"Siapa kakak kelas yang cari Nadi?" Eril bertanya setelah keduanya saling tatap tanpa menemukan jawaban.
"Ya Kakak kelas kita, Ril...." Sahut Ucup polos.
Eril memutar bola mata malas, menghujam Ucup dengan tatapan tajam dan geramnya "Maksud gue namanya, Ucup ganteng..."
Ucup tersipu, pasalnya cowok itu baru pertama kali dipuji 'tampan' oleh lawan jenis yang seumuran dengannya, karena selama ini selain sang ibu yang memujinya tampan bisa dipastikan tidak ada lagi orang yang mengatakannya. Cowok itu masih tersenyum malu-malu alih-alih menjawab pertanyaan Eril.
"Ucup, nyebut! Nggak boleh melayang dibilang ganteng sama Eril, eh!" tegur Nadi membuyarkan kesenangan cowok itu. "Jadi, siapa yang manggil gue?"
"Eh? Ehm itu—Ucup juga nggak tahu, Di. Ucup nggak sempet nanya tadi."
Hhm, seperti yang diharapkan dari seorang Ucup—memang tidak ada yang bisa diharapkan dari cowok itu memang. Nadi bangkit dari duduknya begitu melihat ekpresi polos yang Ucup pasang di wajahnya. Tersenyum jahil, cewek itu merampas kacamata yang Ucup pakai lalu meletakannya di sembarang meja. Ucup yang memang memiliki mata minus dibuat kelabakan karena kini pandangannya kabur, memanggil-manggil Nadi agar mengembalikan kacamatanya.
"Elo sih ngomong kebanyakan intro-nya!" seru Nadi sewot kemudian hendak berlalu tanpa memedulikan Ucup yang masih menggapai-gapai mencari kacamata.
"Eh, mau kemana lo?" Langkah Nadi terhenti karena Eril ikut bangkit dan berjalan mengekori.
"Ikut lo lah."
"Nggak usah, gue bisa sendiri. Lagian bentar lagi bel, nanti lo malah kena hukuman kalau ikut. Yang dicari mereka itu gue bukan lo, Ril"
Wajah Eril menunjukan protes dan ketidaksetujuannya.
"Kalau lo ngintilin gue yang ada lo malah bisa kena damprat. Kayak nggak tahu aja kakak kelas itu selalu cari-cari kesalahan kita biar bisa main hukum sendiri," nasehat Nadi diplomatis.
"Tapi Di..."
"Ck, udah nggak apa-apa. Kayak gue dipanggil malaikat maut aja lo sampe segitunya."
Pukulan gemas Eril mendarat di pundak cewek itu, "Nggak lucu bercandanya!" sungut Eril.
"Hehe maaf, maaf... Udah lo di sini aja temenin si Ucup gih, kasian dia hahaha—" tawa Nadi pecah saat melihat Ucup baru saja ditampar salah satu cewek di kantin karena menyentuh bagian tubuh cewek itu saat mencari kacamatanya. "Dasar Ucup kutu kupret! Modus banget ngeraba-raba nyari kacamata, padahal ngambil kesempatan dalam kesempitan dengan pegang-pegang ce—aduh! Kenapa sih, Ril?" protes Nadi saat Eril kembali mendaratkan tepukan yang cukup keras di lengannya.
"Itu gara-gara lo, Nadi. Iseng banget sih jadi orang!"
Nadi hanya nyengir tanpa rasa bersalah, lantas melarikan diri dari sana.
***
Di halaman belakang sekolah ketika Nadi sampai, tiga orang kakak kelas dengan pakaian berantakan ala cewek-cewek gaul sudah menunggunya. Sebelah alis Nadi terangkat saat melihat penampilan kakak kelasnya itu, sama sekali tidak menunjukan bahwa mereka kakak kelas yang patut dicontoh.
"Permisi Kak. Kakak-kakak yang panggil saya?" Nadi bertutur berusaha sesopan mungkin. Meski tidak menyukai penampilan mereka bukan berarti Nadi boleh semena-mena juga, kan?
Salah satu di antara cewek yang berpakaian paling seksi mendekati Nadi, hingga jarak keduanya kini tidak lebih dari sepuluh senti. Lucunya, tubuh Nadi yang lumayan bongsor dibanding ketiganya, membuat cewek itu harus mendongak menatap Nadi yang notabennya sedang dalam kondisi akaan dirundung. Eh, mereka memang akan merundung Nadi, kan? Atau Nadi salah membaca situasi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey! You! [TRILOGI "YOU" BOOK 1]
Novela JuvenilTrilogi "You" pindah ke Innovel/Dreame Sa_Saki ya... Insya Allah di sana ada beberapa bab tambahan yang kalian belum baca hehe :D Selamat bernostalgia, semoga terus sayang sama Nadi dan Zillo :D "KAK ILLO, BANGUN!!!" Teriakan dari balkon seberang ru...