila dilihat dari namanya. Tapi, seperti sore ini, ketika aku libur sekolah dan harus kuisi dengan pergi meliput suatu acara, mengorbankan jam hibernasi yang sangat berharga.
         "Baik, waktunya habis! Informasi apapun yang kalian kumpulkan hari ini, Kita laporkan ke gedung utama !". Sekali lagi ketua rombongan berteriak memecah lamunanku. Matanya mengerjab, melirik dari kanan sampai kiri. Puas kali dia melihat suara pasrah kami. Kupandangi kertas yang kugenggam, sialnya, aku belum menulis apapun.

***

      Hidup sejatinya akan terus berjalan serta berpindah. Melewati suatu fase, lantas habis masanya, lalu pindah ke fase yang lain. Lalu, bila kita lihat, rangkaian fase fase tersebut membuat alur hidup berupa takdir yang kita jalani saat ini. Seperti hari ini, satu bulan saat aku memutuskan keluar dari ekstrakulikuler jurnalistik.
               Bel berdering. Aku menutup buku matematika yang sedari tadi hanya menjadi alas tidur siangku. Mengucek mata, menguap tiba-tiba. Dua minggu lagi aku ujian kenaikan kelas. Banyak sudah kurasakan liburan hingga lupa rasanya pelajaran. Aku terlalu fokus dengan berbagai kegiatan ditahun pertama ku sekolah. Memang mengasyikan, membuatku terlena dengan waktu yang terus berjalan. Aku berjalan menyusuri lapangan, menuju ke perpustakaan, menenteng tumpukan buku paket yang harus kukembalikan. Mataku menatap lapangan. Terpaku. Pikiranku berjalan mundur. Teringat awal masa orientasi, Dan aku dihukup Tanpa kesalahan dilapangan ini. Ditertawakan dan dipermalukan. Ah, memang menyenangkan. Buku paket sudah kukembalikan, senyum simpulku melihat ke arah jam dinding perpustakaan, saatnya rapat harian.
  
***
      Menenteng tas gunung di pundak, tas ransel, serta perlengkapan lainnya sudah di depan gerbang sekolah. Aku berbaris rapi bersama teman-teman lainnya. Tegang.
       Dua bulan sebelum aku memutuskan keluar dari ekstrakulikuler jurnalistik, aku memutuskan untuk "pindah" ke organisasi pramuka. Agak berbeda, tetapi aku menikmatinya. Awalnya aku hanya mencoba mengamati bagaimana cara kerja dari Organisasi ini, lambat laun, aku merasa berbeda disini. Pengetahuan, kemandirian, kekeluargaan benar-benar terasa. Hingga hari ini, tiga minggu setelah ujian kenaikan, aku sudah mengakhiri liburanku.  Menuju tempat perkemahan pelantikanku. Mobil sudah sampai, kami berkemas , lalu berangkat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ENDLESS STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang