Prolog

13 3 1
                                    

Alkisah, hiduplah seorang anak perempuan. Ia selalu membayangkan kehidupannya bagaikan cerita dongeng yang biasa ia baca. Ia merasa sebagai putri yang sedang menunggu kehadiran sang pangeran untuk menyelamatkannya. Tetapi, dia bukanlah putri kerajaan, melainkan seorang anak perempuan yang keberadaannnya di dunia tidak diinginkan. Daripada seorang putri kerajaan, anak itu lebih mirip seorang antagonis di dalam cerita dongeng. Ia selalu percaya bahwa ia adalah seorang monster. Meskipun ia tidak melakukan satu hal pun, eksistensinya merupakan sebuah gangguan, ancaman dan penyebab dari suatu kehancuran bagi orang lain.

Namun, semuanya berubah ketika anak perempuan itu bertemu dengan seorang anak laki-laki yang telah menyelamatkannya dari lautan keputusasaan. Pertemuannya mengubah sudut pandangnya mengenai dirinya sendiri sebagai karakter antagonis dalam sebuah cerita dongeng. Anak laki-laki itu terus memberikannya harapan untuk tetap hidup di dunia bagaimanapun juga.

Selain itu, ada pula seorang anak laki-laki lain yang mengubah pandangan orang-orang kepada si anak perempuan. Ia menegaskan bahwa si anak perempuan belum melakukan apapun yang pantas untuk mendapat perlakuan buruk, dan mengatakan bahwa orang-orang itu lebih buruk daripada si anak perempuan itu sendiri. Sejak saat itulah si anak perempuan tidak mendapat perlakuan buruk dari orang-orang di sekitarnya, meskipun tidak bisa dikatakan bahwa orang-orang di sekitarnya menyukai si anak perempuan.

Kehadiran kedua anak laki-laki itu mengubah hidup si anak perempuan. Mereka telah mencerahkan hidup si anak perempuan, mewarnai kisah hidup mereka bersama-sama dan membuat si anak perempuan tertawa setelah sekian lama. Mereka bagaikan pangeran yang menyelamatkan seorang gadis yang bukan putri kerajaan, atau mungkin monster. Saat si anak perempuan merasa bahagia dan bersyukur atas kehadiran kedua pangeran di hidupnya, muncullah sebuah plot yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kedua anak laki-laki yang ia anggap pangeran itu ternyata adalah penyihir jahat yang mengutuknya dengan sebuah sihir.

Sihir yang digunakan oleh kedua anak laki-laki itu untuk mengutuk si anak perempuan bukanlah sihir biasa. Di manapun mereka berada, jantung si anak perempuan berdegup lebih kencang dan lebih cepat daripada yang biasanya.Mau tidak mau, ia harus memikirkan kedua anak laki-laki itu kapanpun tanpa alasan yang jelas. Terkadang pula, kata-kata yang ingin diucapkan oleh si anak perempuan terhenti di tenggorokannya, dan diganti dengan kata-kata yang berlawanan dengan yang ingin ia katakan. Ia juga merasa bahwa selalu ada kupu-kupu yang bertebangan di hatinya setiap kali kedua anak laki-laki itu tersenyum kepadanya. Si anak perempuan yakin, bahwa kedua anak laki-laki itu telah mengendalikan tubuhnya agar ia bertindak berlawanan dengan yang si anak perempuan inginkan.

Sihir itu dapat membuat kebahagiaan si anak perempuan menjadi sirna dalam waktu lama. Dadanya sesak, lebih sesak dibandingkan saat-saat ia dibenci oleh orang-orang di sekitarnya. Rasanya sakit di hatinya seolah-olah tidak ada hentinya, dan ia lebih memilih kedua anak laki-laki itu membencinya seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Seharusnya itulah bagaimana pangeran memperlakukan monster sepertinya tanpa perlu memasang sihir yang menyakiti hati si monster. Tentunya, serangan fisik lebih berguna dibandingkan serangan emosi bila kau sedang bertarung dengan monster, ya kan?

Sayangnya, kedua anak laki-laki itu sama sekali tidak menyadari fakta bahwa mereka telah memasang sihir kepada si anak perempuan. Dengan wajah polos, mereka tetap tersenyum, berbicara mengenai dunia, tertawa bersama, merawat si anak perempuan, dan membagi kebahagiaan mereka sama rata seperti yang biasa mereka lakukan. Ada kemungkinan bahwa semua yang mereka lakukan adalah sebuah kebohongan agar si monster jatuh ke perangkap mereka sesuai  yang mereka inginkan, tetapi si anak perempuan tidak ingin memercayai hal itu. Ia memaksa dirinya untuk percaya bahwa mereka sama sekali tidak menyadari sihir yang telah mereka pasang karena ia juga tidak tahu kenyataan yang sesungguhnya. Kalau mereka melakukannya dengan tidak sengaja, itu akan lebih mudah bagi si anak perempuan itu memaafkan mereka.

Sampai pada suatu hari, si anak perempuan sudah tidak kuat dengan segalanya. Ia sudah muak dengan sihir yang dipasang oleh kedua anak itu. Sihir yang dipasang membuat hatinya sakit, dan ia tidak menemukan obat apapun yang dapat menyembuhkan hatinya. Si anak perempuan memutuskan untuk balas dendam kepada mereka. Tetapi bagaimana? Ia tidak punya kemampuan yang hebat untuk memasang sihir berbahaya kepada kedua orang sekaligus di saat yang sama. Terutama apabila kedua orang itu adalah orang yang paling penting bagi si anak perempuan, dan ia tidak mempunyai keberanian  untuk melakukannya kepada mereka.

Tetapi, apakah ini berarti si anak perempuan memutuskan untuk mempertahankan keadaan yang bagaikan neraka yang terus menyiksanya? Atau mungkin tetap memilih salah satu dari mereka? Pilihan kedua mungkin pilihan tersulit, tetapi anak perempuan itu tetap memilihnya. Tapi siapa? Bagaimana kalau ia gagal? Bagaimana kalau statusnya sebagai monster pengganggu ketenangan desa kembali? Ia tidak ingin hal itu terjadi.

Hei, kalau kalian bisa mengerti perasaan si anak perempuan, pilihan mana yang kalian pilih? Pilihan mana yang lebih baik?

Our Fated MeetingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang