6. Kebetulan

34.9K 2.1K 122
                                    

Igo, Shita dan Wulan tinggal di Rumah Susun Sejahtera milik ayah Shita, sehingga mereka sering berangkat sekolah dan pulang bersama. Setelah melewati gang tikus yang jaraknya hanya lima ratus meter dari sekolah, Shita masih terlihat murung. Simpati memang kebiasaan buruk gadis itu. Dia selalu memikirkan perkara orang lain seperti masalahnya sendiri.

"Kasihan banget ya Kak Arief, kenapa sih Kak Bintang bunuh diri?" ucapnya. Cewek itu menoleh pada Igo dengan tatapan penuh harap. "Kamu nggak pengen membantu Kak Arief mencari tahu apa alasan sebenarnya Kak Bintang bunuh diri?"

Selain berandalan yang jago berkelahi, sebenarnya Igo memiliki satu kelebihan. Extra sensory perception atau ESP, orang Jawa biasa menyebutnya indra keenam. Satu kekuatan istimewa yang tidak dimiliki banyak orang. Kemampuannya adalah retrocognition, dalam bahasa parapsikologi. Dia bisa mendapatkan informasi berupa kenangan dari obyek yang dia sentuh. Cowok itu bahkan menggunakannya itu untuk mencari nafkah sebagai informan pada kalangan terbatas. Tak jarang dia juga membantu ayah Shita menangani kasus.

"Buat apa? Dicari tahu juga, dia nggak akan hidup lagi, kan?" ujar teman masa kecilnya yang berambut merah itu malas. Berkebalikan dari Shita, Igo paling enggan berurusan dengan masalah orang lain kalau nggak ada fee-nya.

Shita mendengus kesal. "Kata-katamu itu terlalu kejam! Padahal Kak Arief sudah banyak membantumu pas kamu masih kecil dulu!" bentak Shita.

Igo diam saja. Berdebat dengan Shita terlalu melelahkan dan dia tak akan menang. "Aku mau pergi ke suatu tempat dulu, kalian pulang duluan saja, hati-hati." Cowok malah berpamitan. Dia meninggalkan Wulan dan Shita lalu menghilang setelah berbelok ke jalan lain.

"Kenapa sih Igo sekarang berubah jadi begitu," lirih Shita. Dia sungguh kecewa tetangga yang telah dia kenal sejak pakai popok itu berubah menjadi sangat materialistis. Bukannya Shita tidak tahu akan beban hidup pemuda itu dan hutang menumpuk yang diwariskan ayahnya yang sejak menghilang tiga tahun lalu, tapi tak bisakah cowok itu sekedar simpati terhadap permasalahan yang kini dihadapi Kak Arief?

Wulan memandang wajah sedih Shita. Dia kemudian mengeluarkan notes dan penanya yang merupakan alat komunikasinya dengan Shita.

Kak Arief itu dulu tinggal di rusun kita?

Shita mengangguk setelah membaca tulisan tangan Wulan itu.

"Dia tinggal di kamar yang sekarang kamu tempati. Dua tahun lalu usaha katering orang tuanya mulai sukses sehingga mereka bisa beli rumah sendiri. Dari dulu dia akrab sekali denganku dan Igo, kami sudah menganggapnya seperti kakak sendiri. Bahkan aku ikut karate awalnya juga karena pengen niru dia."

Wulan mengangguk-angguk mengerti.

"Lan, kamu mau nggak bantu aku mencari tahu apa penyebab Kak Bintang bunuh diri?" tanya Shita.

Wulan tampak tertegun mendengarkan ajakan Shita itu, dia memandang Shita dengan bingung lalu menggunakan bahasa isyarat yang kira-kira artinya "Aku bisa membantu apa?"

"Banyak, kemampuan ESP-mu pasti berguna," kata Shita.

Sama seperti Igo, gadis itu juga memiliki kemampuan yang sama. Namun, berbeda dengan Igo yang melihat masa lalu, justru masa depan yang dia lihat. Sayangnya tak seperti Igo, Wulan tak dapat menggunakan kemampuannya itu sesuka hati. Kemampuan Wulan seperti angin yang tak dapat diketahui kapan akan berhembus dan ke mana arahnya.

Wulan menuliskan kalimat di notesnya lalu menunjukannya pada Shita.

Tapi aku hanya kadang-kadang bisa melihat masa depan, seharusnya Igo yang lebih banyak bisa membantumu.

Shita mencebik. "Huh! Masa bodoh dengan Igo! Aku nggak peduli dengan orang yang egois kayak dia! Kita cari tahu berdua saja ya? Kamu mau kan?" rayu Shita.

Hantu di Sekolah (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang