3

34.8K 540 14
                                    

Sesampainya di rumah aku langsung meminta uang untuk membayar bang Isman. Ongkosnya hanya Rp 7.000 untuk sekali antar. Bukan sembarang aku memberi ongkos sebesar itu, tapi bang Isman yang bilang sendiri. Murah bukan? Hehe.

Sekarang bang Isman sudah pergi untuk mencari penumpang lagi. Sedangkan aku bersiap-siap untuk membersihkan diriku yang sudah lengket dengan keringat.

Setelah mandi, aku pun menyempatkan diriku untuk tidur siang. Ini sudah kebiasaanku dari dulu. Menyempatkan untuk tidur siang. Aku lebih memilih tidur siang daripada harus berkeliaran di siang hari yang terik seperti ini. Aku harus menjaga kulit ku dari paparan sinar matahari. Karena aku ingin kulit putih bening bak aktor Korea.

***

Makan malam telah tiba. Dimana semua anggota keluarga harus berkumpul di meja makan. Tidak boleh di depan televisi. Tidak boleh di teras. Semua harus menjadi satu dalam ruang makan.

Saat-saat seperti ini kami selalu membahas apa saja yang telah kami lakukan seharian ini. Jika ada suatu masalah maka kami semua harus merundingkan jalan keluarnya. Ini tradisi yang diajarkan oleh bapakku, sangat berguna untuk menjaga komunikasi keluarga.

Santapan malam ini sangat lezat. Ibuku memang sangat pandai memasak. Hingga semua lauk pauk yang ada di meja makan, kini sudah bersih tak bersisa.

"Hilman, ibu minta tolong habis makan belikan garam dan gula di warung mbok Jum ya" pinta ibuku.

"Iya bu siap" jawabku.

Kemudian aku jalan ke warung mbok Jum. Tidak jauh dari rumah. Kira-kira 15 langkah.

Di sana aku bertemu dengan beberapa kaum adam yang sedang asyik minum kopi, merokok, dan menonton sepak bola di televisi.

Salah satu yang menarik perhatian ku adalah ada bang Isman di sana. Aku menyapanya (ini pertama kali aku menyapa seseorang, biasanya aku hanya diam meskipun aku kenal orang tersebut). Dia membalas sapaan ku dengan senyumannya yang dapat membuatku melayang-layang.

'Astagaaa manis banget sih'

"Ngapain dek?" tanya bang Isman.

"Disuruh ibu beli garam sama gula bang" jawabku.

"Bang Isman kok ada di sini? Nggak narik lagi bang?"

"Kalo malem waktunya istirahat dek masa narik mulu hehehe"

Aku perhatikan dari setiap pria di sana yang merokok, hanya bang Isman yang tidak menggunakan barang tersebut. Dia hanya meminum secangkir kopi hitam ditemani cemilan kacang rebus.

Aku memang suka melihat pria merokok, minum kopi, nonton sepak bola (tapi aku sendiri tidak tertarik dengan sepak bola hehe), mereka tampak manly menurutku. Tapi aku lebih suka pada pria yang jauh dari bahan nikotin yang dilinting itu.

Setelah aku membeli semua apa yang diperlukan ibuku, bang Isman menawariku untuk nongkrong sebentar di situ.

"Dek sini nongkrong dulu, ngapain langsung pulang? Kayak anak perawan aja hahaha"

"Maaf bang nggak bisa. Nanti kena marah ibu kalau pulangnya kelamaan"

Aku memang tidak berani lama-lama di luar. Pernah waktu itu aku mencoba bermain di luar, belum ada 30 menit semua keluargaku sibuk mencariku. Padahal aku sudah meminta izin. Hhhh ya begitulah kalau jadi anak tersayang. Hehe.

Bersambung

Bang Isman Tukang Becak IdolakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang