Sebenarnya, selalu ada perasaan takut ketika aku duduk didalam pesawat. Berada pada ketinggian puluhan ribu kaki dari daratan terkadang masih saja membuatku ngeri meskipun sudah beberapa kali naik pesawat.=, dan sejauh ini selalu baik-baik saja. Alhamdulillah.
Namun perasaan takut itu sirna ketika aku berada diatas sana dan melihat gugusan awan yang seolah tidak ada habisnya. Meskipun hanya kombinasi warna biru dan putih, bagiku awan dan langit adalah sesuatu yang menakjubkan. Kemarin, ketika berangkat menuju Makassar, penerbangan sore hari membuatku bisa melihat warna awan yang lain. Gugusan yang biasanya berwarna biru, namun sore itu aku bisa melihat langit berwarna jingga dan ungu. Dan untuk pertama kalinya aku merasa berada sejajar dengan bulan yang baru muncul sore itu.
Namun ada satu hal yang masih menghantui ketika aku berada didalam pesawat, terbang diatas sana: patah hati itu.
Sepinggan - Balikpapan, Maret 2016.
"pokoknya, setelah kamu sampai di Surabaya, kita sudah gak ada hubungan apa-apa lagi. Kita selesai disini," kataku waktu itu.
Lawan bicara hanya mengangguk, menggenggam tangan kananku, sambil sesekali menatapku. Sebenarnya ada perasaan sedih ketika barusan aku mengatakan itu. Namun bagiku itu adalah jalan yang harus kuambil. Si lawan bicara ini, yang pernah kucintai setengah mati ini, telah memutuskan untuk mengambil jalan lain, bersama orang lain.
Sepinggan - Balikpapan, Mei 2016.
Aku kembali ke bandara ini. Duduk di kursi kayu yang sama seperti yang kami duduki 2 bulan lalu. Teringat lagi kejadian 2 bulan lalu. Nyatanya, hubungan kami belum berhenti disitu. 3 hari setelah dia sampai di Surabaya, dia menghubungiku lagi. Tepat di hari ulang tahunku. Dia bilang ketika diatas awan sana dan melihat sekumpulan awan, ia terngat tentangku. Aku pernah bilang kalau aku takut naik pesawat, namun suka sekali melihat awan diatas sana. Hari ini, pesawat akan mengantarkanku menuju bandara tempat Rangga dan Cinta berpisah.
Diatas sana, rasa senang melihat awan berubah menjadi rasa patah hati. Teringat lagi tentang dia, tentang perpisahan itu, tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan, tentang sebuah perjuangan yang sebenarnya tidak pernah dimulai. Tentang dia, kuterima kekalahanku.
Adi Sutjipto, 2017.
Aku tidak peduli dengan penerbanganku yang mengalami delay. Aku tidak peduli dengan orang yang marah-marah ketika penerbangannya terlambat. Meskipun memang, 5 jam bukan waktu yang sebentar untuk menunggu di bandara yang kecil ini. Setelah 9 bulan hubungan kami benar-benar usai, ia menikah tepat ketika aku berlibur di Yogya. Malam sebelum aku berangkat untuk pulang, aku menghabiskan waktu berjalan kaki menyusuri Malioboro, melihat seniman Malioboro beraksi menggunakan angklung. Namun bagiku semua keramaian Malioboro waktu itu sunyi sekali. Pikiranku dipenuhi dengan pernikahannya. Satu sisi aku merasa tidak ikhlas, di satu sisi aku merasa lega.
Sultan Hasanuddin, 2018.
Jam 10:20 pesawat akan mengantarkanku menuju Balikpapan. Kali ini aku berharap tidak ada lagi perasaan tentang dia yang hinggap ketika aku berada diatas awan. Kuhabiskan waktu 45 menit didalam pesawat untuk membaca buku. Apalagi di Samarinda sekarang sudah ada yang menungguku pulang. Seseorang yang hampir 6 bulan belakangan ini ketika aku melihatnya, aku merasa bersyukur.