Rindu

4.3K 99 13
                                    

29 November 2015
Aku tetap harus belajar. Meskipun harus tanpa abah. Aku kembali belajar di pondok Nurul Huda. Kembali duduk di depan Re. Yang sepertinya ini sudah bukan 2 minggu lagi aku tak melihat batang hidungnya. Sudah hampir sebulan dia tidak masuk sekolah.
Re, apakah kamu baik baik saja ??
"Sar, ini dari Hamid .. " kata Sekar. Bunga ?? Lagi ?? Padahal aku tak pernah bertemu dia..
"Makasi lo, jadi kamu terus yang ngasi ..."
"Santai aja lah Sar, apa salahnya bantuin orang yang lagi jatuh cinta " Sekar tersenyum tipis.
Aku jadi bingung sama Hamid. Ya, memang tak jarang orang yang mencintai dalam diam. Aku juga pernah, sebut saja cinta monyet. Cinta ku pada Arif, sepupu sendiri. Ah, itu konyol. Hahaha...
Sebentar, sepertinya aku hanya berpapasan dengan Hamid hanya dua kali. Sudahlah, memang ada cerita pada pandangan pertama.. Huuuft, kenapa aku jadi memikirkan hal ini. Sudahlah..
***
"Saudari Sarah Mawlay ditunggu di kantor jenguk... "
Panggilan namaku. Kenapa sepagi ini. Mungkin titipan dari umi.
Aku segera keluar. Menuju kantor jenguk. Begitulah santri Nurul Huda menyebut tempat untuk mereka disambang orang tua mereka.
"Ini titipan.." kata Bagus, petugas kantor. Kantor jenguk santriwan dan santriwati memang jadi satu.
"Dari siapa kang ?? (Sebutan untuk memanggil santriwan) "
"Dari umi ku ?" tanyaku lagi.
"Laki laki tadi.."
"Ooh, mungkin utusannya umi.. Makasi kang .."
"Sama sama .."
***
Hari ini hari Jumat. Kegiatan belajar mengajar diliburkan pada hari ini. Baik formal, seperti sekolah, maupun nonformal, seperti kursus jurnalistik dan kegiatan ekstrakulikuler yang lain. Jadi, setelah aku meletakkan bingkisan yang ku ambil dari Kang Bagus tadi di kamar. Aku mengajak Warda untuk berjalan jalan ke luar pondok. Makan. Itu kebutuhan. Pastinya kita mencari itu.
Bisa dibilang berlibur tipis tipis. Aku mengajak Warda untuk pergi ke supermarket. Yang letaknya lebih jauh dari komplek pesantren putra. Jadi, kami harus menaiki becak.
"Cak Mad.. Becak !!" suara semangatku memanggil becak.
Kami pun naik becaknya Cak Mad.
"Sampe supermarket Hamdalah Cak Mad .."
"Sip neng !!"
***
Kami pun berbelanja kebutuhan. Sekiranya untuk 2 minggu ke depan. Seperti sabun mandi, sabun cuci baju, pasta gigi dan alat mandi yang lain.
Laah, supermarket ini milik Kyai Manshur. Jadi santri beliau bisa memiliki semacam kartu berlangganan di sana. Agar mendapat hari sedikit lebih murah dari asalnya. Kami kan anak rantau. Hahaha.
Selesai berbelanja, bayar dulu laah.
"Looh, Hamid ternyata...", ternyata Hamid yang jaga kasir.
"Sarah ..."
"Anu Miid, Sarah mau bilang makasih buat.." , asem!! Warda hampir aja keceplosan.
"Jadi berapa Mid.." sahutku sambil mencubit tangannya.
"Semuanya Rp. 118.000 ... Punya kartu sahabat Hamdalah ?? "
"Ooo, iya ini ada ..." , uh shit !! Kenapa aku harus nervous. Sambil memberikan kartuku pada Hamid.
"Jadinya cuma Rp.115.000.. Tadi Warda bilang apa ??!" tanya Hamid bingung.
"Ini" kataku sambil membayar.
"Ooh, enggak Mid. Tadi Warda cuma mau tanya Kang Haris mana ?? Kan biasanya jaga kasir .. Iya kan War..?" jelasku.
"Hhhh, iya ... Nanti salamkan saja ya Mid .. Bilang dari aku, Warda.." kata Warda sambil senyum centil.
"Terimakasih yaa.. Assalamualaikum.." akupun mengakhiri percakapan Jumat pagi itu.
"Sama sama ... Waalaikumsalam"
"Warda warda, sayangnya Kang Haris sudah dijodohkan sama kyai Manshur. Andai kamu tau kamu pasti bakal milih aku..." Hamid menggerutu.
***
"Kamu ini gimana sih War.. Aku kan malu !! Tadi kan Hamid gak jaga kasir sendiri.." omel ku.
"Duh iya iya... Maaf !! Namanya juga lisan, keceplosan itu wajar.." jelasnya.
"Malah nyengar nyengir !!"
"Iya deh, iyaa. Aku yang bayar becaknya ..." jawab Warda kesal.
"Ahahahaha, Warda Warda .. Aku gak nolak deeh !!" jawabku kesenangan.
"Kamu ini Sarah ... Hhhhh "
***
Sesampaiku di kamar. Aku membuka bingkisan yang ku ambil dari Kang Bagus.
Semacam bungkusan paket. Tapi umi hampir tak pernah mengirim paket.
Ooh, isinya 5 notes. Ah, kurasa umi memberiku ini dengan harapan aku bisa menulis puisi. Hahaha, harapan macam apa itu ??!.
***
Keesokan harinya. Iseng saja aku membawa salah satu notes itu ke sekolah. Karena terlalu lama Re tak masuk sekolah, bisa bisanya aku lupa kalau aku duduk di depannya. Dari jauh, tempat Re sudah kelihatan kalau kosong. Huuuuh, tetap kosong. Ini hari ke 34 Re tak masuk sekolah.
Agar seperti anak seumuranku yang lain. Apa salahnya aku mencoba untuk menulis puisi. Meskipun nilai bahasa Indonesiaku tak seapik nilai bahasa Arab ku. Oh tidak. Ketika aku melihat lembaran ke dua dari notesku. Ternyata ada tulisannya. Semacam pesan. Tapi bukan tulisan umi. Baca sajalah.
"Sarah Mawlay. Abah memindahkanku ke pondok pesantren yang lebih salaf (lebih banyak ilmu agamanya). Kata Abah, aku lebih mampu di bidang agama dari pada yang lain. Dan demi meneruskan perjuangan Abahku menjadi seorang Kyai. Ini jalan yang ku pilih. Aku tak semudah yang kau pikir dalam memilih hal ini. Dengan penuh pertimbangan dan berat hati. Aku tetap menyisakan hati untukmu. Dan kuharap, kaupun begitu... Tak banyak kata kata yang bisa ku ucap di sini Sarah. Aku akan tetap menjadi Reza yang kau harap. In Syaa Allah. -Tertanda, Reza"
Reza.. Ini benar dia ??!
Penantian ku selama berhari hari tak berarti. Ya, Reza pergi. Mungkin kita bisa bertemu lagi. Entah, mungkin suatu hari nanti. Dengan hati yang sama atau tak lagi. Tersakiti, hanya ilusi. Hari hari, bisa jadi lebih masam dari ini. Namun aku, harus tetap aku !! Tak peduli seberapa keras badai yang menggoncang. Sarah harus tetap Sarah. Butiran air mata tetap saja mengayun. Sudah ku bilang, JANGAN. Itu bukan kuasaku.
"Sarah, ini dari Ha..."
"Terimakasih..." jawabku sambil mengusap air mata. Oh. Sekar lagi.
"Kamu nangis ??"
"Enggak, gak papa kok .." sambil perlahan menutup notes dari Re.
"Aku cuma mau nyampein ini, dari Hamid... "
"Makasih yaa..."
"Duluan, jangan nangis lo !! Nanti aku kasi tau Hamid, hahaha !!"
Aku cuma bisa senyum tipis.
Ternyata coklat. Ah, aku jadi tidak enak dengan Hamid. Aku ingin berterima kasih padanya langsung. Apa maksud Hamid yaa ?? Kenapa kemaren aku tak menanyakannya saja, biar dia tidak terus terusan begini ...
***
Seakan akan aku membalas pesan Re di halaman ke 2. Aku menuliskan beberapa kata di halaman selanjutnya.
"Pagi, dia masih menyisakan embun.
Senja, masih tinggalkan semburat jingga.
Hujan, harusnya sisakan rintik rintik pelangi bukan mendung.
Dia, harusnya tak tinggalkan luka".
Ah, kata kata apa itu !! Kaku. Hahaha... Tertawakan saja, tak apa...
Sebenarnya aku rindu Re. Rindu sapaannya, rindu segalanya. Tentang dia. Reza.
Apa hanya aku yang tak tau nama lengkapnya. Hanya tau Reza, dengan panggilan Re. Begitu saja. Biasanya nama laki laki diawali dengan Muhammad atau Ahmad. Bukan biasanya, hanya sebagian besar. Ya.. Mungkin Muhammad Reza atau Reza Muhammad atau yang lain. Bayanganku terlalu jauh.. Reza sudah tak bersamamu Sarah !! Jaga saja hatimu .. Kalau memang kau benar benar mencintainya.
  ***
"Baik, semuanya bisa mengumpulkan PRnya ke ketua kelas.. " perintah Ustad Joko, guru Tarikh Islam (sejarah islam).
Oh tidak ! Bagaimana bisa aku lupa mengerjakannya ? Mungkin gara gara mikirin Re. Aduuh. Lalu, apa yang harus ku katakan pada Sekar ?. Oh ya, Sekar itu ketua kelas kami. Sekar mulai berkeliling, dari bangku ke bangku untuk mengambil buku PR.
"Sarah, kamu gak bawa ?? Atau belum ngerjakan ?" tanya sekar.
"Aa.. A.. Anu, tadi.. Aku belum ngerjain" kataku gagap.
"Huuuft, aku harus bilang apa ke Ustad Joko ?".
"Aduh, gimana yaa ?! Bilang, eeh bilang saja aku memang belum kerjakan..."
"Bahaya Sarah, kamu bisa bisa di suruh ngerangkum satu kitab lagi !!"
"Aah,gimana lagi ?! Jangan bohong Sekar, udaah.. Gak papa.."
Meskipun sebenernya aku lebih takut daripada Sekar.
"Sekar, sudah terkumpul semua ??" tanya Ustadz Joko.
"Ooh," Sekar maju sambil agak takut.
"Kurang satu Ustadz .."
"Siapa ? Reza ? Kan sudah pindah sekolah. Tak usah dihitung !!"
"Bukan Ustadz, Sa.. Sarah yang belum kumpulkan.. Dia bilang kalau belum kerjaan"
"Apa ? Sarah? Anak pandai itu ?"
"Iyaa, iya ustadz ..."
"Sarah !" Ustadz Joko memanggilku. Aku segera maju. Pastinya ketakutan laah.
"Sebagai hukumannya, besok kamu harus sudah dapat tanda tangannya semua santriwan yang menjaga Supermarket Hamdalah.. Bagaimanapun caranya !! Buat yang lainnya, mungkin hukuman bisa lebih memalukan dari ini. Jelas semua?".
"Jelas Ustadz !!" jawab sekelas serentak.
"Oh iya. Ikut Ustadz ke ruangan Ustadz ya". Aku hanya mengangguk sambil menunduk. Antara malu dan semuanya bercampur.
  ***

GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang