Hari yang dinanti masih belum tiba
(atau tidak akan tiba?)
Aku masih tertidur sendiri di ranjang sebesar ini
Dan malam kembali membawa mimpi tentangmu, menelusuri langkah yang pernah terlewat, dan mencoba kembali menghidupkan memori kita berdua...
.
.
."Ah, selamat pagi Kuroko," senyum Taiga melebar saat melihat tubuh ramping Tetsuya memasuki dapur, lengkap dengan wajah kantuknya.
"Kagami-kun?" Ia masih berusaha mengumpul nyawa rupanya,"ーkau semalam tidur di sofa?"
Dimana lagi aku harus tidur memang? Seranjang denganmu? Taiga meringis.
"Kupikir aku akan lebih cepat terbangun kalau tidur di sofa," jawabnya. Ia mengaduk-aduk susu dalam gelas, lalu berjalan menghampiri Tetsuya.
"Kau pulang hari ini?" Tetsuya tidak merespon saat tangan kokoh Taiga mengacak rambutnya yang sudah berantakan. Inderanya lebih fokus pada oyakodon dan sup miso yang melambai hangat padanya.
"Rambut bangun pagimu selalu sukses membuatku terpukau," komentar pria berambut merah, terkekeh saat pria manis disampingnya menelan liur, terlihat lapar. "Yah, aku akan mengambil keberangkatan kereta pagi ini, karena nanti malam sudah masuk kerja."
Tetsuya Kuroko terdiam, membuat Taiga tersenyum lembut padanya.
"Ne, Kuroko. Berjanjilah padaku untuk menghubungiku kalau ada apa-apa. Aku juga berjanji padamu, aku akan sering-sering menghubungimu," ujarnya sungguh.
Tetsuya tidak enak hati. Ia memandang manik Taiga dengan lekat, membuat yang bersangkutan sedikit salah tingkah. "Maaf aku selalu merepotkanmu, Kagami-kun."
"Kau akan semakin merepotkanku kalau aku mendengarmu sakit dari mulut orang lain," dengus Taiga. "Makanya, makanlah yang teratur, jangan banyak melamun. Lakukan apapun yang kau suka mulai hari ini, jangan sedikitpun lihat ke belakang lagi. Kau layak untuk hidup bahagia, Kuroko."
Kau layak untuk hidup bahagia
Dan kata-kata itu masih mengisi ingatan, sampai saat Taiga berpamitan, meninggalkan usapan penuh sayang pada kepala dan berjalan keluar dari apartemennya.
.
.
.Hari Minggu taman bermain tampak begitu ramai. Setelah kepulangan Taiga, Tetsuya memutuskan untuk berjalan-jalan dan mengisi baterai hatinya dengan melihat tawa anak-anak di pagi itu. Mereka tampak begitu riangー
ーdan tanpa sadar bibirnya mengukir senyum tipis
"Ne, ne. Takao-chan, ayo sekarang kita naik yang itu!"
"Duh, Shige-chan, jangan lari-lari, bahaya!"
Tetsuya berhenti melangkah, sepasang matanya mengikuti dua sosok bocah yang berlari mendahuluinya penuh semangat menuju sebuah wahana.
Bianglala.
.
.
.'Boleh ku tahu kenapa kau begitu suka bianglala?' tanya Seijuurou petang itu. Petang dimana hubungan mereka masih hangat, dan Seijuurou belum mengenal ambisi yang mengontrol pikiran.
'Umm,' Tetsuya tampak berpikir, kemudian tersenyum. Cantik, indah sekali, dengan wajah yang terkena pantulan lembayung petang, membuat Seijuurou semakin cinta. Lelah akibat pekerjaan seakan terbayar lunas.
'Naik bianglala mengingatkanku akan filosofi kehidupan,' jawabnya. 'Aku menyadari bahwa hidup itu ada kalanya di atas, ada kalanya di bawah. Dan bagiku, tidak jadi masalah posisi kita ada di atas atau di bawah, yang penting aku merasa nyaman saat bersama Seijuurou-kun.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't Stop, Don't Stop ✔
FanfictionMasing-masing dari mereka hanya berharap untuk tidakー ーjangan berhenti mencintai.