Red Flavor : Watermelon

620 71 68
                                    


Watermelon

There were happy days, with watermelon and sad says of whiskey

Lewis Nordan

__________ . _________

Dia adalah permata, yang tidak hanya ayu rupanya tapi juga ayu hatinya. Lahir dari keluarga baik-baik, bermartabat dan penuh welas asih. Cerdas dan bijak. Hatinya selembut kain sutra yang mahal harganya. Tidak bisa melihat orang lain susah.

Kebaikan hatinya yang diajarkan turun temurun dari orang tua dan mungkin moyangnya, yang menyelamatkanku dari kehidupan ambang batas. Bahkan, saat itu aku yakin, aku hampir bertemu dengan sang pencabut nyawa bila jemarinya yang lentik dan tentu secantik rupanya itu tidak mengulur menolongku.

Kini telah bertahun-tahun kami hidup bersama semenjak itu. Bila bisa, ada hal yang ingin aku ucapkan padanya dan keluarganya yang baik hati itu adalah terima kasih setulus hati. Dan aku pun berjanji dalam diriku sendiri, bahwa aku akan menjaga sang permata ayu itu hingga ruh ini kembali pada sang pencipta.

...

Pagi itu, Tuan Na mengubur diri dibalik koran harian yang selalu datang di jam enam pagi bersama seliter susu kambing Ottawa segar. Nyonya Na sendiri sibuk menghangatkan susu di dapur, sembari menyiapkan sarapan pagi. Lalu, ada sulung Na, yang pagi itu belum terlihat turun. Mungkin masih asik dengan pulau kapuknya. Sementara, aku sendiri kini mengamati si bungsu Na yang sedang mengeringkan rambut panjangnya yang sewarna madu lebah itu di depanku.

Jaemin yang rupanya sadar, tersenyum kepadaku.

"Jeno, jangan menatapku seperti itu."

Tapi aku hanya diam. Dia kembali tersenyum. Lalu mengusak rambutku gemas.

"Kamu pasti bosan ya Jen ? Nanti kita ke kafe ya setelah aku yoga." ucapnya.

"ya, ya."

Dia tersenyum lagi. Lalu, dia pun bangkit dan mengajakku ke ruang makan karena Nyonya Na telah memanggil untuk sarapan.

"Nah kita lihat apa yang disiapkan mama untukmu, Jen." ucapnya dengan antusias.

Seperti inilah rutinitas kami di pagi hari sebelum semuanya disibukkan oleh urusan pribadi. Dan meninggalkanku yang lebih banyak berdiam di rumah. Tapi tak apa, karena aku memahami itu. Dan aku tak masalah selama mereka menyayangiku. Aku masih bisa mendusel ke Jaemin bila si cantik itu pulang di sore hari. Terkadang aku pun akan menghabiskan hari dengan Yuta bila pemuda itu libur dan tidak sedang ke luar kota.

...

Jaemin menepati janjinya untuk membawaku ke kafe langganan kami. Biasanya, kami hanya menghabiskan waktu di sana dengan duduk-duduk atau pun bercengkerama dengan teman-teman. Namun, terkadang Jaemin membawaku ke sini karena jadwal rutin dengan dokterku. Memeriksa kesehatan ataupun mengkonsultasikan mengenai perawatan tubuh dan makanan yang sehat untukku. See, Jaemin memang orang yang penuh perhatian kan ? Dia dengan sangat telaten merawatku dan memastikan aku sehat serta nyaman.

...

Kami tumbuh bersama kecil. Sejak keluarga Jaemin memungutku, aku tidak pernah terpisah dengan Jaemin. Dibesarkan bersama, dengan kasih sayang yang sama pula. Walaupun sejatinya, aku ini mungkin berbeda dengan mereka. Tapi itu tidak mengurangi kebaikan mereka padaku.

Yuta, si sulung keluarga Na, bukan hanya sosok seorang kakak yang sempurna untuk Jaemin tapi juga mungkin untukku. Yuta rutin mengajakku bermain bola di sore hari, walaupun tidak setiap hari. Tentu, dengan semakin dewasa dia, kegiatannya semakin banyak dan tidak melulu di rumah. Yuta juga mengajariku berenang atau hanya iseng berlarian di halaman belakang yang kebetulan luas dan tertutupi rumput hijau.

Red FlavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang