Ku buka pintu rumahku dan sudah berdiri di depan sana seorang pria paruh baya membawa bingkisan.
"Oh pak RT. Ada apa ya pak?" tanyaku.
"Ini dek Hilman, bapak habis ada acara syukuran. Anak bapak habis disunat. Bapak udah undang ayahmu tapi katanya lagi pergi ya?" sambil menyerahkan bingkisan dari acara syukuran.
"Iya pak, semuanya lagi pergi kecuali saya. Terimakasih ya pak"
"Iya dek. Kalau gitu bapak pamit dulu ya. Hati-hati di rumah"
"Iya pak terimakasih banyak"
Pak RT memang dikenal sangat baik dan ramah. Tak heran warga di sini sangat menyukai beliau.
Alhasil aku mendapat berlipat-lipat makanan yang akan sia-sia karena nafsu makanku sudah hilang. Ku letakkan saja makanan-makananku di dalam kulkas, ku simpan untuk besok pagi.
*tok tok tok*
Ada ketukan pintu lagi. Mungkinkah pak RT kembali untuk memberi makanan lagi? Jelas tidak mungkin.
Kembali ku buka pintu rumahku. Bang Isman sudah berdiri di sana. Lalu ku lihat sekitar tidak ada perempuan iblis itu mengikuti bang Isman.
"Dek"
"Kenapa?"
"Abang boleh masuk?"
Sebenarnya aku malas menerima tamu malam ini. Apalagi dia, mood-ku hancur akibat ulahnya.
"Terserah. Tapi nggak usah lama-lama. Hilman mau tidur" ketusku.
Kami pun duduk di ruang tamu. Suasana menjadi hening. Sedari tadi bang Isman hanya menatap lantai kosong.
"Kalau mau numpang diem, mending di rumah sendiri aja. Hilman capek, mau tidur" ketusku sekali lagi.
Aku dikenal sebagai seorang yang selalu sopan dan santun dalam berbicara, namun saat keadaan pikiran dan hatiku sedang kacau, kata-kata kejam bisa keluar dari mulutku.
"Anu dek, abang minta maaf ya. Kamu marah sama abang kan?
Aku tak menjawab. Bahkan tak menatapnya sama sekali.
"Dek jangan diem aja. Maafin abang. Iya abang ngaku salah, abang udah punya tanggung jawab jagain kamu, tapi abang malah ninggal kamu nggak ngasih kabar"
"Sebenernya nggak cuma itu aja kesalahan abang"
"Emang abang salah apa lagi dek?"
Pertanyaan itu menunjukkan seakan-akan dia telah melupakan kejadian waktu itu.
"Masa iya Hilman buatin daftar kesalahan abang? Harusnya abang ngerti perasaan Hilman. Gimana khawatirnya Hilman nyariin abang. Malah abang asyik berduaan sama cewek itu"
Bang Isman hanya diam.
"Dan lagi, apa abang lupa sama kejadian malam itu? Terus aku ini cuma dianggap pelampiasan nafsu aja? Sekali udah keluar, lalu ditinggal?"
"Maaf dek. Abang udah bikin kesalahan besar. Tapi malam itu abang bener-bener nggak bisa nahan nafsu abang. Jujur aja, abang ini gampang terangsang tapi abang nggak berani ngelakuin itu sama cewek abang. Karena kami belum menikah, jadi abang takut kalau dia bisa hamil"
'Ya Tuhan apa yang barusan aku dengar? Jadi yang lonte sebenarnya adalah aku?'
Air mataku sudah membanjiri pipiku. Pandanganku menjadi kabur. Bibirku gemetar. Jantungku berdegup dengan kencang. Tulang-tulangku melemas tak berdaya.
"Kenapa? Kenapa abang setega itu? Apa Hilman pernah buat salah?" suaraku lirih ditambah isakan tangis.
"Enggak dek, kamu anak baik. Kamu nggak ada salah sama abang. Abang juga udah tau kalau kamu ada rasa sama abang. Dan semalam adalah hal yang kamu nanti-nantikan, ya kan? Tapi kita nggak bisa bersatu dek. Abang masih pengen jadi normal"
Dengan enteng mulut bajingan itu berbicara seperti itu. Jantungku semakin keras berdegup. Rasanya susah sekali mendapatkan oksigen di sini.
"BANG! Udah cukup! Lihat abang sama cewek itu udah bikin sakit, apa lagi abang tambahi dengan kata-kata abang seperti itu, sudah cukup! Ternyata isi hati abang lebih busuk dari yang Hilman kira. Abang lebih buruk dari seekor hewan! Mulai sekarang nggak usah nampak di depan Hilman! KELUAR!!"
Ku luapkan segala yang ada dalam diriku. Cacian, tangisan, teriakan. Semuanya lepas waktu itu juga.
"Ya udah lah. Niat abang masih baik minta maaf, malah kamu kayak gini. Dasar homo! Ck"
Bang Isman pergi dengan meninggalkan cacian yang menohok bagiku. Aku hanya dapat tertegun dengan ucapan yang dilontarkan bang Isman padaku. Sebuah cacian yang tak akan pernah ku lupakan.
***
Pagi hari.
Kepalaku pusing akibat semalam menangis tanpa henti. Badanku juga masih lemas, wajahku pucat. Badanku panas dingin. Aku demam.
Tuhan masih menyayangiku. Mungkin ini peringatan bagiku, agar aku tak sembarang mencintai seseorang.
Aku ingat karena hari Senin sudah ujian semester, aku harus menjaga tubuhku tetap sehat. Jadi aku harus berusaha keras melupakan hal-hal yang sudah berlalu dan tidak penting, kecuali cacian itu.
Aku bersumpah tidak akan pernah memaafkan ucapannya sampai kapanpun.
Kini aku pulang sekolah atau kemanapun sudah tidak bergantung padanya lagi. Ayah sudah membelikan sepedah motor untuk ku. Jadi aku bisa menghindar darinya untuk selamanya. Dan saat masuk SMA, aku memutuskan untuk masuk SMA di luar kota. Ini caraku untuk melupakan segala tentang bajingan itu.
Melupakan hal yang pernah menghiasi hidup kita memang sulit. Namun seiring berjalannya waktu dan tekad di hati, siapapun pasti bisa melakukannya
- Lal, 2018T A M A T
Hallo para pembaca setia BITBI. Tak terasa cerita ini sudah pada ujungnya.
Mumpung masih Hari Raya Idul Fitri, saya sebagai author ingin mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, baik yang disengaja ataupun tidak.
Mohon maaf juga apabila saya updatenya lama, ya karena sedang sibuk silaturahim ke sanak saudara hehe ^^
Saya merasa senang dan sedih karena cerita BITBI ini sudah berakhir.
Saya senang karena pembaca setia BITBI sangat antusias dan sabar menanti cerita saya :)
Namun saya juga sedih karena ini adalah akhir dari cerita BITBI :(
Hal yang dapat saya petik dari cerita ini adalah cinta sama saja dengan nafsu. Cinta bisa datang karena nafsu. Tapi nafsu datang terkadang tanpa dilandasi cinta.
Saya berharap para pembaca selalu bahagia dan semangat dalam menjalani kehidupan ini, jangan pantang menyerah ^^
Terimakasih atas dukungan kalian. Semoga kita dapat bertemu di lain cerita :)
Deep Love ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Bang Isman Tukang Becak Idolaku
Romancesebuah kisah cinta yang tak terduga dan aku alami dalam hidupku dengan seorang tukang becak yang tampan bagaikan pangeran bak dalam dongeng