PROLOG

20 2 0
                                    

00

Musim dingin, tahun kesepuluh Kekaisaran Wu dari Dinasti Huo.

Yang mulia, salju begitu tebal hari ini.

Dari pagi ketika saya terbangun dan menemani Xiao Yue menyulam hingga sekarang, saya tidak berhenti menggigil kedinginan.

Yang mulia, saya harap yang mulia tidak berkeliaran dengan pakaian yang tipis. Jangan lupa meminum tonik hangat sesibuk apapun anda melakukan pekerjaan anda. Jangan lupa untuk meminta kasim Huang menambahkan penghangat ruangan dan kain tebal, saya takut yang mulia kedinginan.

Ah benar, sulaman saya dengan Yue sudah hampir selesai sore ini. Kemungkinan besok, saya akan menyuruh dayang Jiao untuk mengantarkan hasil sulaman ini kepada anda, karena Qiang hanya mampir sebentar dan akan kembali ke istana sebelum sulamannya selesai.

Yang mulia, tolong jaga kesehatan yang mulia. Jangan terlalu sibuk mengurus pekerjaan, suruh beberapa bawahan anda untuk melakukannya. Jangan tidur terlalu malam, karena keesokan paginya yang mulia sudah harus melakukan pertemuan rutin bersama para pejabat. Jangan sampai terlambat makan karena suasana hati yang mulia buruk sekali ketika kelaparan.

Yang mulia, maafkan saya. Karena saya tidak disamping anda saat anda kesulitan tidur di malam hari, karena saya tidak ada dan membantu yang mulia memakai jubah kekaisaran setiap yang mulia akan berangkat ke ruang pertemuan di pagi hari, karena saya tidak ada untuk menemani yang mulia makan dan menyeduhkan teh kesukaan yang mulia, dan karena saya tidak ada untuk menemani yang mulia jalan sore di taman istana. Maafkan saya yang mulia.

Tolong ingat pesan-pesan saya. Dan jika ada waktu, saya harap yang mulia berkenan untuk mengunjungi saya dan keluarga saya.

Salam,
Qingqing.

~|||~|||~|||~|||~|||~|||~|||~|||~|||~|||~|||~

Tahun kesepuluh Kekaisaran Wu dari Dinasti Huo.

Musim dingin, seisi daratan ditutupi salju yang tebal.

Laki-laki tampan dengan jubah emas yang menutupi seluruh tubuhnya itu mengeluarkan aura yang tak kalah dingin dari butiran-butiran salju yang turun. Tangan kanannya menggenggam sebuah surat sedangkan tangan kirinya meremas jubah yang ia kenakan. Matanya terus bergerak membaca setiap kata yang terukir dikertas itu.

Sudah satu jam berlalu, dan sosok dingin itu tetap terpaku. Duduk diatas kursi kekaisaran sembari membaca berulang kali surat yang sama. Seolah-olah berharap dari surat itu, akan muncul sosok penulisnya.

Tiga jam sudah berlalu, dan sosok itu masih tetap terpaku ditempat yang sama dan posisi yang sama. Para dayang dan kasim yang ada mulai khawatir melihatnya.

“Yang mulia!!” Kasim Huang yang merupakan kasim utama dari sang kaisar berteriak pilu, meminta sang kaisar kembali kepada kesadarannya. Panggilan itu seperti sebuah aba-aba, serentak seluruh kasim dan dayang yang ada disana ikut mengaduh “Yang Mulia!!” dan membantingkan diri ke lantai, bersujud dengan isak tangis yang menderai.

Sosok yang masih tetap serius membaca surat itu bergeming, mengabaikan mereka dan dengan serius membaca surat yang sama entah untuk keberapa kalinya. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanya satu orang, Qingqing.

“Tinggalkan aku.” Akhirnya sang kaisar membuka suara.

Para kasim dan dayang tetap diam dalam posisi bersujud, isak tangis dapat terdengar karena ada beberapa orang yang tak bisa menahannya. Mereka mendengar perintah sang kaisar tetapi menolak untuk meninggalkannya sendirian.

“Yang mulia…” Kasim Huang kembali memanggilnya dengan sendu, posisinya masih bersujud, begitupun dengan kasim dan dayang lain yang kembali bersorak padu memanggil yang mulia dengan nada sendu.

“Tinggalkan aku. Ini perintah.” Sang kaisar tidak mengalihkan pandangannya dari surat itu, tetapi nada suaranya berubah menjadi lebih dingin dan tajam, membuat semua orang yang mendengarnya semakin menggigil dan merasakan dingin yang melebihi dingin salju di luar sana. Setelah terdiam beberapa menit, akhirnya rombongan kasim dan dayang itu keluar dari ruangan sang kaisar, dipimpin oleh kasim Huang yang masih berwajah sendu.

Ruangan yang berwarna serba emas itu tiba-tiba terasa lebih mencekam daripada sebelumnya. Dan hanya ada satu orang disana, hanya satu orang yang membuat suasana ruangan menjadi lebih dingin.

Tolong ingat pesan-pesan saya. Dan jika ada waktu, saya harap yang mulia berkenan untuk mengunjungi saya dan keluarga saya.

Akhirnya, sang kaisar meletakan surat yang sudah ia genggam semenjak ia mendapatkannya. Pandangannya beralih kepada beberapa bungkusan yang dikirimkan bersamaan dengan surat lainnya. Surat yang sedari tadi enggan ia buka, bahkan enggan untuk ia lirik dan akui keberadaannya.

Setelah membuka setiap bungkusan yang masing-masing berisi baju atau jubah dengan sulaman yang cantik dan mempesona, akhirnya ia memberanikan diri untuk mengambil surat merah yang tergeletak didekat bungkusan pertama.

Saat ia membukanya dan membaca tulisan yang tertera, tumpah sudah benteng pertahanannya.

Penyesalan memang selalu datang terakhir bukan?

Sang kaisar menghabiskan semalaman untuk berdiam diri disana, menyiksa diri dengan rasa penyesalan, menyiksa diri dengan rasa bersalah. Hingga fajar menyapa, sang kaisar masih tak berhenti menyalahkan dirinya.

Masih tak berhenti merindukannya, dan mengucapkan cintanya kepada angin yang mungkin akan menyampaikan sesal dan permintaan maafnya.

Withered DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang