Ponselku bergetar dan memunculkan telpon dari seseorang dan ku yakin itu adalah ibu, segera ku angkat telponnya.
"Hallo.Assalamualaikum, nak ini ibu, kau sedang apa?" Ibu selalu menelponku jika ia sempat ke pasar untuk menuju wartel.
"Waalaikumsalam, iya bu, aku sedang mengerjakan tugas-tugas kuliah bu. Ibu ke pasar dengan siapa?".
"Yasudah nak semoga dilancarkan segalanya. Ibu sedang mengantar si Dudi yang hendak beli baju, jadi sekalian ibu ke wartel dulu nak."
Dudi adalah sepupuku ia adalah anak dari kakak ibu, ia sangat dekat dengan ibuku, jadi selagi aku dikota ibu selalu ditemani Dudi.
"Ohh begitu ya bu, samapaikan saja salamku padanya, aku merindukan dudidoy. Hehe"
"Kau ini, baiklah."
"Ohh iya ada kabar tentang Lanang yu."Lanang, nama itu muncul begitu saja dan terdengar ditelingaku hingga membuatku terjeda tak bersuara.
Tiga tahun berlalu, aku hidup di kota dengan ayahku. Sama sekali tak ku dapati kabar darinya. Selama ini aku terus menunggu baik sepucuk surat atau telpon darinya selalu ku tunggu. Namun apalah penungguan ku sama sekali tak berbuah hasil.
Terlalu lama ku tahan rasa ini hingga benar-benar menusuk ku. Aku sama sekali tak tahu kabar tentangnya. Entah lah apa masalahnya kenapa Lanang sejahat ini kepadaku.
Terkadang air mataku, tak bisa ku bendung saat malam tiba dengan menawarkan kedingingin yang begitu kejam. Aku masih menyimpan rangkaian daun yang kala itu ia berikan padaku, sekalipun daun nya sudah kering dan bahkan sudah mulai habis termakan waktu.
"...." aku tak mampu menjawab ibu.
"Yu, kamu belum matikan telponnya kan?" Tanya ibu.
"Iya bu, aku hanya kaget saja, sudah lama tak mendengar namanya."
"Kau ini harus tahu, ternyata selama tiga tahun kemarin Lanang hendak mondok di pesantren, jadi pantas ia sama sekali tak ada kabar."
"Ohh yasudah bu kalo memang seperti itu, aku hanya khawatir kepadanya." Jawabku dengan jantung yang berdegup kencang.
"Tapi nak ada satu pemberitahuan lagi," suara ibu terdengar lemas.
"Apa bu? Apa masih tentang Lanang?," tanyaku penasaran.
"Ya ibu mendapat undangan pernikahan Lanang sejak seminggu lalu."
Hatiku hancur ketika mendengar perkataan ibu, rasanya aku tak punya energi untuk menjawab ibu, tubuhku lemas seketika dan tanganku terhenti dari keyboard laptop yang sejak tadi berkutik untuk menyelesaikan makalah.
"Menikah, dengan siapa bu?" Tanyaku seperti suara terakhir.
"Anniaa yu, anaknya Pak ustadz Rozak, kamu tak apa-apa yu?"
"Ohh yasudah Annisa memang gadis baik dan pantas untuk Lanang bu, do'a kan saja semoga Alloh memberkahinya bu." Air mataku mulai mengalir menuruni pipiku.
"Yasudah nak, apa kau ada titip salam buat Lanang nak?"
"Tidak bu, jangan katakan apapun tentang ku padanya bu." Aku benar-benar terpuruk aku tak kuasa lagi untuk berbicara dengan ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayu Lanang Tara
Short Story"Apa aku salah menaruh hati pada shabatku?." Kepalaku selalu dikelilingi dengan pertanyaan semacamnya, aku tak mengerti kenapa aku menyimpan rasa terhadapnya, sedangkan aku tak tau apakah dia sama sepertiku?. -Ayu Lestari- "Aku mencintai mu, namun h...