Red Flavor : Kiwi

1K 108 72
                                    



Kiwi

It started with a look a led to a kiss, you don't believe it but it has come to this

__________ . __________



Pagi di awal musim semi. Matahari nampak sudah sejengkal meninggalkan peraduannya yang hangat. Menandai dimulainya hari itu. Burung-burung seperti northern cardinal dan eastern bluebird berkicau dari atas dahan-dahan pepohonan yang tumbuh di pekarangan dan sekitar desa. Namun, kesibukan tidaklah terlalu nampak disana. Hanya beberapa pekerja kebun yang nampak lalu lalang membawa mobil bak terbuka. Sesekali, diselingi dengan forklift yang mengangkut jerami kering untuk peternakan.

Di salah satu rumah bercat putih yang ada disana, seorang gadis berumur sekitar dua puluh tahunan sekian, sibuk mengangkuti keranjang pakaian kotor untuk segera dicuci di pekarangan belakang. Saat sibuk menginjak-injak rendaman baju, sebuah suara menginterupsinya.

"Good morning, Nana. Mencuci eh sepagi ini ?" seru seorang gadis dari balik pagar pekarangan belakang, yang sejatinya hanya berupa rimbunan tanaman Ixora.

Sang gadis yang dipanggil Nana tersebut hanya menanggapinya dengan kekehan pelan.

"Kau sendiri belum berangkat ke kebun, Chan ?"

Haechan justru merengut sebal. "Kau tau ibu tidak akan membiarkanku pergi sebelum cucian ini beres."

Keduanya terkekeh kemudian. Beginilah rutinitas kedua gadis yang sudah berteman akrab sejak kecil itu. Rumah mereka bersebelahan, hampir tanpa pagar pekarangan yang memisah. Pagi mereka akan diisi dengan obrolan ngalor-ngidul sembari mencuci dan menjemur pakaian, memasak sarapan, membersihkan rumah, kemudian berangkat ke perkebunan keluarga di lembah. Bedanya, bila Haechan masih tinggal dengan sang ibu dan adik, Jaemin menetap sendiri karena orang tuanya kembali ke Jepang mengurus sang kakek dan nenek.

Berbicara mengenai perkebunan, keluarga Jaemin memiliki beberapa hektar tanah perkebunan yang ditanami apel, brokoli, dan lobak. Jaemin setiap hari akan turun ke ladang untuk mengurus tanaman-tanaman tersebut, mulai dari menanam, memupuk, menyiangi, hingga memanen. Tentu dibantu oleh beberapa pekerja dari tetangga-tetangga sekitar rumahnya. Tanah dan lumpur bukan lagi hal yang baru bagi penduduk disana, termasuk bagi Jaemin dan Haechan. Bagi mereka inilah nafas mereka, hidup mereka.

...

Jaemin melepaskan topi anyaman yang dipakainya. Diusapnya peluh yang membasahi kening dan lehernya. Matahari telah menyingsing di ufuk barat, menciptakan semburat warna jingga kemerahan di langit. Lalu, ditatapnya para pekerja yang hari itu membantunya membersihkan tanaman brokoli dan lobak. Mereka berkumpul bersenda gurau sambil menghapus peluh sebentar sebelum pulang. Jaemin ikut tersenyum mendengar gelak tawa para pekerja tersebut, menepikan gurat-gurat kelelahan setelah bekerja seharian.

Begitu para pekerja kebun tersebut bubar, Jaemin berjalan mendekati pondok kecil, tempat untuk beristirahat saat makan siang. Bermaksud mengevaluasi jadwal untuk besok dan mengambil tas serut miliknya, sebelum seorang lelaki paruh baya berjalan mendekat.

"Selamat sore, Nona."

Jaemin menghentikan langkahnya. Tersenyum simpul saat tahu siapa yang mendatanginya.

"Ah sore, Paman Jang. Ada perlu apa ?" tanya Jaemin masih dengan senyumnya.

Tuan Jang ini adalah orang kepercayaan keluarganya untuk membantu Jaemin mengurus perkebunan dan mengatur penjualan dan distribusi hasil kebun ke kota.

Red FlavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang